Kali ini situasinya berubah.
Setelah pengulangan, empat orang dibawa keluar kerumunan oleh pengawal raja baru.
Para bangsawan mulai gempar.
“Yang Mulia, ini...”
“Tebakanmu benar, mereka berempat berkata jujur.” Roland mengangkat tangan, “Kesediaan untuk mencoba adalah tiket naik kereta reformasi. Keberanian bereksperimen paling berharga di masa perubahan.” Lalu ia menatap bangsawan terpilih, “Bekerjalah baik, jangan sia-siakan kesempatan ini.”
“Baik, baik... Yang Mulia!” Keempatnya menjawab dengan gemetar karena terharu.
Omong kosong! George menahan geram di hatinya. Keberanian? Kualifikasi? Jangan bercanda! Para birokrat ini hanyalah Baron yang berada di tepi jurang kehancuran—wilayah tandus, produksi minim, manajemen buruk, pasukan kurang. Inilah potret sebenarnya mereka! Tanah yang defisit tentu tak ada yang perlu disayangkan. Satu-satunya alasan masih dipertahankan hanyalah sebagai kain penutup malu status. Pada dasarnya, mundur selangkah lagi bahkan undangan pesta makan malam pun tak akan diterima. Bagaimana mungkin mereka mendapat perhatian khusus dari Raja baru? Atau... jangan-jangan mereka sudah berkomplot dengan Roland Wimbledon untuk memainkan permainan absurd ini?
Tunggu... Tiba-tiba ia teringat sebuah kabar angin, kisah menyeramkan dari ibu kota kerajaan.
Hanya segelintir saksi mata, tapi benar terkait Pangeran Keempat. Kabarnya setelah menyerbu ibu kota kerajaan, di Menara Kembar bangunan megah, ia menggelar Pengadilan untuk menjatuhkan hukuman pada para bangsawan besar. Hasilnya, aristokrat berpengaruh di ibu kota hampir punah. Tifico dihukum gantung. Lebih tepat disebut pembersihan rival daripada peradilan.
Namun prosesnya dipenuhi nuansa aneh.
Konon Roland menggunakan 「permainan tanya jawab」 untuk menjatuhkan vonis pada yang lain.
Sepuluh pertanyaan. Salah satu saja, langsung dijebloskan ke penjara—dasar arbitrasinya adalah legenda membaca pikiran.
“Saat itu George meremehkan penjelasan ini, menganggapnya hanya sebagai isu yang dikarang oleh bangsawan yang lolos dari hukuman secara kebetulan untuk menyamarkan rasa bersalah dan sifat penakut mereka. Putusan membaca pikiran yang disebut-sebut hanyalah keputusan sewenang-wenang Roland berdasarkan preferensi pribadi. Bahkan jika pihak lawan akhirnya tidak tinggal di ibu kota kerajaan, itu tidak akan memberi kesempatan bagi mantan pengikut Tifico untuk bangkit kembali.”
“Tapi sekarang, dia menyadari dirinya mulai meragukan keyakinannya.”
“Mungkinkah… kabar ini benar adanya?”
“Berikutnya kalimat ketiga, dengarkan baik-baik,” suara Edith kembali terdengar, “Saya sama sekali tidak ingin melepaskan wilayah kekuasaan dan kekuasaan saya, tapi di hadapan kekuatan fisik yang luar biasa, saya lebih memilih tidak mempertaruhkan nyawa untuk itu.” Dia memberi isyarat mempersilakan kepada yang lain, “Sekarang giliran kalian.”
Suasana di aula mulai berubah.
Sebelumnya masih ada yang bersikap acuh tak acuh, mengulangi ucapan formal dengan malas. Tapi ketika gelombang pertama bangsawan mendapat pengakuan dari Raja baru dan meninggalkan kerumunan terlebih dahulu, hati yang lain mulai diliputi keanehan emosi.
Kali ini bahkan jawaban-jawaban tidak lagi seragam.
Namun pada putaran ini, pengawal tetap memilih lebih banyak bangsawan.
Yang membuat jantung George Nary langsung berat adalah Earl Delta termasuk di dalamnya.
“Apa yang terjadi?” Gai mendekatinya diam-diam dan berbisik, “Apakah mereka semua sudah diyakinkan oleh Raja baru?”
“George menghitung diam-diam, total ada dua puluh satu orang yang dibawa keluar, bahkan beberapa di antaranya dua hari lalu masih berada di kediamannya, berdiskusi tentang cara melawan Roland. Bersama dengan pelayan dan hamba para bangsawan ini, kerumunan langsung menyusut setengahnya.”
“Tidak, tidak mungkin... Jika Roland memiliki hubungan dengan sebanyak ini orang, aku pasti sudah mengetahuinya,” gertaknya, “Mereka seharusnya baru terpilih secara mendadak.”
“Lalu... Mengapa mereka tidak mengatakannya?” Baron Leviathan juga mendekati, “Orang brengsek seperti Huff, jelas-jelas sebelumnya berada di pihak kita!”
“Mengatakan apa?” George melotot tajam, “Yang Mulia Kaisar salah lihat, aku menganggap wilayah kekuasaan lebih penting dari apapun, bahkan rela mengorbankan nyawa? Kalau jadi kamu, maukah kamu bicara?”
“Eh, aku...”
Benar-benar brengsek, pikirnya kesal, masalahnya bukan pada orang yang terpilih, tapi pada bangsawan yang tersisa - Roland Wimbledon bisa saja memilih orang dengan menutup mata, lalu mengkategorikan sisa terakhir sebagai penentang, tapi bagaimana dia memastikan tidak ada orang dari pihak Pangeran Chishui di dalamnya?
Memilih target yang salah hanya akan mendorong kekuatan ini ke pihak oposisi, tipu muslihat ini hampir tidak ada artinya selain memancing ular dalam lubang, atau mungkin dia hanya ingin pamer kemampuan membaca pikiran di depan umum?
George mengamati sekeliling aula, sekali lagi memastikan sang Raja baru hanya membawa enam pengawal. Bahkan jika yang terakhir mengurangi jumlah hingga satu-dua orang dan ingin membunuh ayam untuk memberi peringatan pada monyet, enam orang ini belum tentu bisa mencegah keributan di depan umum.
Setidaknya, dia dan Earl Sanhe tidak akan tinggal diam.
"Menurut kekuatan fisik bukanlah jawaban yang memalukan," Roland tersenyum ke arah bangsawan kelompok kedua, "Sejak zaman kuno, kekuatan fisik selalu menjadi dasar penentuan strata manusia. Pentingnya menilai situasi tidak kalah dari keberanian. Leluhur kalian bisa menduduki posisi di Greycastle dan meneruskan garis darah, bukan hancur dalam arus sejarah, ini sendiri adalah bukti kekuatan. Aku senang kalian bisa mewarisi hal ini. Selain itu, aku juga berjanji, kalian tidak akan diperlakukan berbeda dengan bangsawan kelompok pertama. Asalkan kalian mengingat jawaban hari ini, jika menghadapi masalah serupa di masa depan, renungkanlah kekuatan yang kumiliki."
Setelah berkata demikian, dia menatap Mutiara Utara, "Bacalah kalimat berikutnya."
Edith mengangguk, "Kalimat keempat: Aku tidak ingin melepaskan kedua pihak, dan tidak tahu harus memilih yang mana."
Pernyataan ini singkat, tetapi hanya lima atau enam orang di antara bangsawan yang tersisa yang berbicara. Mayoritas memilih diam, menyadari mereka sedang dipisahkan.
Dari yang mengulangi pernyataan tersebut, pengawal hanya memilih tiga orang.
"Hmm, Yang Mulia Kaisar, kami percaya Anda bisa membaca pikiran orang. Mari akhiri di sini."
"Benar, ini kan pesta penyambutan. Bagaimana jika..." Earl Delta dan Earl Sanhe bergantian mencegah.
"Orang netral lebih sedikit dari yang kuduga," Roland berbicara seolah tak mendengar, "Berdiri di tengah dan ragu-ragu bukanlah karakter yang baik, terutama dalam gelombang perubahan yang terus bergulir. Tapi kalian termasuk jenis yang bisa diubah, tinggallah dulu di sini. Mungkin dalam seperempat jam, pandanganmu akan berubah."
Ia berhenti sejenak, menghadap para bangsawan yang tersisa, "Sekarang kalimat terakhir. Tapi kurasa kalian sudah bisa menebak isinya, atau lebih tepatnya, pikiran masing-masing di hati kalian. Karena itu, biarkan aku yang mengatakannya sendiri——"
"Bagaimanapun juga aku takkan menyerahkan wilayah kekuasaan dan kekuasaanku! Untuk ini, aku berani mengambil risiko—selama bisa menjatuhkan Raja, keluarga dan kemewahan pasti akan bertahan!"
Pada ketikan itu, api unggun seolah membuka sendiri tanpa angin.
Di tengah aula, tak ada suara yang terdengar. Udara seperti membeku.
"Tidak perlu menjawab. Seperti kataku sebelumnya, ini bukan saran tapi perintah," kata Roland perlahan, "Yang tidak mau mengulangi, tak punya kualifikasi untuk terus bersama. Jalanmu berakhir di sini."
"Apa maksud Yang Mulia?" George juga berubah ekspresinya, "Tanpa bukti, tanpa Pengadilan, hanya dengan satu kalimat, Yang Mulia ingin menghukum kami?"
Masih tersisa 27 bangsawan—jumlah ini jauh melebihi perkiraannya. Menurut perbedaan gelar, masing-masing membawa dua hingga empat orang pengiring, totalnya minimal enam puluh orang. Bahkan ada banyak calon ksatria di antara mereka. Apa untungnya bagi Raja Baru memaksa mereka sampai ke titik ini?
Tidakkah dia takut kobaran api itu akan membakar dirinya sendiri!
“Yang Mulia Kaisar, jika ini hanya candaan, sudah cukup,” Guy Yiran tetap menunjukkan wajah ramah, membujuk dengan tenang, “Kalimat terakhir itu terlalu ekstrem, kami tidak sanggup memikulnya. Bagaimana Yang Mulia bisa memastikan semua orang berpikir seperti itu? Setidaknya saya pasti tidak akan pernah mengkhianati Keluarga Wimbledom.”
“Benar... Ini tuduhan palsu! Saya tidak pernah berpikir seperti itu!”
“Yang Mulia, mohon pertimbangkan dengan bijak!”
Yang lain mulai berteriak-teriak.
“Tahukah kalian? Kemampuan membaca pikiran manusia justru seperti ini - semakin banyak bicara, semakin mudah membedakan yang asli dan palsu,” Roland Wimbledom tanpa ragu mengambil cangkir kristal kaca dari tangan Edith, “Simpan saja kata-katamu untuk bicara dengan sekop besi dan bijih tambang.”
“Bi-bijih tambang?”
“Tepat. Kalian akan dihukum kerja paksa 20 tahun di Tambang Lereng Utara atas tuduhan pemberontakan - mengingat saat ini rencana itu masih sebatas dalam pikiran, belum menjadi kenyataan.” Suara Raja Baru memancarkan jejak aura berbahaya, “Tapi... jika kalian melawan, maka pemberontakan itu akan menjadi tindakan nyata. Tambang tentu tidak bisa menampung kalian lagi. Satu-satunya tempat peristirahatan kalian adalah kematian.”
Setelah mengatakan itu, ia menghabiskan anggur dalam cangkirnya lalu melemparkan wadah tersebut.
Cangkir kaca melengkung di udara sebelum mendarat di kaki George, pecah berkeping-keping dengan suara keras.
“Tangkap mereka!”
Bagian 0867 Makna di Balik Senyuman
Gila, dia... benar-benar gila!
George Narry tidak percaya situasi benar-benar akan sampai ke titik ini. Atas dasar apa Raja baru mengira mereka tidak akan melawan, tapi hanya menyerah begitu saja?
Dengan enam orang melawan lebih dari enam puluh, apakah para pengawal ini terbuat dari besi?
Sekalipun ada penyihir perempuan di pihak lawan, di hadapan bangsawan yang mengenakan Batu Hukuman Dewa, sama sekali tidak ada peluang menang!
Sesuai perintah Raja baru, keenam pengawal perempuan itu tidak langsung menyerbu. Dua orang berdiri di pintu keluar dan di depan Roland, sementara empat lainnya menghunus pedang pendek dan mendekati para bangsawan langkah demi langkah.
Dari kerumunan langsung terdengar gemerincing suara pedang tajam yang dikeluarkan dari sarungnya. Dalam rasio kekuatan yang begitu timpang, tak ada yang mau meletakkan senjata dan berlutut menyerah.
"Ya... Yang Mulia Kaisar...!" Wajah Pangeran Chishui berubah drastis, "Mari kita semua tetap tenang! Masalah bisa didiskusikan perlahan!"
Sekarang sudah terlambat. Setelah saling bertatapan, George dan Guy segera sepakat merubah rencana - bertarung di villa ini!
Meski lokasi ini kurang ideal untuk pertahanan, keuntungannya adalah hampir seluruh bangsawan Chishui telah berkumpul. Asal bisa mengendalikan Roland, dia yakin bisa merekrut sebagian besar ke pihaknya - seperti dikatakan Pangeran Keempat: kekuatan fisiklah standar segalanya. Sayangnya di villa tepi danau ini, kekuatan itu tidak berada di pihak lawan!
“Aku tidak bisa menerima!” Guy berteriak kencang, mengacungkan pedangnya dan melangkah keluar dari kerumunan—ekspresi ramahnya yang selama ini menghilang, berganti menjadi serius, “Jika ini pengadilan dengan bukti kuat, aku takkan protes. Tapi keputusan main-main seperti ini, tak satu pun bangsawan sejati yang akan patuh. Bahkan jika Yang Mulia Wimbledon III bertanya padaku, jawabanku tetap sama! Yang Mulia, Anda yang memaksaku!”
Di belakangnya mengikuti empat pelayan bertubuh tinggi, semuanya berdiri tegak tanpa rasa takut meski lawannya bangsawan kerajaan. Dari segi semangat, Earl Tiga Sungai bahkan mengalahkan rombongan Raja baru.
Bagus sekali, pikir George dalam hati. Deklarasi tegas seperti ini bahkan sulit dibantah oleh pangeran. Kalimat terakhirnya menyasar seluruh bangsawan, memicu semangat sekaligus provokasi. Selanjutnya tinggal mengalahkan Roland untuk mengakhiri segalanya!
Yang tak mereka sangka, Earl berusia hampir empat puluh tahun dengan ramban uban ini adalah petarung ulung.
Guy Yurian memiliki kekuatan monster bawaan. Saat berusia 15 tahun, dia sudah membasmi gerombolan perampok di muara sungai bersama dua ksatria. Setelah dewasa, menguasai berbagai senjata dan jarang terkalahkan dalam pertandingan antar bangsawan. Julukannya "Guy Sang Raksasa". Banyak yang yakin, andai dia bukan bangsawan besar melainkan ksatria, namanya pasti tercatat dalam sejarah sebagai ksatria terhebat.
"Adapun keempat pelayan itu, masing-masing memiliki level ksatria calon. Asalkan bisa mengikat pengawal Raja Baru sejenak, Roland Wimbledon sama sekali tidak akan mampu melawan di hadapan Earl Tiga Sungai!"
"Bantulah dia," perintah George kepada pelayannya. "Awasi Putri Edith dengan baik."
"Baik." Beberapa orang lagi melangkah keluar dari kerumunan.
Menghadapi Guy yang melangkah maju, senyuman di wajah Roland tidak berkurang sedikit pun, malah semakin kuat. Seolah-olah dia sama sekali tidak menyadari situasi saat ini, membuat George tak bisa tidak mengepalkan tinjunya. Tertawalah, ini adalah saat terakhirmu menikmati kemenangan. Nanti aku akan membuatmu menangis tanpa bisa mengeluarkan air mata!
"Serang!" Ketika jarak kedua pihak berada dalam 10 langkah, Guy tiba-tiba mempercepat langkah dan mengayunkan pedangnya ke arah pengawal perempuan itu!
Kekuatan serangan itu begitu dahsyat, bahkan terdengar desisan pedang yang menyibak udara.
Serangan ini hanya bisa dihindari, sama sekali tidak bisa dihadapi secara langsung!
Begitu lawan minggir, Roland akan benar-benar tidak terlindungi di depan.
"Dentang——Tusuk——"
Kemudian George mendengar dua suara: yang pertama adalah dentuman logam yang jernih dan nyaring, yang kedua adalah gesekan halus antara mata pisau dengan daging. Separuh pedang melayang ke udara, berputar beberapa kali sebelum akhirnya tertancap terbalik di lantai kayu.
Diikuti oleh tengkorak Earl Tiga Sungai.
Dengan halus, benda itu meluncur dari leher, jatuh ke lantai dengan suara Braak!, terpantul dua kali sebelum diam. Darah yang tumpah dari bagian yang terpotong membentuk garis lengkung merah terang.
Apa... yang sebenarnya terjadi?
Musuh ternyata hanya menggunakan satu tebasan pedang untuk memenggal leher "Raksasa" Gai bersama dengan senjatanya?
Bagaimana mungkin!?
Namun sebelum sempat bereaksi, suara pedangan yang saling berbenturan dan jeritan kacau sudah bergema di sekitar kerumunan. Tebasan itu bagaikan sinyal—empat orang pengawal perempuan menyerang dari berbagai arah sekaligus, langsung memicu angin busuk dan hujan darah. George terkejut menemukan gerakan mereka hampir tak bisa ditangkap mata telanjang, kekuatannya luar biasa. Benda apapun di tangan mereka menjadi senjata memfatalkan, bahkan kepalan tangan dan jari bisa melukai hanya dengan sentuhan. Seolah yang bertarung melawan bangsawan bukan manusia, tapi patung baja!
Monster, ini jelas sekumpulan monster! teriaknya dalam hati. Bagaimana mungkin orang biasa melatih tubuh mereka sampai level ini?
"Tapi... jika kalian melawan, itu menjadi bukti nyata pemberontakan. Tambang takkan bisa menampungmu lagi. Tempat peristirahatanmu hanyalah jalan buntu kematian."
Pada ketikan itu, George Narry teringat kata-kata Raja baru.
Di pikirannya seakan kilat menyambar—
Jangan-jangan mereka menunggu momen ini?
“Dengan susah payah ia memutar lehernya, memandang ke arah Roland Wimbledon berdiri.”
“Rasa dingin yang menusuk tulang merambat dari telapak kaki hingga ke punggung—kali ini ia menyadari akhirnya memahami makna di balik senyuman itu.”
“Ini adalah perangkap yang terencana sempurna!”
“Dengan sengaja meninggalkan Angkatan Darat Pertama di luar kota, hanya membawa 100 pengawal, bahkan ke jamuan makan hanya ditemani enam pengawal; berpura-pura tidak memahami situasi dengan bersikap keras kepala, sama sekali tidak memberi ruang kompromi—semua tindakan ini hanyalah umpan untuk memancing mereka bertindak!”
“Mengawal mesin tambang? Tidak... Sang Raja baru sama sekali tidak berniat melepaskan para bangsawan yang tersisa. Andai mereka menyerah begitu saja, mungkin Sang Raja justru akan merasa sangat kecewa.”
“Benar... Itu adalah senyum dinanti.”
“Dinanti mereka mengikuti pola yang telah ditetapkannya langkah demi langkah menuju jurang, dinanti mereka menggali kuburan sendiri—hanya dengan cara ini Sang Raja baru bisa merasakan kegembiraan. Namun senyuman ini penuh kejahatan bagi George, membuatnya tak bisa merasakan kehangatan, justru merasakan hawa dingin yang menggigit.”
“Lepaskan...lepaskan kami...”
“Yang Mulia, saya menyerah!”
“Saya juga! Keluarga Leviathan bersumpah setia pada Yang Mulia!”
“Apa pun yang Yang Mulia mau akan saya berikan! Mohon ampuni saya!”
“Situasi berbalik drastis. Melihat gelagat buruk, para bangsawan bergegas bersujud memohon ampun. Meski jumlah mereka masih lebih banyak, dengan musuh hanya empat orang, justru merekalah yang terlihat terkepung.”
Terlambat, George dengan tak berdaya menurunkan pedangnya. Ketika yang lain mengeluarkan senjata dari pinggang mereka, saat itu juga mereka telah menjadi pemberontak dalam sebutan Roland.
Ketidakrelaan, kekesalan, ketakutan, dan amarah bergantian muncul, namun akhirnya sirna di bawah tebasan pedang panjang yang datang dari belakang.
Riuh pertempuran kacau dan teriakan minta ampun perlahan menjauh. Hal terakhir yang dilihatnya adalah aula yang miring, serta genangan darah yang menerjang wajahnya.
