Malam itu, Karl Kant mengumpulkan para bangsawan wilayah utara di kastil.
Di aula perjamuan, api perapian berkobar-kobar memantulkan siluet setiap orang di dinding, kobaran api kecil yang bergoyang membuat bayangan menari-nari ke atas dan bawah seperti lukisan dinding yang aneh.
Empat meja panjang yang diletakkan melintang di tengah aula dipenuhi hidangan daging beruap panas dan minuman anggur, terlihat seperti pesta makan malam mewah, namun suasana di lokasi tidak rileks—terutama setelah Duke mengumumkan kabar ibu kota kerajaan telah jatuh.
"Aku telah mengirim orang untuk memanggil kembali tim yang berangkat empat hari lalu. Jika beruntung, mereka mungkin masih hidup untuk kembali," katanya dengan suara berat dari kursi utama. "Yang penting adalah... apa yang harus kita lakukan di wilayah utara?"
Para bangsawan saling pandang. Mungkin berita bahwa Tifico bahkan tidak bisa bertahan satu hari terlalu mengerikan, untuk sementara waktu tak ada yang berani menjawab di aula. Di mata banyak bangsawan kecil, Karl melihat ketakutan dan penyesalan. Idis benar—dengan orang-orang seperti ini, mustahil melawan Roland Wimbledon. Pilihan untuk memisahkan diri dan menjadi raja sejak awal memang tidak ada. Di dunia nyata, mereka hanya punya satu jalan.
Namun bagi bangsawan yang baru saja bergabung dengan Tifico, tiba-tiba beralih pihak terasa terlalu memalukan untuk diungkapkan.
"Bagaimana jika kita mengirim utusan untuk menyelidiki sikap Pangeran Keempat?" akhirnya seseorang berkata setelah lama terdiam.
"Jika dia tidak ikut campur urusan wilayah utara, lebih baik kita dukung saja dia menjadi Raja," ucap seorang bangsawan kecil yang langsung disetujui oleh yang lain, "Lagipula ini urusan internal keluarga Wimbledom, siapa pun yang jadi Raja sama saja."
Earl Lesta menyunggingkan senyum dingin, "Sama saja?"
Karl mengerutkan alisnya. Bagian penting ini datang.
Benar, setelah Earl berbicara, semua suara langsung meredam. Hal ini membuatnya agak tidak nyaman. Faktanya tiga kekuatan besar itu sendiri memang tidak memiliki perbedaan signifikan, bahkan keluarga Kant mungkin lebih lemah... Hanya karena dia mengikuti saran putrinya untuk pertama kali menunjukkan kesetiaan pada Tifico, barulah dia mendapatkan gelar Duke ini.
Tentu dia paham ini salah satu taktik keseimbangan Raja baru - sikap meremehkan dan ketidakpuasan dari dua keluarga lain terhadap dirinya, Tifico mungkin sengaja membiarkannya.
"Apakah kalian semua lupa Duke Ace yang dihukum mati karena tuduhan pemberontakan?" suara dingin Lesta bergema, "Dia sama sekali tidak memprovokasi Tifico. Jika kita langsung menyerah, tali gantung akan segera mengikat leher kita! Di mata Pangeran Keempat, kita semua benar-benar terlibat dalam konspirasi pemberontakan, setidaknya setiap orang punya hubungan erat dengan Tifico!"
"Lalu apa gunanya melawan? Ibu kota kerajaan saja tak bertahan sehari, kita ibarat telur melawan batu..." Seorang vasal Karl membalas dengan suara rendah sesuai skenario yang dijanjikan, semangatnya jelas kalah. Di bawah tatapan tajam lawan, separuh kalimat terakhir nyaris tak terdengar.
“Tidak peduli itu telur atau bukan, aku harus mencobanya,” Ed Hos berseru, “Raja Pemberontak telah membunuh kakakku! Dia pasti akan membayar harganya!”
“Siapa yang jadi telur belum tentu,” Earl Hos menyambung cepat, “Wilayah utara bergunung-gunung dengan jalan berbahaya di mana-mana. Pasukannya mungkin lihai di dataran dan aliran sungai, tapi belum tentu bisa bertahan di utara. Paling-ping keluarga Kuda mundur ke Pergunungan Angin Dingin, aku yakin pasukannya takkan bisa terbang menyusul.”
Dengan begitu kau sama saja membelakangi gereja sepenuhnya, Karl Wen berpikir dalam hati. Mereka yang di gereja juga punya niat jahat terhadap utara. Kabar tentang putra sulung keluarga Hos yang tewas dalam pertempuran melawan penguasa Wilayah Barat memang pernah didengarnya... Tapi perang mana mungkin tanpa korban? Jika sekedar teriakan bisa membuat lawan membayar harga, buat apa pedang dan baju zirah ksatria?
Suara di aula semakin riuh. Pernyataan keluarga Lista dan Hos membuat kelompok yang menganjurkan "tidak bergerak siap siaga" perlahan mengalahkan faksi "inisiatif mencari informasi ke Pangeran Keempat". Karl Wen tetap diam, tapi hatinya mulai gelisah.
Apakah Edis tidak menghadapi masalah?
“Bagaimana pendapat Yang Mulia Duke?” Earl Lista menatapnya, karena sudah terlalu lama diam.
Kalven merasakan hatinya berdesir, akhirnya tiba gilirannya, "Aku memanggil kalian ke sini untuk mendengar pendapat semua orang. Bagaimanapun, hal ini menyangkut masa depan wilayah utara, tidak boleh dianggap remeh——"
Earl Hos memotong dengan tak sabar, "Sudah cukup! Kau pasti sudah berniat bersumpah setia pada Pangeran Keempat. Bagaimana mungkin semua yang menyuarakan pandangan lemah itu adalah vasalmu? Menyerahkan kekuasaan sekarang sama seperti menjadi anak domba sembelihan!"
"Kau..." Kalven nyaris tak bisa menahan diri untuk tidak melemparkan gelas anggur di tangannya.
"Kalau begitu, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan," Lista bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu aula, "Oh ya, jika ingin Pangeran Keempat memberimu nyawa tambahan, serahkan saja Edith dengan tangan terikat. Katanya dia sangat menyukai kecantikan——egh——"
Tawa riuh yang lain tiba-tiba berhenti ketika Earl diam. Semua orang bisa melihat ujung pedang berdarah menyembul dari punggungnya, garis darah di atasnya memantulkan cahaya redup dari api perapian.
"Apakah Yang Mulia membicarakanku, Tuan Xuehu? Aku tidak bisa pura-pura tidak mendengar perkataan seperti itu."
Tubuh Earl tergelincir lemah ke samping. Seorang ahli seni bela diri berbaju zirah yang bertubuh jenjang muncul, wajah dinginnya mencabut pedang panjang sambil melangkahi Lista yang masih berkedut-kedut, memasuki aula.
Pendatang itu tak lain adalah Edith Kant.
Kalven seketika merasa tenang.
"Baju zirahnya dipenuhi bekas darah merah tua, jelas baru saja melalui pertempuran kacau. Meski begitu, kharismanya tak berkurang. Wajah ayunya memancarkan aura membunuh yang serius." Kemudian sepasukan prajurit pedang masuk berurutan, dalam sekejap mengepung aula. Saat ini, semua orang telah mengerti situasi yang terjadi.
"Pasukan penjaga kota!" Earl Hos membelalakkan matanya, "Kalian telah menghabisi pasukan penjaga di luar--"
"Bagaimana aku bisa fokus menghadapimu tanpa menyingkirkan mereka terlebih dahulu?" Karl Wen menghela napas panjang, menghantamkan cangkir ke lantai dengan keras, "Kau lupa, akulah penguasa wilayah utara!"
Inilah momen yang selalu ditunggunya. Pesta seperti ini diadakan secara berkala. Kewaspadaan para bangsawan besar relatif rendah. Pengawal yang ikut tidak lebih dari seratus orang, dan umumnya menunggu di luar area kastil - kondisi ideal untuk membasmi sekaligus. Setelah berhasil menetralisir pengawal lawan, kendali situasi sepenuhnya di tangannya.
Tentu saja, perancang sekaligus pelaksana rencana ini adalah putrinya sendiri, mutiara utara Idith.
Pintu besar ruang pesta menutup perlahan. Api perapian bergoyang diterpa angin dingin.
Para vasal kedua keluarga menghunus pedang mereka, sementara bangsawan kecil gemetar ketakutan hingga jiwa hampir lepas.
"Kau gila!" Ed Hos menggigit gigi.
Karl Wen tak lagi berminat berdebat, "Letakkan senjata dan menyerah - dijamin selamat. Yang melawan... dibunuh tanpa pengadilan!"
Suara mendarat, dua kelompok orang seketika saling menerjang.
