Kemudian disusul keheningan yang panjang.
Mata Anna tidak setenang yang dibayangkannya. Dalam tatapan diam itu, di bawah permukaan danau biru kehijauan bergelora aliran bawah air - ada kekhawatiran, ketakutan, namun lebih banyak tekad. Justru karena itulah ekspresinya bisa begitu tegas.
Semakin waktu berlaya tanpa disadari, perasaan ini semakin kuat.
Roland akhirnya menyadari bahwa mungkin tidak ada cara untuk meyakinkannya.
Ia menutup mata dan menghela napas panjang.
"Baiklah, tapi kau harus menyetujui satu permintaanku."
"Katakan."
"Jangan mendekati garis depan, harus tetap di belakang garis."
"Setuju."
"Jika ada krisis di medan perang..." Roland menjilat bibirnya, "Maksudku, seandainya aku celaka..."
"Jika benar itu terjadi, aku akan segera meninggalkan wilayah utara," Anna blak-blakan.
Roland tak bisa menahan keterkejutannya.
“Apakah kau khawatir aku akan membalaskan dendam pada gereja dan akhirnya kehilangan nyawa sia-sia?” Dia mengusap pipinya, “Hanya Nightingale dan abu yang mungkin melakukan itu. Aku akan segera kembali ke Wilayah Barat, lalu membawa semua orang yang mau mengikutimu ke Pulau Tertidur, berakar di sana dan terus melawan Kota Suci. Yang Mulia Kaisar, meski sangat ingin menemanimu, aku tahu kau tak ingin hal ini terjadi.” Dia berhenti sejenak, “Jadi aku berjanji padamu, sebelum dunia yang kau idamkan terwujud, aku akan terus melangkah menggantikanmu sampai para penyihir perempuan dan orang biasa bisa hidup bebas bersama.”
Dia tak menjawab, juga tak perlu menjawab... Pertumbuhan Anna melampaui imajinasinya, ini sudah menjadi imbalan terbaik sejak kedatangannya di dunia ini.
Dia mengulurkan tangan, melepaskan kancing baju Roland.
Segalanya tak perlu diucapkan lagi.
Keduanya berpelukan dalam ciuman sambil terjatuh ke ranjang.
Kobaran Api Hitam menurunkan tirai, menyibakkan pakaian dan alas tidur, takdir terhubung erat pada keit ini, disaksikan oleh taburan bintang-bintang di langit.
……
Dua hari kemudian, Roland menyampaikan pidato terakhirnya di alun-alun sebelum pemberangkatan.
Rakyat yang mendengar kabar itu memadati alun-alun hingga sesak. Setelah berkembang selama satu setengah tahun, bekas Perbatasan Kota telah lenyap, digantikan oleh Kota Tanpa Musim Dingin yang ramai dan sibuk. Kehidupan rakyat mengalami perubahan drastis, reputasi Roland pun mencapai puncak yang belum pernah dialami sebelumnya.
“Wargaku, selamat pagi.” Saat naik ke podium, sorak-sorai membahana menyambutnya.
“Hidup Sang Raja!”
“Hidup Yang Mulia Roland!”
Tanpa perlu Echo sebagai penggerak atau provokasi apapun, rakyat secara sadar dan antusias mengeluarkan sorakan penuh hormat, telapak tangan yang terkepal bagai lautan yang bergelora.
Suasana baru mereda setelah setengah keit berlalu.
"Kalian pasti sudah mengetahui," Roland memandang sekeliling ke ribuan pasang mata penuh kekaguman di bawah panggung, suaranya berat, "Kerajaan akan menghadapi Perang Membela Diri melawan penjajah, musuh kita adalah Kota Suci Hermes yang telah menelan Musim Dingin Abadi dan Hati Serigala! Dari Empat Kerajaan, kini hanya tersisa Greycastle dan Fajar. Sekarang, sasaran mereka telah diarahkan ke kita!"
"Aku tahu sebagian dari kalian pernah mempercayai dewa, mempercayai gereja. Itu bukan aib! Kebaikan kalian dimanfaatkan, harapan kalian ditipu. Apakah aku harus menyalahkan korban seperti kalian, bukan para penipu dan perampok itu? Tentu tidak!" Ia mengangkat kepalan tangan, "Yang harus membayar harga adalah gereja! Hanya dari penjualan Batu Hukuman Dewa saja, mereka mengeruk puluhan ribu Emas Naga setiap tahun - uang yang seharusnya menjadi hak kalian!"
"Mengapa? Logikanya sederhana: Bangsawan enggan mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli batu suci, lalu memindahkan beban ini ke pundak rakyat melalui penaikan pajak, peningkatan kuota penyerahan, denda, perampasan - inilah alasannya! Dan bukan hanya batu suci, pembangunan gereja, imam kepala yang bermukim, ritual pencucian dengan air suci - aku yakin kalian sangat familiar dengan pungutan paksa macam ini!"
Jika berbicara tentang apa yang paling mudah dipahami dan paling dibenci oleh rakyat, pastilah eksploitasi dan penindasan. Taktik gereja tidak seblatant bangsawan, namun di mata Roland yang berpengalaman tempur, menembus selapis tipis kain penutup malu ini sama sekali tidak sulit, sekaligus menyiramkan beberapa baskom air kotor dengan mudah.
"Gereja berjanji uang ini akan ditukar dengan perlindungan dewa, tapi hasilnya? Sebelum aku datang ke kota kecil ini, rakyat selalu kelaparan dan kedinginan, kelaparan dan hawa dingin yang menggigit tetap datang setiap Bulan Iblis. Mereka yang tidak bertahan menutup mata selamanya, sedangkan yang bertahan... apakah karena bantuan gereja atau dewa? Tidak, mereka sama sekali tidak melakukan apa-apa!" Roland meninggikan suaranya tajam, "Satu-satunya yang menarik bagi mereka adalah menghisap darah kalian sampai kering!"
Penduduk lokal masih jelas mengingat semua ini, sementara pengungsi dari kota-kota lain sebagian besar juga mengalami nasib serupa. Amarah meledak di alun-alun, yang lain mulai mengaitkan semua penderitaan masa lalu dengan gereja.
"Karena itu aku takkan pernah menyerah, apalagi kalah dari lintah darat penghisap darah ini!" Roland menggebrak kepalan tangannya, "Angkatan Darat Pertama akan menghancurkan mereka menjadi serbuk, takkan ada lagi yang berani merebut rakyatku! Kalian tak perlu khawatir membayar uang untuk membangun gereja atau menebus dosa, karena pajak sialan ini akan lenyap tanpa jejak di hadapan Greycastle yang baru lahir!"
“Fakta telah membuktikan, tanpa gereja ada, Kota Tanpa Musim Dingin akan menjadi lebih baik, begitu juga kota-kota lain!”
“Yang menciptakan semua ini adalah telapak tangan kalian, roh kalian, bukan hal-hal yang tak berwujud. Inilah mengapa saya terus menekankan kehormatan kerja. Hanya kerja yang bisa menciptakan kekayaan, dan kalianlah para pekerja yang sangat terhormat. Banggalah! Tanpa kalian, tak akan ada kemakmuran Kota Tanpa Musim Dingin hari ini!”
Dia menekan kedua telapak tangannya ke bawah, menghentikan sorak sorai rakyat wilayah, “Karena itu Angkatan Darat Pertama telah berangkat. Mereka akan menuju wilayah utara untuk bertempur melawan gereja yang mengincar semua ini. Jika kalah, kita akan kehilangan segala yang dimiliki dan kembali ke masa lalu yang miskin dan penuh penderitaan... Katakan keras-keras, maukah kalian kembali ke masa lalu?”
Jawabannya sudah jelas tanpa perlu diucapkan.
“Tidak, Yang Mulia! Kami akan bertempur melawan gereja sampai akhir!”
“Bunuh semuanya!”
“Usir mereka dari Greycastle!”
“Pertahankan Yang Mulia Roland dengan taruhan nyawa!”
Jawaban dari bawah panggung beragam, tapi ekspresi wajah semua orang sama - mereka rela mempertahankan segala pencapaian yang sulit diraih ini.
“Bagus! Saya tidak perlu kalian turun ke medan untuk membunuh musuh, itu tanggung jawab Angkatan Darat Pertama. Kalian juga tak perlu membayar pajak perang tambahan, itu cara musuh. Cukup lanjutkan pembangunan dan produksi Kota Tanpa Musim Dingin seperti biasa - itu bantuan terbaik untuk sanak saudara yang bertempur di garis depan.” Roland menepuk dada dengan tangan kanannya lalu memberi penghormatan militer, “Kita pasti menang! Hidup Kerajaan Greycastle!”
“Kemenangan!”
“Hidup!”
“Rakyat terus melantunkan dua kata ini, bahkan lama setelah Roland pergi, nyanyian itu tak kunjung mereda.”
Di sore hari itu, pasukan terakhir naik ke kapal roda dayung. Angkatan Darat, dengan Kapal Roland sebagai flagship, membunyikan sirene dan berangkat.
Tujuan——Lembah Sunyi!
