Petir pun terdiam.
“Dia tahu Edith benar. Jika lubang memang sedalam itu, jatuh ke bawah pasti berakhir tragis. Jika jawabannya yang kedua, energi sihir terganggu oleh sesuatu, situasinya lebih rumit—kalau dasar lubang hanya kebetulan ada Batu Hukuman Dewa besar masih mending. Tapi jika ini perangkap musuh, ini terlalu berbahaya bagi tim penyelamat.”
“Makhluk sabit yang muncul-hilang tak berjejak, dan media cacing yang menyerap menara batu iblis, mungkin bersembunyi di Gunung Salju ini. Tanpa peringatan dari Nightingale dan Sylvie, plus perlindungan Angkatan Darat Pertama, bahkan Penyihir Hukuman Dewa pun belum tentu bisa membawa Furan kembali dengan selamat.”
Gadis kecil itu menarik napas dalam-dalam.
Tapi ekspedisi memang selalu penuh bahaya.
Seorang penjelajah kompeten tak boleh tak mau menolong saat rekan dalam bahaya.
“Biarkan aku turun melihat,” dia menghampiri kedua pihak yang sedang bertengkar, “Apa pun langkah berikutnya, pertama-tama kita harus mendeteksi situasi dasar gua.”
“Kemampuanmu adalah…” Pria berambut emas itu menoleh bertanya. Petir ingat namanya sepertinya Eliana. Meski berwujud pria, jiwanya adalah penyihir kuno Takira sejati.
“Terbang,” dia mengetuk lensa okuler di kepalanya, “Dalam kondisi ini, aku lebih punya keunggulan untuk mendeteksi dibanding kalian.”
“Ini bukan masalah kenyamanan,” kata Agatha sambil mengerutkan kening, “bagaimana jika di dasar gua kemampuanmu tidak bisa digunakan, bagaimana kamu akan kembali? Yang Mulia Kaisar pernah berkata, pencarian kali ini sama sekali tidak boleh dilakukan sendiri, baik itu Aliansi Penyihir Perempuan maupun Takira, semuanya harus bergerak maju perlahan dengan kerja sama tim dari Angkatan Darat Pertama.”
“Cukup gantungkan tali di pinggangku,” kata Lightning mengutarakan idenya, “jika benar ada area anti-sihir yang dibuat dari Batu Hukuman Dewa, aku tidak akan kenapa-kenapa. Begitu kalian melihat tali terjuntai di dinding gua, langsung tarik saja aku ke atas.”
Penjelajah yang tidak meninggalkan rekannya bukan berarti bertindak ceroboh. Saat kecil dia sering mendengar Ayahnya bercerita tentang berbagai krisis mendadak, selama penanganannya tepat, sebagian besar bahaya bisa diatasi.
Sekalipun tanpa energi sihir, dia tetaplah penjelajah terhebat!
“Biarkan aku ikut,” sela Nightingale, “Di dunia kabut tidak ada pembagian atas-bawah, aku bisa berjalan di tebing dengan mudah. Bahkan jika ada musuh muncul, aku bisa melindunginya untuk segera kembali.”
“Apa bedanya dengan bertindak mandiri?” Wendy menggelengkan kepala berulang kali, “Bagaimana jika di bawah ada perangkap? Kalian berdua tidak akan sanggup menghadapinya. Jangan lupa masih ada musuh kuat seperti Iblis tingkat tinggi di dunia ini!”
“Kami sama sekali tidak akan meninggalkan Furan!” kata Eliana dengan suara berat, “Jika kalian tidak pergi, kami yang akan pergi sendiri!”
“Apakah 400 tahun waktu membuatmu lupa pentingnya menaati perintah?” Suara Agatha juga menjadi serius, “Atas nama Penyihir Perempuan Tingkat Tinggi Takira, aku memerintahkanmu untuk tidak bertindak tanpa perintah!”
“……” Mendengar ini, semua Penyihir Hukuman Dewa diam membisu, Eliana menggigit bibirnya, akhirnya mundur dua langkah sambil memberi hormat dengan tangan di dada.
“Kalian tidak perlu bertengkar untuk hal seperti ini,” Edith tiba-tiba menyela, “Menurut petunjuk Yang Mulia Kaisar, operasi eksplorasi harus dilakukan bersama oleh tiga pihak. Jadi cukup turunkan Angkatan Darat Pertama saja, bukannya?”
“Kau sudah menemukan jalan turun?” Penanggung Jawab Angkatan Darat Pertama Brian tertegun.
“Aku tidak menemukan jalan, tapi ini,” dia menunjuk tebing di samping mulut gua. Di bawah pantulan obor, partikel cahaya berkelap-kelip muncul di tebing batu - kilauan gelombang air akibat pembiasan. “Kapal semen untuk memasak bubur itu punya sistem pengangkatan. Sering kulihat mereka menggantungkan mangsa langsung dari kapal suplai lain, bukan diangkut pasukan.”
“Ah... maksudmu sistem keranjang gantung itu,” Brian mengangguk, “Memang bisa mengangkut banyak barang sekaligus, tapi harus digerakkan mesin uap...”
"Jadi, selama kita memindahkan mesin dari kapal ke sini, kita bisa sekaligus mengangkut dua regu senapan mesin, bekerja sama dengan penyihir untuk masuk ke lubang dalam ini." Edith berbicara kata demi kata, "Panjang tali bisa diperpanjang dengan menyambung, mesin berat pun seharusnya bukan masalah bagi Penyihir Hukuman Dewa. Ada air di sini yang bisa menjamin operasinya terus menerus, jalur mundur yang diminta Yang Mulia Kaisar juga bisa terpenuhi. Satu-satunya masalah adalah cara melepasnya, pasti ada orang di Angkatan Darat Pertama yang bisa melakukannya kan?"
Brian ragu-ragu, "Kalau hanya melepas sih tidak masalah, tapi kalau mau memasang kembali..."
"Itu hanya kehilangan satu kapal dan satu mesin uap saja," Edith mengangkat alis, "Totalnya sekitar lima enam ratus koin Emas, menurutmu Yang Mulia akan memilih apa?"
Lima enam ratus... Petir tak bisa menahan sentakan di sudut mulutnya, bukankah ini jumlah yang cukup besar?
Brian tidak berpikir lama, segera mengangguk, "Saya mengerti, kalian akan segera mendapatkan mesin uap."
……
Setengah jam kemudian, di tepi lubang meditasi muncul mesin berdengung – setelah lengan sistem keranjang gantung dipindahkan ternyata sulit dipasang di batuan, akhirnya bagian peralatan itu ditinggalkan, hanya mengambil katrol sebagai alat penggulung. Roda gila mesin uap memutar katrol berat bolak-balik, mengirimkan tali rami sepanjang satu knot langsung ke lubang besar. Untuk mencegah tebing batu menggesek tali, Agatha memanggil es keras yang membungkus sekitar mulut gua, membuat tali bisa bergerak naik turun dengan lancar.
Ujung tali rami terhubung dengan keranjang besi besar yang mampu memuat enam hingga delapan orang serta dua pucuk senapan mesin berat Mark Tipe Satu. Meski penyihir kehilangan kemampuan bertarung, regu senapan tetap bisa memberikan perlindungan tembakan intensif.
Kandidat pertama yang naik ke keranjang gantung adalah Agatha, Eliana, dan enam prajurit Angkatan Darat Pertama. Petir dan Nightingale ikut dalam operasi ini.
Saat sistem pengangkat selesai diuji, mereka perlahan turun ke lubang dalam. Api di atas kepala semakin redup tertelan kegelapan.
Petir terbang di posisi agak bawah pusat gua dengan tali pengaman, memimpin jalan untuk rombongan di belakangnya. Keadaan tanpa Maisie membuatnya sedikit sulit beradaptasi, namun harus ada yang menjaga di luar gunung salju. Daripada mengawasi gerakan makhluk jahat, ia lebih ingin mengungkap misteri reruntuhan bawah tanah.
Setiap turun lebih dari sepuluh meter, ia menoleh ke belakang.
Api unggun pos pemeriksaan hampir tak terlihat. Satu-satunya cahaya berasal dari dua Batu Ajaib Mako bercahaya dalam keranjang - sinar lembut yang memantulkan "pita" keemasan di tebing batu, lapisan es yang ditinggalkan Agatha sepanjang perjalanan. Es keras itu meratakan permukaan batu bergerigi, mengubahnya menjadi cermin datar untuk menjamin penurunan stabil rombongan.
Setelah terbang sekitar seratus meter, hati Petir semakin berat.
"Orang biasa" memiliki kemungkinan selamat yang sangat kecil jika terjatuh dari ketinggian seperti ini. Satu-satunya harapan adalah media cacing penyerap yang memiliki nyawa yang luar biasa tangguh.
Pada saat itu, dia melihat pantulan cahaya yang aneh muncul di bawah kakinya.
Cahaya itu sangat redup, seperti mata hitam yang tiba-tiba membuka kelopaknya, menyerupai celah tipis yang berkedip. Petir menggunakan Batu Ajaib Mako bercahaya untuk mengirim dua sinyal ke atas, menahan napas sambil mempercepat terjun bebas, lalu mendarat di batu sekeras baja yang permukaannya licin.
Dia membungkuk dan menyentuh "tanah" dengan lembut. Permukaan batu hitam legam itu halus seperti kristal, dengan kilau kemerahan yang tak terurai menyembul dari balik bayangan hitam pekat...
Dia pernah melihat benda ini sebelumnya.
Itu adalah menara batu hitam raksasa di perkemahan Iblis.
