“Kamu tidak datang? Hei, apa maksudnya! Sudah terlambat lama tidak memberi kabar, baru sekarang memberitahu?”
Raungan dari telepon membuat Roland tak bisa menahan diri memalingkan kepala. Meski melalui pengeras suara, ia bisa merasakan amarah Garcia.
“Tiba-tiba ada tamu di rumah, jenis yang harus diterima,” buru-buru dia menjelaskan di sela tarikan napas lawan bicara, “Aku juga tidak punya cara. Kamu tahu selain aku, hanya ada bocah kecil empat belas tahun di sini. Mana mungkin kusuruh dia menerima tamu?”
“Kamu tinggal di 0825 kan? Aku akan datang menemuimu!”
“Eh, aku sedang tidak di gedung bergaya tube sekarang…” Saat mengucapkan ini, Roland menyipitkan mata, sudah siap menghadapi serangan gelombang suara.
Benar, Garcia kembali meninggikan volume, “Apa kamu tahu aku sudah janji dengan sesepuh asosiasi? Kukira akhirnya kamu mau menanggung tanggung jawab yang seharusnya! Kabur di menit terakhir itu bagaimana? Jangan pikir aku tidak tahu hitunganmu, kembalilah sekarang juga!”
Menanggung tanggung jawab itu apa ini? Kalimat semacam ini mudah menimbulkan kesalahpahaman!
Melihat ekspresi sopir taksi yang menunjukkan “Hebat bocah, sistem yang bagus, aku mengerti kesulitanmu”, Roland langsung tahu penjelasan mungkin tidak akan mempan.
“Halo? Apa kamu bilang? Sinyal sepertinya buruk. Aku sudah masuk Jalan Timur. Halo? Apa kamu masih mendengarkan? Halo... Halo?” Setelah pura-pura berakting, dia langsung mematikan telepon. Untuk jaga-jaga, sekalian mematikan daya ponsel.
Kali ini mungkin benar-benar membuat bintang Wushu ini tersinggung habis-habisan.
Dia tak menyangka Garcia begitu serius menanggapi persetujuannya bergabung dengan Asosiasi Ahli Bela Diri, dan reaksinya sekali lagi memastikannya bahwa sikap dingin hanyalah topengnya terhadap orang asing. Begitu diakui sebagai yang Bangkit kekuatan alam yang dia akui, sifat aslinya baru akan terungkap.
"Trik kuno," Jieluo yang duduk di belakang berkomentar dingin. "Kau pikir kami tinggal di hutan belantara gunung yang lebat? Tanpa meninggalkan kota, bagaimana mungkin ada masalah sinyal?"
"Dasar banyak bicara." Roland melirik ke kursi belakang. Filis menempel di jendela, tertegun tak berkutik memandangi segala sesuatu di luar. Posturnya tak berubah sejak naik mobil. Wajar dia terkejut - gedung pencakar langit, arus lalu lintas padat, papan iklan raksasa, layar dinding. Dampaknya bagi manusia zaman kuno bisa dibayangkan. Faktanya, kemajuan produktivitas membuat perubahan era semakin cepat. Sebuah kota bisa mengalami metamorfosis dahsyat dalam 20 tahun, bahkan warganya sendiri belum tentu bisa menerima, apalagi para penyihir Takira.
"Untuk perjalanan kali ini, Roland mengganti jubah compang-campingnya (menurutnya itu seragam Takira) dengan pakaian sendiri. Kaos lengan pendek dan celana training yang netral tidak masalah dipakai Filipina. Malahan pakaian murahan dari pasar loak terlihat stylish dan nyaman di tubuhnya. Harus diakui penampilan memang merupakan sesuatu yang bisa mengubah busuk jadi magis. Satu-satunya masalah adalah pembalut dada, akhirnya Jieluo yang diminta membantu mengikatkan kain untuk menyelesaikan masalah ini."
"Maka tujuan jalan-jalan kali ini jelas: selapan mengajak Penyihir Hukuman Dewa makan enak, sisanya membelikannya pakaian - siapa tahu dia bisa masuk mimpi lagi? Tidak mungkin terus pakai pakaian pria Roland dan bergerak dengan kain pembalut."
"Sampai, Taman Lembah Hijau," sopir menekan argometer, "25 yuan."
"Taman ini tidak jauh dari gedung bergaya tube, sebelumnya juga ditemukan Roland sebagai area hijau berkualitas saat eksplorasi kota. Pengunjungnya tidak banyak, di sekitarnya ada jalan barang dagangan. Yang paling penting ada gerai rantai Kentucky dan McNugget."
"Benar, ini adalah restoran pilihan utama Roland—lingkungan warung pinggir jalan terlalu jatuh tingkat, rasa pun tak ada standar. Perjalanan kali ini bertujuan memberikan pengalaman indah bagi tamu dari dunia lain, tentu membutuhkan syarat dasar untuk cita rasa dan lingkungan, sekaligus memenuhi kondisi 'membuatnya makan sampai kenyang'. Restoran berbintang jelas lebih baik, tapi kalau makan sampai perut kembung... Roland yakin dompetnya mungkin tidak akan bertahan dengan konsumsi seperti ini."
"Karena itu restoran cepat saji yang sedang-sedang saja jelas menjadi pilihan paling tepat."
"Apalagi Jieluo sudah lama merengek ingin makan ini—mungkin boneka mainan yang disertakan dalam paket anak-anak memiliki daya tarik tak terhingga bagi bocah-bocah muda."
"Membawa dua orang masuk ke Restoran Kai Feng, mencari kursi di dekat jendela untuk duduk, Roland mendatangi konter dan langsung memesan dua ember keluarga plus satu paket anak-anak."
"Kenapa kamu beli sebanyak ini!" teriak Jieluo kaget ketika melihat Roland menumpuk setumpuk besar mangsa di atas meja, "Paman, meski kamu sudah bekerja, jangan membuang-buang uang seperti ini."
"Karena jarang-jarang aku bermurah hati, makanlah dengan patuh ya?"
"Oke!" Gadis kecil itu akhirnya melunak setelah memegang mainan paket makanan di tangannya, mulut mungilnya yang sebelumnya cemberut perlahan meregang.
“Kamu juga makanlah, kalau kurang bisa bilang.” Roland menyodorkan sepotong ayam goreng di hadapannya——Kulit ayam yang dimasak dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi memancarkan warna keemasan yang menggoda, aromanya saja sudah membuat air liur menetes. Teknik modern tidak hanya mempertahankan tekstur lembut ayam, tapi juga meresapkan sepenuhnya kelezatan bumbu seperti lada hitam, thyme, garam bawang putih ke dalam serat daging. Efeknya sama sekali tak bisa dibandingkan dengan daging polos era itu.
Makanan cepat saji sering dikritik karena kalori tinggi dan rasa monoton, tapi di zaman kuno yang miskin bahan makanan dan bumbu, ini jelas merupakan keajaiban dunia. Apalagi Filipina sudah ratusan tahun tak merasakan cita rasa.
Sepanjang perjalanan, dia sempurna menjalankan perintah Roland. Betapapun penasaran, tak satu pun pertanyaan terlontar, dan berusaha meniru tindakan orang lain. Tapi di momen ini, dia tak lagi bisa mengendalikan diri——Saat menggigit ayam goreng itu, dua aliran air mata menyembur dari matanya dan mengalir deras tak terbendung.
“Kakak ini...” Jieluo tak bisa menahan keterkejutannya.
“Eh, tidak apa. Dia hanya sudah lama tak mengisi perutnya. Keluarga Filipina memperlakukannya buruk...Mereka selalu ingin anak laki-laki tapi tak kesampaian...Pokoknya, sulit dijelaskan. Yang penting tahu hidupnya dulu sangat menderita.”
“Begitu rupanya……” Ekspresi wajah Gadis kecil itu langsung melunak, mungkin timbul rasa simpati yang bisa turut merasakan.
Roland tidak mempersoalkan mengapa Jieluo memanggil Filipina sebagai Kakak, sementara dirinya disebut Paman. Ia menatap pemandangan penyihir kuno itu yang sambil meneteskan air mata, terus memakan makanan cepat saji dengan lahap. Dasar hatinya tanpa sadar muncul decak kagum.
Kenikmatan yang sangat biasa di matanya, bagi mereka justru menjadi benda mimpi yang rela mengorbankan segalanya untuk dikejar. Perbedaan besar ini tak pelak membuat hati terasa pahit, namun untunglah kini Filipina akhirnya menyentuh tepi mimpinya——meski tak tahu apakah masih ada lain kali.
Yang bisa dilakukannya hanyalah memenuhi permintaannya sebanyak mungkin dalam satu hari singkat ini.
