……
Di mana-mana terdengar gemuruh yang menusuk telinga.
Jieluo hanya bisa mendengar jeritan dan rintihan samar-samar di sela-sela suara.
Di depan terdapat formasi perisai dari Prajurit Hukuman Dewa, diikuti tentara Pengadilan yang perlahan maju - formasi ini awalnya dilatih untuk menghadapi serangan bertubi-tubi makhluk jahat, namun perisai besar juga efektif melawan busur silang dan senjata api. Perisai besi setebal satu jari cukup untuk menahan serangan bertubi-tubi panah kuat, sedangkan senjata api tiruan Tifico juga tidak bisa menembusnya sama sekali. Satu-satunya kelemahan adalah beratnya yang berlebihan, hanya Pasukan Hukuman Dewa yang bisa menggendongnya dalam pergerakan tempur.
Tapi sekarang semuanya lumpuh.
Sesekali Prajurit Hukuman Dewa terbelah dua oleh bola besi yang datang dengan deru, bahkan orang di belakangnya ikut menjadi korban. Dari luka terbuka itu segera muncul kabut darah, prajurit yang tidak mati seketika memegang organ dalam atau anggota tubuh sambil meratap kesakitan, terus mengikis semangat tempur rekan seperjuangan.
"Ini tidak bisa terus begini, suruh Pasukan Hukuman Dewa melakukan serangan frontal!" teriak ajudan.
"Benar, Yang Mulia Soli," komandan lain mengepal erat tinjunya, "Bola besi hanya bergerak lurus ke depan dengan kecepatan tembak yang lambat. Memecah formasi adalah tindakan yang benar! Kita tidak bisa terus menjadi sasaran tembak!"
"Aku mengerti. Sampaikan perintahku: bubarkan formasi, semua pasukan maju menyerang!"
Jieluo mendengar Soli Dar memberikan perintah serangan.
Tapi pada saat itu, senjata baru bergabung dalam medan perang.
Suaranya seperti hujan yang tak henti, atau dengungan pedang yang saling berbenturan - garis depan seketika tertutup debu dan asap. Prajurit yang menyerang berjatuhan bagai gandum tertuai, sementara dia bahkan tidak bisa melihat dari mana serangan itu berasal.
Wajah para komandan seketika menjadi pucat pasi.
Semua tahu bahwa pertempuran ini sudah diputuskan.
Tiba-tiba, telinga Jieluo menangkap suara desisan menusuk udara yang tajam dan tersembunyi, seperti ular berbisa yang mendesiskan lidah.
Bahaya!
Matanya beralih ke arah sumber suara, reflek ingin menghindar, tapi teringat bahwa tubuh ini bukan miliknya.
「Sayangnya, Soli Dar jauh tidak sewaspada dirinya.」
「Sebuah bola besi jatuh dari tengah hampa, menghantam tanah tepat di depannya, lalu melambung tinggi dan berpapasan dengannya.」
「Jieluo hanya merasakan perspektifnya berputar-putar, lalu terjatuh ke tanah.」
「Darah segar terus mengalir dari bahu Soli, di posisi yang seharusnya ada lengan kini kosong melompong. Ia mengatupkan gigi untuk menahan jerit kesakitan.」
「Orang-orang di sekitarnya bergegas mengerumuni.」
「Yang Mulia Uskup!」
「Astaga, dewa melindungi, tangan Yang Mulia...」
「Mundur! Suruh semua pasukan menarik diri!」
「Bawa Yang Mulia Soli pergi dari sini, aku yang akan menghadang musuh!」
「Kenangan terputus di sini.」
「Jieluo membuka mata, prisma batu suci di kedalaman tanah dan Istana Rahasia Pusat kembali terpampang di depan matanya.」
「Rupanya begitu, ia menunduk, mulutnya terkulum tanpa bisa dikendalikan.」
「Dengan ini, segala sesuatu menjadi masuk akal.」
「Mengapa Roland Wimbledon bisa dalam satu setengah tahun berubah dari pangeran perbatasan tak dikenal menjadi raja baru Greycastle; mengapa ia bisa mengalahkan Ordo Ksatria Duke dan pasukan mengamuk Pangeran Kedua dalam berbagai pertempuran, bahkan menaklukkan ibu kota kerajaan dalam sehari; inilah alasannya.」
「Dentuman Boom yang tak henti-henti, bau mesiu yang melayang di lokasi... semuanya membuktikan bahwa ini adalah senjata api baru - tabung bubuk salju tiruan Tifico, bahkan belum bisa menyentuh bulu musuh.」
"Jika tidak 'menyaksikan dengan mata kepala sendiri', Jieluo sama sekali tidak bisa membayangkan senjata bubuk salju ternyata mampu mengeluarkan daya penghancur sebesar ini."
"Dia jelas tidak akan percaya ini adalah rahasia warisan Keluarga Wimbledom. Jika tidak, Tifico dan Garcia mustahil sama sekali tidak tahu apa-apa tentang hal ini."
"Tak diragukan lagi, Roland pasti menemukan sesuatu di Perbatasan Kota yang membawanya pada pencapaian seperti sekarang."
"Mungkin ini adalah keluarga terpencil yang menguasai jurus rahasia kuno - sejak Persatuan bubar, banyak pengrajin ahli yang membantu pembangunan penduduk lokal hilang kontak. Bukan tidak mungkin mereka menciptakan peralatan presisi semacam ini."
"Atau mungkin reruntuhan misteri yang tersembunyi di pegunungan terjepit - catatan sejarah di perpustakaan menyebutkan adanya situs aneh berusia tua di tepi wilayah liar. Penyebab perpecahan Persatuan juga karena penemuan labirin bawah tanah."
"Tapi dia lebih meyakini ini adalah kemampuan penyihir perempuan yang membuat bubuk salju biasa memiliki daya mematikan luar biasa."
"Karena alasan inilah Pangeran Keempat tiba-tiba mengubah sikapnya, giat merekrut penyihir perempuan dan membantu membersihkan nama mereka."
"Tapi tebakannya sendiri tidak penting... Apapun alasannya, Roland Wimbledon sendiri pasti jelas-jelas memahami semua ini."
"Asalkan bisa menyerap Roland, kronologi pasti senjata-senjata ini akan sepenuhnya dikuasainya."
"Yang Mulia Jieluo...?" Kapten Pengawal yang menjaga pintu sangkar gantung mulai khawatir melihatnya diam terlalu lama.
Jieluo menekan gejolak semangat di hatinya, hingga sudut mulut yang sedikit terangkat kembali sepenuhnya rata, barulah perlahan keluar dari sangkar gantung, "Saya baik-baik saja, beri tahu badan intelijen untuk memanggil kembali semua Penyuci yang masih berada di kerajaan Fajar."
"Semuanya?" sang kapten tertegun, "Tapi rencana yang Yang Mulia susun sebelumnya..."
"Pertempangan terakhir akan segera dimulai," ujar Jieluo perlahan-lahan, "Saya ingin bertemu setiap orang."
Tak diragukan lagi, dibandingkan dengan apa yang ada di kepala Roland, situasi di Fajar sudah tidak berarti.
Kekuatan dahsyat, jangkauan mengejutkan, bisa digunakan orang biasa - cukup dengan membayangkannya saja, artinya sudah jelas.
Jika senjata ini bisa diproduksi secara besar-besaran sebelum Turunnya bulan merah, peluang Kota Suci melawan iblis akan meningkat drastis.
Dan dirinya, juga akan semakin mendekati makna ilahi.
……
Greycastle wilayah utara, Lembah Sunyi.
Setelah makan malam, Ifi kembali ke kamar tidur kastil dan tak bisa menahan menguap. Selama setengah bulan ini, selain menjalankan Operasi Cabut Gigi, setelah tiba di kota kecil pun dia tak diam - mulai membantu Angkatan Darat Pertama menjaga perkemahan, lalu mengikuti Edith dkk ke Pergunungan Angin Dingin untuk memindahkan penduduk setempat. Meski sibuk, hidupnya terasa bermakna.
Saat gejolak hati mereda, dia menyadari para penyihir non-tempur memang memiliki kilatan cahaya unik masing-masing. Jika mengabaikan kemampuan, dirinya tak berbeda dengan kebanyakan orang biasa.
Dalam interaksi keseharian, dia perlahan mulai diterima oleh anggota Aliansi Penyihir Perempuan. Bahkan saat menjalankan tugas kewaspadaan, Maisie pertama kalinya menyapanya—meskipun kilat di sampingnya terlihat enggan.
Ifi tidak berharap dimaafkan oleh mereka, melainkan berniat menebus kesalahan masa lalu melalui tindakan. Dia bahkan tak peduli apakah akhirnya bisa disebut saudari perempuan, semua ini dilakukan untuk penebusan dosa.
Menebus dosa pada satu-satunya temannya, Annie.
Saat Ifi hendak naik ke ranjang, terdengar ketukan di pintu ruangan.
Dia membuka pintu dan terkejut menemukan pemimpin Pulau Tertidur, Yang Mulia Tili Wimbledom, berdiri di luar.
"Aku ingin bicara tentang Bloodtooth Society," Tili menghela napas ringan, "juga Hetty Morgan dan... Annie."
