……
"Api menyembur keluar dari perut bumi, bagaikan pohon raksasa yang menggapai-gapai. Puncak-puncak kobaran api adalah cabang-cabangnya, kepulan asap pekat membentuk daun-daun, saling terhubung membentuk mahkota pohon hitam yang luas."
Berjalan di bawah pohon api jingga, Turam merasakan suhu sekitar terus meningkat. Butiran keringat sebesar kacang muncul di dahinya, punggungnya sudah menjadi lengket. Tempat ini bagaikan dunia lain yang bertolak belakang dengan gurun pasir dingin di luar, angin dingin Xie Yue tak mampu menggerus wilayah inti Ibu Bumi.
"Inikah alasannya tempat ini disebut Tanah Api Membara..." Dewi berambut emas itu mengamati sekeliling dengan penasaran, "Tak kusangka perbatasan selatan ekstrem memiliki wilayah semenarik ini."
Setelah seminggu berinteraksi, Turam mulai mengenal rombongan yang dibawa Kapak Besi. Misalnya dewi yang sedang berbicara ini bernama Andrea, ahli panah yang kemampuannya bahkan membuat pemburu paling berpengalaman di antara orang pasir tak mampu menyaingi. Tak diragukan lagi, dia bersama Yang Mulia Abu yang memiliki kekuatan luar biasa akan mengikuti duel sakral yang akan segera dimulai.
"Menarik?" Abu menyentak sudut mulutnya, "Bagiku tempat ini seperti kukusan, orang biasa yang tinggal dua hari mungkin akan berubah menjadi dendeng."
"Tak mengejutkan kau berkata begitu," Andrea mengangkat bahu, "Dengan selera dan gaya yang terbatas, wajar tak bisa menghargai pesona tempat ini."
"Tak maukah kau mengeringkan keringat dulu sebelum memuji? Sulit melihat gaya dari seseorang yang berkeringat deras."
“Pergi sana！”
Tularem tidak bisa tidak merasa sedikit terkesan pada Dewi berambut emas itu. Jika ditanya tempat paling indah di perbatasan selatan ekstrem, jawabannya bukan Oasis Sungai Perak yang menjadi tempat tinggal suku Mojin, melainkan Tanah Api Membara yang abadi dan Tanjung Infinity. Meskipun sarat bahaya, kedua tempat ini melambangkan kekuatan dahsyat sebagai kediaman dewa dan pusat kepercayaan orang pasir. Yang satu digunakan untuk memperebutkan status dan kekuasaan, menunjukkan ketangguhan klan kepada Dewi Ibu; yang lain untuk ritual persembahan, mengharapkan perlindungan Anak Laut bagi kaumnya agar Sungai Perak mendapat pasokan darah baru sehingga gurun bisa menumbuhkan oasis baru.
Terutama Tanah Api Membara, seluruh area berbentuk cekungan dengan sedikit tonjolan di tengah, seperti baskom terbalik yang bisa memuat beberapa Kota Pasir Besi. Api abadi telah mengeraskan pasir di sekitarnya, membuat langkah kaki di atasnya terasa seperti berjalan di aula besar berlapis batu bata.
Selain jalan lebar yang kokoh, di kedua sisi terdapat jurang hitam pekat dan sumur vertikal tempat kobaran api menyembur, terus-menerus memanggang Bumi. Yang paling menakjubkan adalah warnanya - setiap orang pasir yang pertama kali memasuki Tanah Suci akan terpikat oleh kemilau warna-warni di sini: Dimulai dari jurang, tebing batu di kedua sisi menunjukkan gradasi kilau merah menyala yang semakin redup mendekati permukaan, bagai bara membara yang perlahan mendingin.
"Sampai di tanah, warna tiba-tiba berubah menjadi hijau pucat yang gemilang, pasir seolah dilapisi batu giok kristal yang transparan. Itu adalah benda kaca yang terbentuk dari pelelehan dan rekristalisasi kerikil, memantulkan cahaya menyilaukan di bawah pantulan kobaran api."
"Di atasnya, terdapat tema abadi tempat ini - kobaran api oranye-merah. Puluhan semburan api menyembur dari basin, berjejer mengelilingi podium tinggi di area pusat, bagai menyambut kedatangan penantang baru. Tempat itu juga merupakan inti Tanah Api Membara, arena duel sakral."
"Merah dan hijau saling bergantian, ditambah Air Hitam dari perut bumi dan bukit pasir keemasan di kejauhan, sekilas seperti semua warna padang pasir terkumpul di wilayah ini. Jika bukan karena Xie Yue, kita masih bisa melihat sinar matahari yang menembus kepulan asap tebal. Pemandangan seajaib ini hanya bisa disaingi oleh Tanjung Infinity di dasar laut yang menyala kobaran api."
"Aku juga merasa tempat ini indah... Akan lebih baik tanpa pertumpahan darah." Sang tuan baru, Putri Aosha Yang Mulia Zhuoer Bulan Perak tiba-tiba bersuara, "Seperti yang dikatakan Yang Mulia Roland, jika hanya untuk dinikmati, pasti akan menjadi..."
"Taman alam tingkat nasional?" sambut Dewi Kolibri, si wanita pendek.
"Hmm, itu kalimat yang diucapkannya saat memeriksa perkemahan Iblis di balik gunung salju."
"Memang pantas sebagai seorang kaisar, pikirannya persis sama denganku." Andrea mendongakkan dagunya.
“Sudahlah, kau pernah melihat apa yang dia katakan?” Emas menyindir dengan aneh.
“Tak pernah lihat berarti tak bisa berpikir? Secara harfiah jelas merujuk tempat dengan pemandangan megah, tentu orang berwawasan tipis tak akan paham.”
“Ck!”
Baik Kapak Besi maupun para Dewi, dalam percakapan selalu menyebut nama Raja Greycastle. Tumram sangat penasaran: seperti apa Roland Wimbledon yang disebut mereka, sampai orang pasir dan dewi memberinya kepercayaan besar? Terutama yang terakhir - ia ingat pedagang keliling pernah menyebut Dewi suku Mojin yang dihormati itu, di Empat Kerajaan justru jadi target jahat yang diburu gereja. Tapi sikap mereka terhadap sang Raja jelas berbeda dengan cerita pedagang.
Saat rombongan tiba di podium tinggi, ahli bela diri klan Pengupas Tulang yang sudah menunggu langsung menyoraki. Para saksi dari klan besar lain mengamati dengan dingin - Petir Mengguncang Langit Kota Pasir Besi jelas membuat mereka gentar. Belakangan Tumram baru tahu: benteng batu kepala klan Cambuk Besi Rubaka runtuh berdebum dalam ledakan, menguburkan keluarga sedarah dan bawahannya dalam reruntuhan. Enam klan besar langsung jadi lima, dan tak bisa diisi kembali dalam waktu lama.
Namun membalaskan dendam bagi orang pasir adalah hal yang wajar. Permusuhan berdarah antara Cambuk Besi dan Ao Sha bukanlah rahasia, ditambah prajurit asing tidak menyerang Kota Pasir Besi, balas dendam Zoloe Silvermoon benar-benar sempurna. Jadi selain terkejut dan takut, klan-klan lain hanya menunjukkan kedinginan.
Sayangnya mereka tidak tahu, tujuan Ao Sha kali ini melampaui imajinasi semua orang. Tulaam berpikir dalam hati, Klan Pengupas Tulang hanyalah permulaan. Klan-klan yang hadir di sini akhirnya juga akan turun dari kursi penonton, menjadi yang tertantang - baik mengalahkan lawan maupun menjadi batu loncatan Zoloe Silvermoon.
Pemimpin klan Homura sebagai arbiter menghadap ke hadapan semua orang, "Kepala klan Ao Sha, maju dan jawab."
Zoloe menarik napas dalam, mengambil satu langkah dan berkata perlahan, "Saya di sini."
Pihak lawan mengangguk dengan wajah dingin, "Bagus. Ini bukan pertama kalinya kau ikut duel sakral. Seharusnya kau pahami aturannya. Klan Pengupas Tulang akan mengirim 22 orang bertempur. Sekarang pilih senjata untuk prajuritmu. Diperbolehkan menyerah, tapi tidak boleh melanggar sumpah pada Tiga Dewa. Hingga tak ada lagi yang berdiri di arena, pemenang berhak memasuki Kota Pasir Besi! Mulailah bila sudah siap."
