……
Roland mengusap keringat halus di dahi Anna, lalu memeluknya erat.
Dalam cahaya remang-remang, masih terlihat semburat merah memikat di pipi gadis itu.
Sejak membicarakan urusan mimpi sebelumnya, Roland selalu merasa Anna menjadi lebih proaktif dalam hal ini, bahkan giat mempelajari teknik-teknik baru - meskipun dibandingkan pengetahuan buku, kemajuannya di bidang ini cukup lambat. Melihat penampilan Anna yang kikuk namun serius, bagi Roland ini benar-benar pengalaman baru, kenikmatan visual bahkan melampaui sensasi fisik, perasaan superioritas "supir tua" pun muncul.
Tentu saja, sesi bercerita setelah bercinta tak pernah terlewatkan.
Mencium aroma rambut Anna, Roland menjelaskan secara rinci kabar baru dari penyihir Takkila serta tebakannya tentang Perang Makna Ilahi.
"Meski sudah lama tahu tempat kita berada hanyalah sudut kecil benua, tapi tak menyangka di bawah pegunungan dulunya tersebar peradaban yang sangat berbeda dengan kita... Dunia ini benar-benar penuh dengan hal-hal Tak Diketahui." Anna berkomentar, "Mungkin suatu hari, kita juga bisa menginjakkan kaki di tanah nun jauh itu, melihat rahasia apa yang tersembunyi di balik laut."
"Pasti akan tiba hari itu, aku janji." Roland tersenyum menjawab.
Kalau lewat laut tidak memungkinkan, masih bisa terbang - daratan yang terlihat lewat teropong, tentu tidak terlalu jauh. Begitu ada mesin pembakaran dalam, kapal udara besar akan berguna.
"Tapi, benarkah ada dewa di dunia ini? Meninggalkan peninggalan terakhir, memaksa kita saling Bunuh... Bisa jadi dia sedang mengawasi kita dari suatu tempat."
"Takut?" Roland tanpa sadar menguatkan pelukannya, merangkulnya lebih dekat.
"Tidak, aku malah berterima kasih padanya."
"Mengapa?" Dia tertegun sebentar.
"Karena dia mengantarmu ke sisiku." Anna menengadah, berbisik pelan.
Roland melihat cahaya biru danau berkilauan di mata lawan bicaranya - itu adalah cinta yang sama sekali tidak disamarkannya.
Ia merasakan aliran panas yang bergolak di hatinya.
"Aku akan selalu menemanimu."
"Tapi kamu tidak mungkin terus tinggal di dekatku."
"Aku--"
Baru setengah bicara, mulutnya sudah ditutup Anna.
“Anda adalah Raja, juga komandan pasukan yang akan melawan iblis di masa depan. Bagaimana mungkin Anda bisa terus tinggal di Kota Tanpa Musim Dingin? Aku tidak bisa menguasaimu sepenuhnya demi keinginan pribadi. Prajurit di garis depan perlu melihat kehadiranmu, rakyat di kota lain juga berharap bisa bersama Anda.” Katanya dengan lembut, “Roland, aku sudah sangat puas bisa mendengarkan ceritamu seperti ini.”
Roland diam sejenak, “Kau benar, tapi dimanapun aku berada nanti, kau tetap bisa mendengar ceritaku... Aku berjanji.”
Anna mengedipkan matanya, seolah memahami maksudnya, “Tanpa Segel Pendengaran?”
“Benar.” Ia mengangguk.
Jika kata-kata mesra antara dua insan harus disampaikan lewat Segel Pendengaran, bagaimana mungkin terucap?
“Bagaimana caranya?”
“Besok kau akan tahu,” Roland membalikkan posisi dan menindih Anna, lalu mencium lehernya... kemudian meluncur turun ke tulang selangka, meninggalkan bekas merah di kulit putih yang bergetar keras, “Tapi untuk sekarang, giliranku.”
Keduanya menyatu kembali, desahan manis dan gerakan naik-turun bergema tak henti-hentinya.
……
Setelah sarapan di hari kedua, Roland yang bersemangat bersama Anna menuju halaman belakang Gunung Beipo.
“Selamat pagi, Yang Mulia.” Lucia sudah datang lebih awal, meletakkan pekerjaannya lalu membungkuk memberi hormat.
“Selamat pagi, Yang Mulia Raja! Selamat pagi, Kak Anna! Kak Nightingale!” Bell meniru gaya kakaknya, berseru riang sambil membungkuk.
Roland tersenyum sambil melambaikan tangan, memberi isyarat agar keduanya tak perlu banyak basa-basi. Ia kemudian berjalan ke meja kerja, mengeluarkan selembar kertas putih, lalu mulai menggambar desain dengan pena. Dia berencana menyelesaikan janji yang diucapkannya semalam—sebuah alat penghubung yang tak membutuhkan energi sihir namun bisa digunakan kapan saja untuk berkomunikasi dengan Anna—selama penduduk Takira yang tersisa belum bermigrasi ke Wilayah Barat.
Itulah telepon kabel.
Prinsip telepon sangat sederhana, hanya penerapan paling dasar dari fenomena induksi elektromagnetik: Gelombang suara menyebabkan lempengan logam dalam megafon bergetar, menciptakan perubahan fluks magnetik dalam medan magnet yang akhirnya menghasilkan arus induksi berfluktuasi. Sebaliknya, receiver menggunakan kumparan elektromagnetik untuk menghasilkan gaya magnet berubah-ubah yang menggetarkan diafragma, mengubah arus listrik kembali menjadi suara.
Dengan kata lain, tak ada perbedaan esensial dengan generator atau mesin listrik, hanya saja yang terakhir mengubah getaran menjadi rotasi dengan daya yang jauh lebih besar.
Ketika Roland menjelaskan konsep dan rancangan desainnya, Anna langsung memahami cara kerja alat komunikasi revolusioner ini.
"Aku akan memanggil Bulan Teka-teki dan Soraya ke sini!" Katanya dengan mata berbinar.
"Listrik... ditukar dengan suara?" Nightingale masih kebingungan setelah mendengar penjelasan. Ia menoleh ke Lucia seolah mencari pengakuan, namun menemukan sang gadis sedang berpikir dalam-dalam.
"Listrik dan magnet saling melahirkan, lalu magnet diubah menjadi gaya... Oh begitu rupanya."
Bahkan gadis kecil Bell ikut berseru, "Kakak, ini isi Bab 2 dari buku 《Fisika Dasar》 itu kan?"
Nightingale langsung terkena pukulan, dengan Sesak Hati menggigit sepotong ikan kering, lalu berbalik dan menghilang dalam kabut.
Melihat adegan ini, Roland tidak bisa menahan tawanya. Meski begitu, mendapatkan telepon dengan fungsi praktis tidak semudah itu, masalah utamanya terletak pada transmisi sinyal.
Sinyal listrik akan melemah seiring jarak.
Inilah alasan mengapa telepon yang telah dikembangkan sejak awal tidak segera digunakan dalam skala besar - begitu jaraknya terlalu jauh, sulit mendengar percakapan di ujung sana. Baru setelah manusia menemukan tabung elektron yang bisa memperkuat sinyal listrik, teknologi ini cepat menyebar.
Bidang kelistrikan bukanlah keahlian Roland. Buku-buku yang ditulisnya sebelumnya hampir tidak menyentuh topik ini. Sekalipun sekarang ada bantuan dunia mimpi, membuat tabung elektron tetap menjadi hal yang cukup merepotkan.
Karena tidak berencana memperkuat sinyal, satu-satunya cara adalah mengurangi pelemahan.
Misalnya dengan memperbesar ukuran kabel dan mengurangi keausan pada rute.
Yang pertama mudah diwujudkan. Kobaran Api Hitam Anna bisa memproses kabel tembaga dengan presisi. Menurut data penelitian, kabel berdiameter empat milimeter bisa mempertahankan komunikasi tanpa repeater sejauh 50-60 kilometer, sementara kabel telepon biasa hanya 0.4-0.6 mm. Meski agak boros, cara ini efektif menghindari masalah penguat sinyal.
Yang kedua dapat menggunakan kabel koaksial untuk mencapai tujuan - yang disebut kabel koaksial adalah kabel listrik yang dibungkus dengan jaring logam di luarnya, keduanya dipisahkan oleh material isolasi, membuat jaring logam menjadi sangkar Faraday yang mengurangi pancaran sinyal listrik hingga minimum. Pada awal populernya telepon, teknologi pelapisan logam masih belum matang, sehingga saat itu digunakan kumparan tambahan yaitu memasang selubung kumparan berbentuk spiral di luar kabel untuk mengurangi kehilangan sinyal. Namun bagi Roland, tentu tak perlu lagi mengikuti aturan ini. Dengan kemampuan pengolahan Anna dan lapisan khusus Soraya, semuanya bisa diselesaikan sekaligus.
