Meninggalkan gua batu kapur gelap gulita, penuntun menggandeng tangan Yorko menuju lubang kecil di dinding samping dengan lancar.
Meski kondisi tanah saja sulit dilihat, langkah No.76 sama sekali tidak melambat. Yorko bisa merasakan tenaganya hampir menyamai dirinya, telapak tangan yang berkapalan bertolak belakang dengan siluet rampingnya – mungkin selain melayani tamu, pameran bawah tanah juga mempekerjakannya sebagai setengah pengawal – Mencetak orang seperti ini tidak mudah, lebih baik membelinya dari 「Uang Hitam」.
"Hill Fox meski terlihat cakap dan pintar, tapi toh dia orangnya si teman lama, pasti tidak akan mengabdi seumur hidup. Apalagi dia laki-laki, kalau dijadikan pengawal pribadi rasanya agak... menjijikkan. Jika diganti dengan Nomor Tujuh Puluh Enam, jelas jauh lebih cocok."
"Tentu saja, masalah seperti ini Yorko hanya bisa membayangkannya. Lagi pula surat hitam bukan miliknya, empat ribu naga emas sudah jauh melebihi perkiraan Otto. Jika ditambah pemakaian pribadi, khawatir keluarga Loxi yang termasuk tiga keluarga besar akan langsung berkonflik dengannya. Kalau begitu kerugian lebih besar daripada keuntungan."
"Setelah memasuki lubang-lubang kecil itu, Yorko menemukan sebagian besar merupakan lorong alami. Karena topografinya sempit, cahaya obor terlihat lebih terang. Selain itu di langit-langit gua terdapat banyak sumur vertikal yang samar-samar memperlihatkan langit yang diselubungi kelam malam. Jalan-jalan kecil ini berkelindan menuju kelompok gua kapal yang lebih dalam, beberapa sudah ditransformasi menjadi penginapan, sementara yang lain tergantung papan bertuliskan tong anggur, seolah-olah menyerupai sebuah kota kecil bawah tanah."
"Tampaknya menyediakan pemandu bagi pelanggan adalah keharusan. Kalau tidak, hanya untuk menemukan kamar sendiri bisa menghabiskan waktu setengah hari."
"Ngomong-ngomong, bagaimana cara saya membayar tawaran lelang ini?" Yorko berbisik sambil memastikan tidak ada orang di sekitar.
“Setelah Yang Mulia memastikan barang dagangan terlindungi, serahkan undangan kepada saya sebelum meninggalkan perut bumi,” Nomor 76 menjawab sambil tersenyum, “Saya akan mengurus prosedur selanjutnya. Yang Mulia juga bisa mengunjungi kedai minuman kami, kasino, dan pemandian air hangat. Baik untuk mencari kesenangan maupun bersantai, 「Uang Hitam」 memiliki layanan yang sesuai.”
“Semua uang akan dicatat di 「surat hitam」?”
“Benar.”
“Bagaimana jika seseorang ingin membeli penuntun?”
“Cukup bayar 500 keping naga emas ke 「Uang Hitam」,” jawab Nomor 76 lancar, seolah terbiasa dengan pertanyaan semacam ini, “Yang Mulia, apakah ingin membeli saya?”
“Keharmonisan tidak diukur dari lamanya waktu, tapi dari sejauh mana kenikmatan,” Yorko menghindari pertanyaan, “Bagaimana pendapatmu?”
“Yang Mulia benar.” Tak terasa ia terkikik.
“Ngomong-ngomong, bisakah saya melihat wajahmu?”
“Maaf tidak bisa,” Nomor 76 menggelengkan kepala, “Kecuali Yang Mulia membeli penuntun, pihak kedua tidak boleh melepaskan penutup wajah secara pribadi. Ini peraturan 「Uang Hitam」.”
“Tapi kau bilang semua layanan bisa...”
“Tentu,” lawan bicaranya menyentuh bibir merahnya, nada bicaranya penuh godaan, “Ini tidak mengganggu pelayanan saya pada Yang Mulia.”
Semangat Yorko semakin membara.
“Kita sampai, ini kamar Yang Mulia,” melewati serangkaian lubang gua, Nomor 76 membawanya ke pintu kayu yang tertancap di ujung lubang gua. Di daun pintu terukir angka yang sama dengan nomornya, “Ruang terbagi menjadi anterium dan ruang dalam. Malam ini saya akan tidur di anterium, silakan panggil jika ada perintah.”
Setelah pintu kamar terbuka, Yorko tak bisa menahan diri mengangkat alis, "Ini yang disebut ruang anterium?"
Tampak di balik pintu, gua batu kapur itu sempit di depan namun melebar ke belakang. Ruang anterium yang dimaksud hanya seukuran tinggi manusia, dengan hamparan batang gandum di lantai. Tidur di sini mungkin tak beda jauh dengan kandang kuda.
"Soalnya ini di bawah tanah, sulit mencari banyak ruangan yang layak." Penuntun itu menggerakkan tangan dengan santai, kemudian membuka pintu kedua untuknya.
Ruang dalam pun tak lebih luas. Selain ranjang besar dan dua kursi empuk, hampir tak ada ruang untuk barang lain.
"Mm——! Mm——!"
Yorko melangkah masuk, langsung melihat penyihir perempuan yang berhasil ia menangkan di lelang. Telapak tangan dan kakinya terkait erat pada gelang besi di tembok, mulutnya disumpal kain sutra putih. Begitu melihat orang masuk, ia segera panik dan mulai bergerak-gerak.
Sudut mulutnya berkedut dua kali. Di hati, ia mengutuk habis-habisan para petinggi 「Wu」. Semula ia mengira setidaknya ada beberapa ruang isolasi dan sangkar khusus untuk mengurung budak. Ternyata segini sederhananya?
Bagaimana mungkin menikmati malam panjang bersama Tahanan No.76 dalam kondisi begini?
Mempertontonkan adegan mesum di depan penyihir perempuan itu?
Sudahlah! Perbuatan seperti ini mungkin lebih buruk daripada langsung menggoda fisiknya. Mengingat pesan Otto agar ia berusaha meraih kepercayaan si penyihir, alis Yorko semakin berkerut.
"「Wu」pasti punya akomodasi lain... maksudku, yang perlu bayar tambahan." Ia bertanya dengan wajah tak berdaya.
“Mengingat beberapa tamu memiliki permintaan tinggi untuk kamar tidur, kami menyediakan kediaman semi-terbuka yang lebih dekat ke tanah, juga kamar bertetangga dengan mata air gelap yang dekat dengan perut bumi.”
Benar, cara pedagang memperoleh uang benar-benar keterlaluan.
“Berapa yang termurah?”
“Tiga naga emas per malam.”
Harga ini hampir setara dengan menginap di penginapan kota dalam ibu kota kerajaan selama setengah bulan, Yorko menggerutu dalam hati. Tapi dibandingkan empat ribu naga emas, jumlah ini tidak berarti. Anggap saja biaya administrasi, seharusnya Otto Loxi tidak akan mempermasalahkannya.
“Kamu keluar dulu dan tunggu sebentar,” katanya setelah berpikir sejenak, “Aku ada hal yang perlu dibicarakan dengan penyihir perempuan ini. Aku akan memanggilmu setelah selesai.”
“Baik, Yang Mulia.” Nomor 76 mundur dari kamar dengan penuh hormat.
Yorko melepas jasnya, mendekati sang penyihir. Yang terakhir mulai menggeliat lebih keras, mata memancarkan ketakutan dan kekhawatiran.
Ia menghela napas, menyelimuti tubuh lawan dengan pakaiannya. “Dengar, aku diutus seseorang untuk menyelamatkanmu. Takkan ada yang menyakitimu asal kau tidak berisik. Angguk dua kali kalau mengerti.”
Penyihir itu berhenti menggeliat. Matanya menatap Yorko lama seolah tak percaya dengan ucapan tadi.
Duta Besar terpaksa mengulangi dengan suara lebih lembut – meski wajahnya cantik, gadis kecil belum dewasa seperti ini bukan seleranya.
Kali ini akhirnya dia mengangguk.
Yorko menghela napas lega, menarik gulungan kain dari mulut penyihir.
“Siapa sebenarnya kamu?” tanyanya setelah batuk dua kali.
“Seseorang yang datang untuk menyelamatkanmu,” Yorko kembali duduk di tepi ranjang, “Kamu punya nama?”
“Amy,” dia berhenti sejenak, “Kalau kamu memang datang untuk menyelamatkanku, kenapa tidak melepaskanku?”
“Bagaimana kalau kamu kabur? Jika tertangkap orang, aku tidak punya 4.000 naga emas lagi untuk membelimu kedua kali.” Yorko mengangkat tangan, “Untuk keamanan, lebih baik kamu tetap dalam keadaan terikat, juga tidak mudah menimbulkan kecurigaan. Besok setelah keluar, aku akan membebaskanmu, setuju?”
“Benarkah?” Amy setengah percaya.
Mudah sekali percaya pada orang lain, pantas saja ketahuan dan dilaporkan, pikirnya dalam hati. Untung kali ini bertemu dengannya, bisa dibilang dia beruntung.
“Tidak hanya itu, aku juga akan memperkenalkanmu tempat berkumpul para penyihir. Di sana banyak rekan menunggumu, kamu juga tidak perlu sembunyi-sembunyi setiap hari.” Yorko berdiri, “Jadi tunggu saja sampai besok, mengerti?”
“Tunggu, kamu mau ke mana?”
“Tentu saja menikmati kehidupan malam yang manis.” Dia menyeringai.
Saat Yorko hendak memanggil Nomor Tujuh Puluh Enam, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki berantakan dari ruang anterium, disusul benturan benda berat yang memekakkan - semuanya datang cepat, pergi juga cepat. Hanya dalam beberapa tarikan napas, suasana di luar kembali sunyi.
“Nomor Tujuh Puluh Enam?” tanyanya mencoba, tapi sudah tak ada jawaban.
