“Reaksi magis?” Earl Delta menoleh, “Apa itu?”
“Suruh ksatriamumenyingkir!” Brian tak peduli protokol, berteriak padanya.
Sebelum suara habis, sekelompok penganut berjubah indigo telah menerobos dari sudut jalan, menerjang kelompok ksatria pemandu. Tenaga serangan mereka begitu dahsyat, bahkan kuda-kuda langsung terlempar ke tanah. Beberapa ksatria yang tak sempat bereaksi langsung patah kakinya tertimpa tunggangan sebesar gunung, yang lain segera menghunus pedang maju bertarung dengan penganut.
Orang banyak di jalanan berhamburan menghindar, banyak yang terjatuh dalam kepanikan. Tangisan dan teriakan minta tolong bergelombang, lokasi langsung berubah menjadi kekacauan dalam sekejap.
"Benar-benar... pemberontakan!" Earl terlebih dahulu terkejut sejenak, kemudian meledak dalam kemarahan, "Bangsat, bunuh semua pemberontak ini!"
Tapi selembar batu hijau kebiruan yang terlempar membuatnya diam.
Itu adalah bagian dari pengerasan jalan. Batu itu melayang keluar, menghantam ksatria dengan keras. Kecepatannya begitu tinggi hingga hanya terlihat bayangan hijau kebiruan samar-samar. Baju zirah orang yang terkena pukulan langsung penyok sebagian, darah segar menyembur dari celah helm dan sendi-sendi. Sudah jelas tak mungkin selamat.
Kemudian lebih banyak lagi lempengan batu terbang keluar, bahkan termasuk para penganut. Yang terkena hantaman vertikal tulang-tulangnya remuk, sementara yang terkena horizontal terbelah dua.
Earl Delta belum sempat menunjukkan ekspresi terkejutnya, sudah diseret Brian ke pinggir jalan.
"Tembak!" perintah Kapak Besi.
Dentuman pistol yang tak putus-putus seketika menggema di sepanjang jalan.
Orang-orang yang masih berdiri runtuh bagai gandum tertuai. Bagian depan tim yang semula kacau-balau tiba-tiba menjadi kosong. Saat asap mesiu menghilang, yang tersisa hanyalah para ksatria dan penganut bergelimpangan. Beberapa masih menggeliat, meringkuk di tanah mengeluarkan erangan kesakitan.
"Musuhnya?" Brian menatap tajam sudut jalan tanpa berkedip, ekspresinya seolah menghadapi musuh besar.
“Musuh... bukankah sudah semuanya jatuh?” Earl bertanya dengan perasaan terkejut dan bingung. Jelas dia tidak menyangka pasukan Yang Mulia Kaisar bisa sekuat ini, belasan ksatria zirah perak dan penganut gereja yang tak terbendung nyaris kehilangan kemampuan bertempur dalam sekejap mata.
“Mereka datang!” seru Sylvie dengan suara tegas.
Seolah menjawab peringatannya, seorang perempuan muncul dari sudut jalan. Lempengan batu di jalanan menggulung seperti karpet, mengambang di udara secara berurutan.
Dentuman senjata yang padat kembali bergema. Lempengan batu yang baru saja berdiri hancur berkeping-keping, namun satu lempengan batu hijau kebiruan berhasil berputar, menyapu kerumunan seperti pedang raksasa berbilah tebal.
Buruk! Hati Brian mendadak dingin. Berdasarkan yang dilihatnya tadi, senjata api mutlak tidak bisa menghancurkan lempengan batu yang berputar dalam jarak sedekat ini. Dia hampir tidak berani membayangkan prajurit yang terkena sabetan - mereka bahkan tidak memakai zirah baja, korban jiwa pasti lebih parah dari ksatria. Tapi di saat seperti ini, hanya bisa bertahan.
Hampir bersamaan, cahaya ungu tiba-tiba muncul di depan pasukan.
Sangkar yang terbentuk dari energi sihir menyelimuti lempengan batu yang menyerang, lalu mengerut dengan cepat, terhempas menghentikannya secara paksa.
“Musuh... penyihir perempuan?” Baru saat itu Earl Delta menyadari.
Pasukan Pertama baru berhenti menembak setelah semua lempengan batu yang berdiri jatuh ke tanah.
Kabut mesiu pekat mengaburkan pandangan, udara dipenuhi bau belerang yang menyengat, namun tak seorang pun berani menggosok mata atau batuk. Selain suara pengisian peluru, suasana di lokasi sejenak hening hingga mengerikan.
"Putri Sylvie?" Kapak Besi bertanya.
"Energi sihir... menghilang," ujarnya perlahan.
Menghilangnya energi sihir berarti musuh telah meninggalkan medan perang, atau sudah menemui kematian.
Saat kabut akhirnya tersapu, Brian baru bisa melihat hasilnya.
Seorang perempuan terbaring dalam genangan darah, rambut keriting panjang hijau kebiruan terlihat semakin gelap karena basah oleh darah segar.
Brian melepaskan Earl yang masih terguncang, lalu mendekatinya - jubah pendeta merah-putih dengan jelas menunjukkan statusnya.
Dua luka selebar telapak tangan menghiasi dada dan perut Sang Penyuci, masih mengalirkan gumpalan darah merah kecoklatan. Kemungkinan peluru yang menembus lempengan batu masih menyisakan kekuatan cukup untuk menembus masuk ke tubuhnya. Lengan dan kakinya penuh luka-luka, mungkin akibat terkena pecahan batu yang beterbangan.
Menggunakan lempengan batu hijau kebiruan dari jalanan sebagai perisai, lalu melemparkan sisa lempengan sebagai senjata untuk menyerang musuh - meski lawan membawa Batu Hukuman Dewa, serangan semacam ini sulit didekati. Taktik yang seharusnya tepat, namun gagal mengantisipasi kekuatan senjata api.
Kalau diingat-ingat sekarang, mungkin lawan sudah terkena hujan peluru yang bertubi-tubi pada serangan pertama, tapi dia tetap bertahan membalikkan dan melempar lempengan batu. Keinginannya yang kuat sangat terlihat.
"Apakah dia benar-benar penyihir perempuan gereja?" Delta mendekat dengan waspada.
"Bukannya Yang Mulia Kaisar sudah menjelaskan dengan jelas dalam promosi di ibu kota kerajaan?" Brian menjawab kesal, "Gereja tidak hanya meracuni orang banyak dengan pil eliksir gereja, tapi juga diam-diam mencetak penyihir perempuan yang bekerja untuk mereka. Sedangkan perempuan-perempuan tidak bersalah yang diframing gereja, merekalah yang berada di pihak kita. Apa kamu sama sekali tidak mendengar informasi ini?"
"Dengar sih dengar, tapi benar-benar sulit dipercaya..."
Ini bukan apa-apa. Masih banyak perbuatan hina yang dilakukan gereja. Tentu saja, para bangsawan juga tidak lebih baik. Brian berpikir dalam hati, tapi tidak melanjutkan bicara.
Yang juga terguncang oleh konflik singkat ini adalah Edith.
Ini pertama kalinya dia melihat taktik pertarungan pasukan senjata api. Dari mendeteksi target hingga menghancurkan musuh, seluruh prosesnya seperti badai dan hujan lebat. Para prajurit hanya perlu berdiri diam. Dalam hal konsumsi stamina saja, tentara Yang Mulia Kaisar sudah memiliki keunggulan mutlak. Bayangkan, semakin besar skala pertempuran, semakin jelas keunggulan penggunaan senjata api.
Tak diragukan lagi, bentuk perang yang mengandalkan baju besi tebal dan bilah tajam sudah benar-benar berubah.
Tambahkan asosiasi tentang mesin-mesin di Wilayah Barat yang terus menderu sepanjang malam memproduksi senjata semacam ini, maka akan terlihat betapa mengerikannya potensi perang yang dimiliki wilayah Yang Mulia Kaisar.
Baru setelah Kapak Besi memerintahkan tim untuk melanjutkan perjalanan, Edith bereaksi.
Namun keyakinan di hatinya semakin menguat - pilihannya sudah benar.
Angkatan Darat Pertama berbelok di sudut jalan, tak lama kemudian tiba di pintu gereja. Di tanah sudah tergeletak banyak mayat, dari pakaiannya kebanyakan adalah anggota tim patroli.
Penyebab insiden segera terungkap. Saat tim patroli menjalankan perintah memblokir gereja, lebih dari dua ratus yang mengamuk tiba-tiba keluar dengan kekerasan, menghancurkan formasi orang-orang sang pangeran. Sebagian penganut tetap bertahan dan menjerat tim patroli sambil menciptakan kekacauan di wilayah kota luar, sementara yang lain langsung mencoba menerobos ke arah gerbang kota. Beruntung saat itu Angkatan Darat Pertama hanya berjarak kurang dari seratus meter dari gereja, sehingga langsung bertemu dengan para Penyuci. Jika terlambat seperempat jam, diperkirakan para Penyuci sudah bisa kabur dalam kekacauan.
Brian memimpin pasukan memasuki gereja dan segera membersihkan sisa-sisa penentang di dalam.
Selanjutnya adalah momen penjarahan. Sesuai permintaan Yang Mulia Kaisar, dokumen gereja, surat-surat, dan logistik harus digeledah habis tanpa sisa.
Di bawah instruksi Sylvie, para prajurit menggunakan bungkusan kecil bahan peledak untuk meledakkan pintu besi kokoh di ruang bawah tanah. Saat daun pintu perlahan runtuh, orang-orang yang hadir tak bisa menahan diri membelalakkan mata mereka.
Terlihat belasan peti Batu Hukuman Dewa tersusun rapi, sedangkan lantai dipenuhi tumpukan koin uang yang berkilauan keemasan.
