Roland penasaran mengamati para penyihir perempuan tingkat tinggi Takira yang sedang bergerak. Tentakel pada tubuh mereka memiliki pembagian tugas yang jelas: yang pendek bergerak memutar seperti Tubuh Ular, memberikan daya dukung dan kekuatan berjalan; sementara yang panjang terus tertancap di tanah di atas kepala atau di bawah kaki, digunakan untuk mengoreksi arah – beberapa tentakel jelas-jelas memiliki panjang yang mengejutkan, dilihat dari ketinggian langit-langit aula, mungkin melebihi lebih dari seratus meter, dan masih bisa menyusut dengan leluasa layaknya lengan.
Menopang tentakel sepanjang ini, mungkin otot terkuat pun tak akan berguna. Dia menduga energi sihir yang terinternalisasi dalam tumor-lah yang memberi mereka kekuatan bergerak bebas, sama seperti makhluk jahat raksasa yang fisiknya jelas-jelas melampaui batasan gaya gravitasi.
Setelah berkeliling dua inti energi sihir dan berjalan puluhan langkah, Pasha berhenti di depan sebuah kubus yang terbuat seperti permata.
"Itu Batu Hukuman Dewa, saya tidak bisa terlalu dekat..." bisik Nightingale di telinganya.
Roland mengangguk dengan tenang, lalu bertanya pada Pasha, "Peninggalan terakhir disimpan di sini?"
「Tepat, hanya dengan cara ini kita bisa membatasi radius daya tariknya. Jika sama sekali tidak ada Batu Hukuman Dewa di sekitarnya, mungkin semua penduduk Kota Yang Mulia akan terpengaruh peninggalan itu tanpa disadari.」 Pasha mengulurkan beberapa tentakelnya menyentuh kotak batu suci, tapi tidak langsung membukanya, 「Sebelum menyentuhnya, saya harus menjelaskan beberapa hal terlebih dahulu untuk mencegah Yang Mulia mengalami krisis.」
"Benda ini... berbahaya?" Wendy maju selangkah, reflek berdiri di depan Roland.
「Tidak perlu terlalu khawatir, asalkan tidak tinggal berdua saja dengan peninggalan terakhir.」 Selene menyela.
“Apa maksudnya?” Roland mengangkat alisnya.
「Seperti yang kukatakan sebelumnya - saat membuka benteng hati di hadapan peninggalan terakhir, kau akan melihat pemandangan tak terbayangkan. Baik penyihir perempuan maupun orang biasa bisa merasakan panggilan ini.」 Nada suara Pasha menjadi lebih serius, 「Tapi ingatlah, Yang Mulia. Pemandangan yang kau lihat bukan sepenuhnya fiksi. Berbeda dengan instrumen ilusi, objek dalam lukisan bisa memengaruhi realitas. Inilah poin pertama yang ingin kusampaikan: jangan pernah menerima bisikan dewa sendirian.」
Pemandangan dalam lukisan bisa memengaruhi dunia nyata? Roland tiba-tiba merasa bulu kuduknya berdiri. Bukankah ini sama seperti Zhenzi merangkak keluar dari televisi?
“Mengapa dengan lebih banyak orang risikonya berkurang?”
「Karena jika terjebak dalam ranah dewa, kesehatan akan menunjukkan reaksi jelas seperti terdiam, respon melambat, atau mengigau... Saat itulah orang di sekitarmu harus menarikmu keluar dari radius pengaruh peninggalan.」 Pasha menjelaskan, 「Catatan sejarah menyebut banyak kasus kontak solo dengan peninggalan yang berakhir dengan jiwa tak bisa kembali ke tubuh. Bergantian dengan dua atau tiga orang bisa menurunkan risiko ini secara efektif.」
“Begitu rupanya,” Roland menatap para penyihir Takkila, “Dengan kata lain, di sini ada setidaknya lima orang, jadi hampir tidak ada bahaya, benar?”
「Jika tidak demikian, kami tak berani membiarkan Yang Mulia mengobservasinya dari dekat.」 Selene mengangguk.
「Untuk poin kedua, biarkan aku yang menjelaskan.」 Suara dingin Elxia terdengar, 「Kau pasti tahu, gulungan lukisan besar dalam peninggalan itu menggambarkan peradaban ras asing. Jika suatu saat kau melihatnya, mereka mungkin... tidak, pasti akan mencoba menyakitimu. Kami bisa membantumu melepaskan diri dari panggilan itu, tapi tidak bisa melindungimu dari rasa takut.」 Dia berhenti sejenak, nada suaranya mulai menyiratkan sindiran, 「Jangan sampai kau kehilangan muka karena ketakutan, jangan bilang aku tidak pernah memperingatkanmu.」
"Hanya ini saja?" Roland tetap tak bergeming, "Ada hal lain yang perlu disebutkan?"
「Kau...」 Elxia tampaknya tidak menyangka sikap acuhnya, napasnya tercekat sejenak.
"Kalau tidak ada, bukalah."
Roland menghela napas dalam hati. Bagi manusia modern yang sudah terbiasa dengan berbagai film monster, alien, thriller, dan horor, tingkat penerimaan mereka sudah bagaikan langit dan bumi dibandingkan orang zaman kuno. Jika tanpa persiapan mungkin bisa membuat jiwa hampir lepas, tapi peringatan Elxia ini justru berfungsi seperti spoiler. Selama tidak menyebabkan luka fisik, dia yakin tidak akan menyerah hanya karena ancaman sekadar ini dalam mengeksplorasi misteri para dewa.
「Baik,」 Pasha menarik tentakelnya, membuka daun pintu kotak batu suci. Sebuah kristal merah berbentuk gelendong terlihat di dalamnya.
Begitu peninggalan itu dikeluarkan dari wadah, ia secara alami mulai mengapung. Seperti inti energi sihir, benda itu melayang diam di tengah hamba setinggi satu meter dari tanah.
「Ia tidak bisa meninggalkan radius batasan batu suci, karena itu Yang Mulia perlu mendekatinya, lalu merilekskan roh, maka akan bisa pergi ke domain dewa.」
“Yang Mulia Kaisar…” Wendy menggenggam tangan Roland dengan sedikit kekhawatiran.
“Tenang, dengan kalian yang mengawasi, tidak akan terjadi krisis apa pun,” dia menepuk punggung tangan penyihir perempuan berambut merah seolah menghibur, “Aku tahu apa yang akan kuhadapi.”
Informasi yang didapatnya tidak sepenuhnya berasal dari penyihir Takkila, baik kenangan Isabella maupun inspeksinya terhadap Istana Rahasia Pusat gereja di dunia mimpi saling membuktikan – benar ada suatu benda yang bisa membawa manusia masuk ke dalam “alam ilahi” yang tak terbayangkan.
Roland berjalan mendekati peninggalan terakhir lalu duduk bersila, menutup matanya.
……
Bersamaan dengan itu, Pasha juga mengulurkan tentakelnya, menyambungkan diri dengan dua rekan lainnya.
Kesadaran dengan cepat beredar di antara trio, memproyeksikan pesan yang ingin disampaikan ke dalam pikiran masing-masing.
「Bahkan sampai gila seperti ini, aku benar-benar ingin melihatnya gemetar ketakutan sampai mengompol,」 Elxia berkata dengan geram, 「Kalau tidak, dia takkan pernah sadar betapa mengerikannya musuh yang akan dihadapi. Ketika sudah mengompol di tempat, lihat saja apa lagi yang bisa dia katakan.」
「Apa untungnya bagi kita?」 Selene melototi Pasha dengan kesal, 「Penguasa dari kalangan orang biasa sangat memperhatikan martabat dan prestise. Jika kita membuatnya kehilangan muka, bisa-bisa kita ikut dibencinya. Tanpa dukungannya, bagaimana kita bisa menjelajahi gunung salju untuk mencari pilihan surgawi? Yang lebih buruk, jika dia sampai membenci iblis dari dasar hati, dunia ini akan hancur!」
「Bukannya dia tidak takut apa-apa? Lagipula aku sudah mengingatkan, masa kamu bisa menghadangnya?」
「Membawa dia untuk mendekati peninggalan terakhir itu sendiri sudah merupakan kesalahan,」 gumam Selene, 「Sejak awal aku tidak menyarankan ini – setidaknya tunggu sampai ada kepercayaan dasar di antara kedua belah pihak.」
「Lalu menyembunyikannya darinya? Atau menghalanginya mendekati peninggalan dewa? Dengan begitu kita takkan pernah mendapatkan kepercayaannya.」 Pasha menghela napas ringan, 「Coba bayangkan, apakah kamu akan mempercayai sekutu yang bahkan enggan membiarkanmu menyentuh benda penentu takdir umat manusia? Sekalipun dihiasi kata-kata manis, pihak lain takkan berterima kasih. Jadi beberapa hal harus dialaminya sendiri dulu sebelum dia mengerti ketulusan kita.」
「Tapi…」
「Tapi tak perlu terlalu khawatir, Iblis dan Mata Raksasa tidak selalu muncul.」 Pasha seolah menghibur Selene, atau mungkin dirinya sendiri, 「Dan meski dia sampai kehilangan muka karena terkejut, selama kita menjaga rahasia dan memastikan adegan itu tak pernah diketahui dunia, dia seharusnya bisa memahami kesulitan kita.」
「Bagaimana dengan dua penyihir perempuan yang dia bawa? Apakah mereka juga akan menjaga rahasia ini?」 Elxia bertanya dengan niat jahat. Tak diragukan lagi, dalam pandangannya, membuat orang biasa kehilangan muka di depan penyihir perempuan adalah hal yang cukup menyenangkan.
「Itu sudah di luar kendali kita.」
……
Saat Roland kembali membuka kedua matanya, dia menyadari bahwa dirinya sudah berada di dalam sebuah aula yang luas tak terbatas.
