Tang En yang dipaksa mengikuti operasi Angkatan Darat Pertama menyadari dirinya masih meremehkan kekuatan kelompok ini.
Dari pertempuran hingga penghancuran total, kedua pasukan bahkan tidak bersentuhan langsung. Paman Sang dan kawan-kawan terus menembak ke arah pasukan Fajar, tanpa hujan panah yang menutupi langit maupun keringat dan selubung darah dalam pertempuran jarak dekat. Di garis pertempuran sepanjang lebih dari satu li, dia sama sekali tidak bisa melihat apa-apa, namun formasi lawan terus mengalami keruntuhan massal seiring dengan gerakan mereka, seolah ada kerja sama tim yang sempurna.
Perang ini terlihat seperti permainan anak-anak, bagaikan drama panggung yang hanya mengandalkan efek suara.
Namun jeritan menyayat dari sisi jalan utama membuktikan bahwa itu hanyalah ilusinya. Semakin santai Angkatan Darat Pertama bertindak, semakin mereka membuktikan keunggulan taktik tempurnya.
Akhirnya dia mengerti maksud Paku tentang "taktik pertarungan Angkatan Darat Pertama".
Pasukan ratusan orang bergerak selayaknya satu tubuh. Saat diam layaknya hantu, saat menyerang pun tetap tanpa suara. Semua diimplementasikan sesuai rencana dengan disiplin yang belum pernah dilihatnya. Dibanding senjata ganas, garnisun utara tak kalah mengesankan di mata Tang En: Bersembunyi sebelum fajar dengan perlindungan kelam malam, lima anggota tim maju tanpa pasukan pengawal di belakang, komandan Wajah Elang berada di lingkaran penghadangan terdekat Kota Suci Lama, seluruh personil fokus tinggi dengan pembagian tugas jelas, setiap perintah dieksekusi cepat... Tanpa detail-detail ini, meski dengan senjata canggih sekalipun, mustahil meraih hasil pertempuran sehebat ini.
Menyaksikan keseluruhan pertempuran, Tang En merasa lega telah memilih meninggalkan Hermes tepat waktu.
Seandainya tetap bertahan di Kota Suci hingga para birokrat ini menyerbu wilayah dalam kota, pedagang seperti dirinya pasti akan diperlakukan sebagai pengkhianat.
Ia menghela napas diam-diam. Di luar terlalu berbahaya. Jika kali ini bisa pulang dengan selamat, lebih baik berbisnis dengan patuh di Kota Malam Abadi.
Meski uang tak banyak, menghidupi keluarga seharusnya tidak terlalu bermasalah.
Juga Fu'er dari 「Surga Dunia Manusia」, pasti sedang merindukannya?
"Aku benar-benar berharap bisa cepat pulang," pikir Tang En.
……
Di kala senja, Wajah Elang memasuki tenda musyawarah darurat. Ia memberikan penghormatan militer kepada Edith sebelum menyodorkan sebuah buku catatan. "Medan perang telah dibersihkan tahap pertama. Ini laporan situasi dari setiap kelas yang sudah kusarikan."
"Kerja kerasmu dihargai." Mutiara Utara menerima buku itu dan membaliknya dari awal hingga akhir. Tak ada korban jiwa di Angkatan Darat Pertama memang sudah diperkirakan. Di pihak Fajar ditemukan lebih dari seribu mayat, enam ratus lainnya terluka. Perkiraan pengurangan pasukan langsung sekitar 20%. Yang mati akibat tembakan pistol tak banyak. Sebagian besar tewas dalam pemboman bom udara dan injakan sesama pasukan, sementara penyapuan sepanjang jalan hanya memperparah tingkat kekacauan.
Hal ini juga sesuai dengan perkiraan staf. Mengingat jumlah pasukan di wilayah utara terlalu sedikit, Bahtera Energi Sihir tidak mampu mengangkut peluru dalam jumlah memadai. Ditambah kurangnya taktik pengejaran untuk memperluas hasil pertempuran, wajar jika sebagian besar musuh berhasil lolos. Selama misi mengusir pasukan besar Fajar tercapai, ini tetap bisa dianggap sebagai Penghalang yang berhasil.
Akhirnya lebih dari 1.800 orang menyerah dengan meletakkan senjata, termasuk 25 bangsawan. Yang berpangkat tertinggi adalah seorang Earl yang menyebut diri sebagai Pangeran Bunga. Namun yang menarik minat Edith justru seorang Baron bernama Raymin Peyton. Laporan menyebutkan, di tengah permintaan tebusan dan harapan perlakuan layak, ia terus menekankan hubungan lamanya dengan pejabat tinggi Greycastle dan persahabatan dengan Raja Benteng Abu-abu.
"Orang ini benar-benar berkata begitu?" Dia menggelengkan buku catatan ke arah Wajah Elang.
"Mungkin hanya asal bicara, atau mengira Raja Greycastle masih Tifico Wimbledon," Wakil Komandan Batalion mengerutkan kening. "Bagaimana rencana Yang Mulia menangani para bangsawan yang menyerah ini?"
"Tebusan tidak mungkin, masukkan saja mereka ke penjara dulu," Edith merenung sejenak. "Mungkin masih berguna di kemudian hari. Untuk non-bangsawan, bebaskan saja. Kita tidak punya cadangan makanan berlebih untuk dibagikan."
"Baik."
"Tidak ada temuan tentang keberadaan Dewa Fajar Ampion Moa?"
“Tidak ditemukan mayat yang sesuai dengan ciri-cirinya di bagian tengah,” Wajah Elang menggelengkan kepala, “Saat menginterogasi tawanan, ada yang melaporkan kemungkinan bertemu Ampion. Tapi saat itu dia dan sekelompok ksatria sepertinya sudah berganti pakaian, dan tidak membawa panji atau lambang keluarga. Orang lain yang ingin mundur bersama mereka justru dihadang oleh ksatria-ksatria itu. Karena jaraknya cukup jauh dan situasi di lokasi sangat kacau, si birokrat itu tidak bisa memastikan itu benar Ampion.”
“Lokasi pertemuannya?”
“Di dalam Kota Suci Lama.”
“Kalau begitu sembilan dari sepuluh kemungkinan itu dia,” Edith mengangkat bahu, “Untuk mengumpulkan pasukan besar sebesar itu, kehadiran langsung Raja dalam ekspedisi mutlak diperlukan. Menurutmu di posisi mana seharusnya seorang raja berada dalam pasukan besar?”
“Eh... Di barisan paling depan?” jawab Wajah Elang dengan ragu.
“Lebih tepatnya di belakang pasukan perintis,” jelasnya, “Kota Suci Lama tidak punya tembok kota. Perampokan dilakukan berdasarkan kecepatan tangan, jadi aktivitas merampok harus didahului Raja. Pasukan perintis biasanya terdiri dari Ordo Ksatria-nya, berfungsi menghilangkan ancaman sekaligus memastikan mereka yang pertama masuk kota.”
“Jadi saat operasi pesawat pengebom dimulai, mereka sudah berada di dalam kota?”
“Hmm, justru karena itulah Anpein bisa menghindari serangan udara Maisie dan Putri Kolibri, serta punya cukup waktu untuk menilai situasi dan memilih arah pelarian yang tepat——meski begitu, bisa memutuskan untuk melepaskan martabat Raja dan kabur dengan penyamaran dalam setengah jam, itu sudah termasuk reaksi yang kompeten.” Edith mengangkat sudut mulutnya hampir tak terlihat, menjilat bibirnya pelan.
“Sial! Ikan terbesar masih bisa lolos!” Wajah Elang bergumam kesal, “Andai saja aku menyiapkan pasukan pengejar sebelumnya...”
“Percuma,” potongnya, “Di dataran seluas ini, kecuali kau bisa meramal rute pelariannya, baru mungkin menghadangnya. Penghadangan di jalan utama hanya memanfaatkan kebiasaan mundur musuh dan psikologi kerumunan——jadi saat mereka lari ke ladang gandum di sisi lain, efek merusak senjata api jadi jauh berkurang.”
“……” Wakil Komandan Batalion tidak membantah, tapi tetap terlihat sangat frustasi.
“Tak perlu menyalahkan diri. Ketahuilah ini belum tentu hal buruk.” Edith tersenyum tipis.
“Mengapa?” Wajah Elang mengangkat kepala dengan heran.
“Penjelasannya rumit. Cukup pahami bahwa rasa takut itu menular. Saat mereka sadar betapa mengerikannya melawan Greycastle, apakah masih berani mengabaikan peringatan Yang Mulia?” Mutiara Utara berhenti sejenak, “Takhta Anpein Moa mungkin tak akan semudah dulu didudukinya.”
Melihatnya tidak ingin membahas lebih dalam, Wajah Elang pun tidak mengejar lebih jauh, "Lalu apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Langsung menduduki Kota Suci Lama?"
"Hanya dengan lima ratus orang ini? Masuk ke dalam kota bahkan tak bisa membuat percikan air." Edith menolak tanpa ragu-ragu, "Tunggu dulu, Putri Maisie sedang menjemput seorang figur kunci. Jika berjalan lancar, mungkin kita bisa menaklukkan tempat ini tanpa usaha."
