Kapak Besi menutup mata, masih bisa merasakan bau pasir kuning yang mengelilinginya.
Ini hari keempatnya memasuki gurun pasir, dan minggu ketiga Angkatan Darat Pertama meninggalkan Kota Tanpa Musim Dingin. Setelah minggu ini berakhir, musim dingin akan melewati dua pertiga perjalanannya, memasuki fase terdingin yang disebut Musim Dingin Senja. Namun dibandingkan dengan wilayah barat Greycastle yang selalu diselimuti salju, pengaruh Xie Yue di sini jauh lebih kecil. Meskipun langit terus-menerus berwarna keabu-abuan yang menekan, setidaknya tidak ada angin utara yang menusuk tulang, maupun salju yang bisa membuat seluruh gurun pasir membeku.
Karena Sungai Perak tidak menyatu dengan sungai manapun, dan sebagian besar alirannya melalui bawah tanah, pasukan terpaksa bergerak dengan berjalan kaki. Kapak Besi tidak mengikuti rencana semula menunggu 500 rekrutan yang bertugas di Cliff City siap bergerak, lalu menggabungkan mereka menjadi pasukan besar yang terkoordinasi. Alih-alih, ia menyerahkan mereka kepada Brian, dan bergegas maju sendiri untuk mencapai Kota Pasir Besi lebih cepat.
Para rekrutan mungkin masih bisa bertahan dengan hanya menarik pelatuk di tempat, tapi perjalanan kaki yang terus-menerus akan membuat mereka terkubur di lautan pasir. Lagipula, tambahan 500 orang pun tidak akan banyak berpengaruh pada situasi.
Di hatinya, ia sangat paham bahwa tujuan Yang Mulia Kaisar tidak bisa dicapai dengan serangan artileri. Angkatan Darat Pertama adalah aset untuk mengamankan hasil kemenangan, bukan taktik untuk menaklukkan orang pasir.
Orang Mokin memiliki metode tradisional tersendiri untuk menyelesaikan ini.
Adapun 500 rekrutan itu, cukup mereka melakukan tugas sederhana: merebut oasis Sungai Perak dan memastikan pasukan depan tidak terjepit serangan dua arah.
Di perbatasan selatan ekstrem, oasis berarti garis kehidupan. Baik saat menyerang maupun melarikan diri, semuanya bergantung pada suplai dari oasis.
Menghadapi para veteran yang bergerak cepat dengan formasi rapi, bahkan suku pasir yang belum pernah melihat kekuatan senjata api pun bisa merasakan kekuatan fisik yang memancar dari tubuh mereka. Sepanjang perjalanan tidak ada yang berani menanyai atau memeriksa tentara Greycastle ini, hanya saat mengisi kantong air dan melengkapi persediaan makanan sebelum berangkat kembali, orang-orang pasir akan berbisik-bisik di belakang.
Dengan kecepatan seperti ini, Angkatan Darat Pertama seharusnya mencapai bawah Kota Pasir Besi sebelum kelam malam tiba.
"Aku tidak terlalu mengerti, apa yang disebut duel sakral ini bisa dimulai kapan saja di musim atau waktu tertentu?" Seorang perempuan berambut emas cantik mendekati Echo, kulit putihnya membentuk kontras mencolok dengan Putri Klan Ausha, "Bahkan tantangan kehormatan antar bangsawan pun bisa ditolak, lagipula semua orang punya saat kondisi tidak prima. Di cuaca sedingin ini, siapa yang tidak ingin berbaring seharian di dekat tungku perapian yang hangat daripada berperang? Maksudku... bagaimana jika mereka tidak menyetujui duel sakral?"
Kapak Besi ingat namanya Andrea, penyihir tempur yang sering mengikuti Yang Mulia Tili. Menurut penjelasan Kaisar, seharusnya hanya ada satu orang luar biasa yaitu abu sebagai bantuan eksternal, namun entah mengapa akhirnya dia juga ikut datang.
“Saat orang lain mengambil kapak dan menerobos masuk ke kediamanmu, menendang tungkumu, meski tak mau berperang pun tak bisa dihindari.” Abu menyeringai, “Kau pikir pertarungan yang menentukan hidup-mati suatu ras ini akan mengikuti aturan palsu ala kalangan bangsawan?”
“Itu namanya menyergap atau membantai, bukan duel,” Andrea berkata dengan nada meremehkan, “Bahkan orang Mokin yang barbar sekalipun bisa membedakannya. Kau pikir semua sebodoh dirimu yang tak mau belajar?”
“Berani berkata begitu di depan Echo, kau memang benar-benar cendekiawan.”
“Jangan memutarbalikkan maksudku!”
Kapak Besi tak mempermasalahkan sebutan "barbar". Di Perbatasan Kota, latar belakang tak dipermasalahkan - itu yang langsung diucapkan Yang Mulia Kaisar padanya. Lebih dari sebagai orang Mokin, status utamanya adalah warga Kota Tanpa Musim Dingin.
Baru ketika Echo memberinya tatapan meminta bantuan, dia batuk dua kali dan dengan inisiatif menjelaskan, “Kekhawatiran Putri Andrea memang beralasan. Meski duel sakral tak bisa ditolak dan harus dilakukan saat kedua pihak siap agar diakui Tiga Dewa, namun duel tak bisa diinisiasi sembarangan. Pertama, penantang harus punya kualifikasi.”
“Kualifikasi seperti apa?”
"Pertama, harus merupakan klan Mokin yang utuh." Kapak Besi menjelaskan dengan singkat, "Seorang individu tidak bisa mewakili klan, bahkan kepala klan atau putri sekalipun. Aturan ini dibuat untuk menghindari situasi dimana pemenang hanya belasan orang, namun menguasai seperenam wilayah Kota Pasir Besi. Selain itu, ini juga mengecualikan orang asing dari lingkup duel - Kota Pasir Besi mengizinkan orang asing bertarung mewakili klan, tapi melarang mereka mengambil alih kekuasaan inti."
"Bukankah itu berarti kita sama sekali tidak memenuhi syarat untuk memulai?" Abu mengangkat alis, "Echo telah diasingkan selama beberapa tahun, Klan Ausha juga sudah punah. Ataukah kita harus mulai dengan mencari anggota klannya yang selamat?"
"Tidak ada yang bisa bertahan hidup di Tanjung Infinity," Kapak Besi menggelengkan kepala, "Tapi kita bisa menggunakan cara lain, misalnya menjadikan Yang Mulia Bulan Perak sebagai kepala klan baru."
"Ini... bisa?" Andrea tertegun.
"Orang Mokin tidak begitu mementingkan garis keturunan seperti kalian. Dibandingkan warisan darah, kekuatanlah yang paling penting." Komandan Utama Angkatan Darat Pertama berkata tenang, "Setelah memenuhi syarat tersebut, klan mana pun yang bisa konsolidasi di oasis kecil sekitar Kota Pasir Besi dianggap memenuhi syarat duel. Ada empat oasis kecil ini, klan-klan baru biasanya bertarung memperebutkannya tanpa aturan maupun batasan, sehingga keempat tempat ini disebut Medan Berlumuran Darah."
"Mereka ibarat tiket masuk, ya?" Abu sama sekali tidak terpengaruh.
“Bisa dikatakan begitu, faktanya, klan-klan ini umumnya terbagi menjadi dua jenis,” Kapak Besi berhenti sejenak, “penantang... dan anjing penjaga pintu.”
“Anjing penjaga pintu?” Penyihir berambut emas itu bertanya heran.
“Mereka adalah rintangan yang dibuat oleh klan-klan puncak yang tidak ingin melihat perubahan besar pada tatanan Kota Pasir Besi,” kali ini Echo yang menjawabnya, “Dengan sumber daya dan pengaruh besar mereka, mereka merekrut sejumlah besar ahli seni bela diri untuk membentuk klan campuran yang berakar di oasis kecil. Anjing penjaga pintu tidak akan mengajukan duel sakral kepada tuan, tapi merebut posisi penantang. Meski tak bisa masuk ke Kota Pasir Besi, mereka tetap bisa hidup nyaman berkat persediaan air dan mangsa dari oasis kecil itu.”
“Kedengarannya tak beda dengan anjing pemburu yang rela mengais sisa-sisa makanan,” Abu menyeringai dingin, “Perumpamaan ini cukup tepat.”
“Karena duel sakral penuh variabel, klan besar biasanya akan merekrut atau menyuap calon penantang yang berpotensi memasuki Darah Berlumuran. Dulu ayahku menolak menjadi anjing penjaga pintu dan bersikeras menantang Klan Cambuk Besi untuk duel sakral, tapi akhirnya...” Suara Echo melemah, jelas teringat kenangan pilu.
“Mereka akan membayar harga untuk kelicikan mereka dulu, Yang Mulia Bulan Perak,” Kapak Besi menghibur, “Sekarang, kematian sudah di depan mata mereka.”
“Jadi kita harus mencari penantang dulu, lalu biarkan Echo mengambil alih posisi kepala klan mereka, baru mengajukan permintaan duel ke enam klan besar?” Andrea bertanya.
"Begitu manusia merasa nyaman, mereka akan kehilangan motivasi untuk maju. Jadi, mereka yang menduduki oasis kecil tapi tidak segera menantang, sembilan dari sepuluh akan menjadi anjing penjaga pintu baru. Setelah itu, baik meyakinkan mereka dengan kata-kata maupun menekan dengan kekuatan, takkan mudah." Kapak Besi berbicara perlahan, "Kita datang membawa Thunder dan berkah atas perintah Yang Mulia Raja. Tak perlu repot-repot. Klan paling tak berarti pun dengan dukungan Angkatan Darat Pertama akan menjadi tak terbendung. Siapa berani menghadang di hadapan Yang Mulia, hancurkan mereka jadi serbuk!"
