……
“Yang Mulia Jieluo, Maggie tidak bisa bertahan lama lagi.”
Vanilla menolehkan kepala, berkata dengan wajah penuh kekhawatiran.
“Tunggu sebentar lagi.”
Jieluo memandang ke atas dengan ekspresi dingin—— meski berada di bawah tanah, langit-langit tetap terang benderang. Pasukan Hukuman Dewa bergerak melalui jaringan terowongan yang berantakan, perlahan menggerogoti basis pertahanan musuh, namun jelas pergerakan mereka semakin melambat.
Setiap pos penjagaan dijaga oleh sejumlah besar prajurit. Lorong lurus hampir mustahil dihindari. Saat melempar tombak, mereka pasti akan dijatuhkan oleh senjata bubuk salju. Hanya bisa mengisi jarak antar selokan dengan jumlah personel. Dasar banyak lubang sudah tergenangi darah biru.
Di tanah, pergerakan maju bahkan lebih sulit.
Meski Prajurit Hukuman Dewa bisa melompati kawat berduri yang tak terputus dan tak bisa diinjak, bentuk tubuh mereka akan terbuka di bawah panas musuh. Terutama di empat menara pengawas di belakang garis pertahanan, kobaran api pembunuh hampir tak pernah berhenti.
Mungkin selokan ketiga adalah batas maksimal Pasukan Hukuman Dewa.
Sial! Tak menyangka situasi akan terjebak dalam kekakuan seperti ini.
Untuk hari ini, dia jelas sudah mempersiapkan segalanya dengan matang.
Seperti menemukan posisi Roland Wimbledon.
Perundingan delegasi utusan hanyalah kedok. Bisa bertemu pihak lawan lebih baik, tapi jika tidak pun tak masalah. Surat atas nama Paus mengungkap sebagian rahasia gereja dan Perang Makna Ilahi. Kabar yang terdengar seperti dongeng ini mungkin akan ditertawakan orang lain, tapi gelar Paus sendiri adalah jaminan.
Apalagi, semua yang ditulisnya benar. Bahkan jika Roland memiliki penyihir perempuan yang bisa membedakan keaslian dari tulisan, tak akan ditemukan kecurangan apapun.
Permukaan kertas surat dilapisi serbuk khusus - produk alkimia yang dikembangkan mekanisme tersembunyi Pusat, mengeluarkan bau tak terdeteksi orang biasa. Setiap kontak dengan kertas, aroma ini akan terkumpul dan meresap ke kulit, sulit dihilangkan bahkan dengan air.
Jieluo yakin semuanya akan sampai ke tangan Roland - tak ada penguasa yang tak tertarik pada rahasia menggemparkan ini, juga mustahil memberikan kertas ini sembarangan untuk dibaca orang lain. Dengan demikian, bau yang melekat padanya pasti paling kuat dibanding semua orang, meski tampak sama seperti manusia biasa, bagi hidung Xiangcao, aroma ini adalah beacon paling mencolok.
Saat Xiangcao menggunakan kemampuannya, ia bisa mencium berbagai bau tak terbayangkan. Menurut penjelasannya, darah sebulan lalu masih mengeluarkan bau anyir samar, bahkan bisa merasakan bau tak biasa pada kulit binatang yang sedang birahi.
Saat ini, Roland hanya berjarak seribu langkah dari mereka.
Kedua, mempertimbangkan kemungkinan adanya penyihir perempuan yang bisa mengobservasi energi sihir di perkemahan lawan, Jieluo tak segan menggunakan Pasukan Hukuman Dewa dan Tentara Pengadilan untuk menarik seluruh perhatian garis pertahanan Greycastle, bahkan mengorbankan beberapa Penyuci yang kurang penting. Penghancur sejati justru bersembunyi di bawah tanah, menggunakan Bahtera Energi Sihir Maggie untuk menembus lapisan batuan.
Kunci pemecah terakhir terletak pada cadar hitam.
Sebagai salah satu dari tiga Penyuci tertinggi di Kota Suci yang dihargai oleh Yang Mulia Oberlain, kemampuannya bagi orang biasa yang tak terlindungi bagaikan Kehadiran Langsung Tuhan Kematian. Sebelum dewasa, siapapun yang bertatapan dengannya akan merasakan ketakutan terdalam dari lubuk hati. Setelah dewasa, kemampuan ini semakin meningkat - hanya dengan melihat matanya, kesadaran akan direnggut rasa takut, membunuh diri sendiri atau melukai orang sekitar dalam fantasi mengerikan nan gila.
Bersamaan dengan itu, cabang kemampuan Kebangkitan Cadar Hitam juga luar biasa kuat. Tatapan tak lagi terbatas pada menciptakan ketakutan, melainkan fantasi nyata-semu yang sulit dibedakan. Meski hanya bisa mempengaruhi satu orang dalam waktu sama, efeknya bisa sangat menentukan di momen krusial - Uskup Agung Tiflen yang tak pernah meragukan perintah Paus sepenuhnya merupakan hasil kemampuan Cadar Hitam.
Di bawah Sorotan Mata Tuhan Kematian, menghancurkan pasukan Roland dalam sekali serangan memang tak lagi mengherankan.
Semua tampak berjalan mulus, hingga pertempuran pecah dan Jieluo baru menyadari: dirinya masih salah perhitungan.
Dia tak menyangka masih meremehkan kekuatan senjata bubuk salju.
Senjata Roland bahkan sudah menyerang dari jarak 10 li (5 km). Jalan gunung diselimuti asap pekat dan kobaran api. Sebelum menyentuh garis pertahanan, pasukan besar gereja sudah mendapat pukulan telak.
Saat beralih menyerang basis pertahanan, keadaan Pasukan Hukuman Dewa ternyata tak jauh lebih baik.
Parit-parit yang tampak dangkal ini ternyata lebih sulit diatasi dibanding tembok kota yang menjulang. Para ahli bela diri merebut alur demi alur di bawah hujan peluru, namun tak menyangka musuh sama sekali tidak peduli dengan hilangnya garis pertahanan. Mereka mundur secara teratur, membiarkan Pasukan Hukuman Dewa yang telah membayar mahal untuk maju mengambil alih lorong, lalu terus menghalangi gerakan prajurit dengan memanfaatkan lorong-lorong berikutnya. Selama proses ini, Jieluo bahkan melihat seorang Orang Luar Biasa!
Bahtera Sihir Maggie tidak bisa dipertahankan selamanya, sementara momentum Pasukan Hukuman Dewa semakin melemah. Namun situasi saat ini masih jauh dari skenario awal yang dia bayangkan.
Menurut persepsi Isabella, kurang dari setengah musuh yang mengenakan batu suci. Untuk memaksimalkan jumlah orang yang melihatnya, mereka harus dikumpulkan. Saat ini Pasukan Hukuman Dewa baru mencapai parit ketiga, sementara personel di parit-parit sisanya masih terlalu jarang.
Begitu cadar hitam terbuka di depan umum, waktu untuk menggunakan kemampuannya akan sangat terbatas—hanya satu hingga dua tarikan napas. Berapa banyak yang bisa memusatkan perhatian padanya? Banyak yang mungkin belum sempat bereaksi sebelum dia terjatuh oleh senjata bubuk salju.
“Yang Mulia, bahtera... hampir hancur...” Butiran keringat besar muncul di wajah Maggie, suaranya gemetar. Jelas penggunaan energi sihir berlebihan menjadi beban yang sangat besar baginya. Bersamaan dengan itu, retakan mulai muncul di dinding ruang angkasa, kubah semakin menggelap. Jieluo tahu dia harus segera membuat keputusan.
Atau mungkin, sebenarnya dia sama sekali tidak punya pilihan lain.
“Naik ke atas, jalankan rencana sesuai prosedur!”
Maggie menghela nafas panjang, mulai mengendalikan bahtera mendekati tanah dengan cepat. Sesaat setelah menerobos permukaan, energi sihir tiba-tiba sirna. Bau mesiu yang menyengat, gemuruh dentuman yang terus-menerus, serta bau amis darah langsung memenuhi sekeliling.
Cadar hitam menoleh memandang Jieluo dengan tatapan dalam, lalu melompat keluar dari lubang persegi yang terbentuk oleh bahtera.
Bisa dipastikan, ini adalah kali terakhirnya melayani gereja.
Medan perang tiba-tiba hening, seolah tenggorokan semua orang dicekik oleh tangan tak kasat mata raksasa.
“Isabella!” teriak Jieluo, “Aktifkan Tak Terbatas!”
Beberapa dentuman nyaring bergema. Darah menyembur dari punggung cadar hitam bagai daun tak berakar, sebelum akhirnya terjatuh kembali ke dasar lubang.
Isabella mengeratkan giginya, menggenggam erat jimat di telapak tangan.
Batu ajaib hitam pekat yang tembus cahaya tiba-tiba memancarkan kilau suram, seolah menyedot seluruh sinar matahari di sekitarnya. Gelombang tak kasat mata menyebar dari sini, di bawah pengaruh "Tak Terbatas", dengan cepat menjangkau seluruh medan perang - Amplitudo gelombangnya identik dengan batu suci yang dikenakan Roland, hanya berlawanan arah. Di bawah pengaruh gelombang ini, lubang hitam yang terbentuk dari batu suci berkualitas tinggi menghilang tak berbekas.
Hampir bersamaan, Jieluo berubah menjadi seberkas cahaya redup, menerjang ke arah Raja Benteng Abu-abu yang berjarak seribu langkah.
Saat terlempar dari lubang, dari ketinggian ia menyaksikan seluruh medan perang -
Ratusan prajurit biasa yang tergeletak tak berdaya di terowongan.
Ekspresi terkejut dan panik di wajah musuh.
Orang-orang Luar Biasa yang mendekat dengan cepat.
Tentara Pengadilan yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang frontal.
Segalanya seolah terhenti, hingga kobaran api mematikan dari menara pengawal kembali muncul, barulah waktu di medan perang mulai mengalir lagi. Pertempuran kacau, teriakan keras, rintihan dan ledakan bubuk salju ditenun menjadi kidung pujian yang mengguncang jiwa.
Di podium tinggi yang semakin mendekat, ia melihat pangeran berambut abu-abu itu, dan juga senyum dewa yang ditujukan padanya.
……
Nightingale menyaksikan dengan jelas perubahan aneh ini. Dalam dunia kabut hitam-putih, cahaya gemilang energi sihir dari bayangan itu sangat mencolok, seperti pusaran berkabut yang menerjang ke garis belakang basis pertahanan dengan kecepatan luar biasa.
“Dia tahu, ini adalah serangan terakhir dan paling memfatalkan dari Sang Penyuci.”
“Lindungi Yang Mulia Kaisar!”
Sha Wei mengangkat tangannya membentangkan tameng energi sihir yang lebar, cukup untuk melingkupi seluruh podium tinggi.
Andrea memanggil busur panjang magis, melepaskan panah bercahaya menyilaukan bagai mentari ke arah cahaya redup itu.
Nightingale menyambar Roland yang telah kehilangan perlindungan batu suci, membawanya kabur jauh - apapun cahaya redup itu, jelas mengincar Yang Mulia.
Tapi kecepatan gerakannya sungguh luar biasa.
Sekejap mata, cahaya redup itu telah menembus panah cahaya dan tameng energi sihir, tanpa terpengaruh mengejar mereka berdua, bahkan kabut pun tak bisa menghalangi pelacakannya.
Nightingale tanpa ragu-ragu mendorong Roland, lalu menubruk cahaya redup itu dengan tubuhnya.
Sayang upaya terakhir tetap tak berguna. Dalam kilatan listrik dan percikan api, cahaya redup itu menembus tubuhnya dan langsung menyusup ke dalam tubuh Roland.
“Tidaaak—!” Teriakannya menusuk hati.
Roland membelalakkan matanya, tubuhnya limbung beberapa langkah sebelum akhirnya terjatuh terlentang.
