Dalam arti tertentu, gereja bayangan bukan hanya tempat serah terima para Paus, tetapi juga merupakan sebuah museum.
Patung setengah badan para pemimpin gereja yang dipajang di dalamnya saja sudah memiliki nilai sejarah yang besar, apalagi ditambah dengan Jimat Batu Ajaib Mako yang mampu menampilkan peristiwa penting sejarah melalui teknologi hologram.
Jika suatu hari nanti dibuka sebagai objek wisata, tiket masuknya pasti akan laku keras.
Hanya saja saat ini Roland harus bersusah payah untuk masuk - meskipun gereja bayangan terletak tepat di bawah gereja Kota Suci Lama dengan penataan cermin sempurna, keduanya tidak terhubung. Di antara keduanya terdapat lempengan batu dan tanah liat setebal lebih dari 10 meter, dengan Batu Hukuman Dewa yang tersebar di sana-sini. Baik menggunakan tenaga manusia untuk menggali maupun Bahtera Energi Sihir untuk menembus langsung, keduanya merupakan hal yang sangat merepotkan.
Setelah berkonsultasi dengan Isabella, dia memutuskan untuk masuk melalui lorong bawah tanah biara.
Bagaimanapun, lorong-lorong ini dulunya terbuka bebas. Meskipun kemudian dirusak dan diblokir secara manual, hal ini bukan masalah besar bagi Bahtera Energi Sihir. Yang lebih penting, lorong yang tidak terpakai tidak terpengaruh oleh batu suci, sehingga jauh lebih aman dibandingkan dengan Biro Rahasia yang seluruh guanya diselimuti pengaruh jalur bijih batu suci.
Untuk menghindari tersesat, dia juga meminta Sylvie melakukan pemindaian terlebih dahulu guna memastikan rute terbaik untuk perjalanan wisata ini.
Karena persiapan awal ini, para penyihir perempuan juga telah mengetahui informasi tersebut. Pada hari keberangkatan, Roland menemukan sekumpulan orang berkumpul di luar tenda, dengan gadis kecil Kilat yang paling bersemangat.
"Yang Mulia Kaisar, bagaimana bisa Anda tidak mengajak saya dalam ekspedisi penting seperti ini!" Dia menyembulkan bibir seolah mengalami ketidakadilan yang sangat besar, "Bukankah saya kepala penjelajah Anda?!"
"Guk guk guk! Ekspedisi guk!" Maisie menyambung ucapan.
"Ehm... ini hanya perjalanan wisata biasa. Tempat suksesi Paus, mana ada bahaya di sana."
"Kalau begitu saya juga ingin ikut... Bolehkah?" Gadis kecil itu mengedipkan mata yang berbinar-binar.
Sungguh mustahil baginya untuk menolak.
Setelah ada yang pertama, pasti akan muncul penerus berikutnya.
"Yang Mulia, bawalah saya," Kolibri berbisik, "Saya bisa membantu membawa bagasi."
"Sebagai anggota Perkumpulan Penjelajah Misteri, bagaimana mungkin saya melewatkan momen krusial ini, setuju kan, Yang Mulia?" Yang berbicara adalah Agatha.
"Tempat yang dikunjungi Kak Anna juga harus saya datangi!" Suara jernih itu berasal dari Na Nava.
"Bagaimana jika di bangunan bawah tanah ini tersimpan tubuh terinfeksi Wabah Jahat? Bukankah Yang Mulia pernah mengatakan tempat dengan sirkulasi udara buruk paling mudah menumbuhkan wabah?" Lily berkata dengan wajah serius.
"Jika itu Ratu Bintang Jatuh, saya juga ingin bertemu lagi..." Tidak hanya para penyihir, bahkan 「Nomor Tujuh Puluh Enam」Filipina pun mendekat.
"Tunggu, bukannya dia musuh Takira kalian?" Roland bertanya penasaran.
“Tetapi dia juga merupakan pemimpin yang patut dihormati——tanpa Yang Mulia Akalis, kami sama sekali tidak akan bertahan hingga saat perbedaan pendapat muncul.”
……Pada akhirnya, hampir setiap orang berhasil mendapatkan tumpangan gratis menuju Gereja Bayangan.
Awalnya Roland hanya berencana membawa Anna, Nightingale, Sylvie, dan Isabella. Kini karena jumlah peserta meledak, Maggie harus bolak-balik mengangkut beberapa kali baru bisa membawa semua orang masuk ke terowongan bawah tanah yang terbengkalai.
Meski terowongan rumit ini telah lama tertutup, kondisinya masih tetap utuh. Tidak ada tanda-tanda rembesan air, tidak terkikis akar tanaman, selain debu yang agak banyak, jalannya sangat lancar.
Setelah berjalan sekitar seperempat jam, rombongan tiba di area atas Gereja Bayangan. Di bawah bimbingan Isabella, kelompok turis segera sampai di depan aula megah——yang disebut megah bukan karena luasnya, tapi langit-langitnya yang hampir tak terlihat ujungnya. Di kedua sisi pintu berdiri deretan pilar batu kokoh, sama tegaknya, menghilang dalam kegelapan.
Dengan kata lain, tinggi lapisannya jauh melebihi lebarnya.
Roland memasuki aula dan langsung merasakan perasaan sesak yang kuat, seolah sedang berjalan di tebing curam. Meskipun ada Batu Ajaib Mako bercahaya di dinding samping, cahaya kuning redup itu hanya menyinari area kecil di bagian bawah.
"Ini adalah ruang doa, lukisan para Paus dari masa ke masa tergantung di dinding aula." Isabella menjelaskan sambil berjalan, "Pada hari serah terima, Oberlain membawa Mein ke sini, tapi uskup agung sama sekali tidak menyangka selain dia, Oberlain juga membawa orang lain."
"Orang itu adalah Jieluo." Roland berkata dengan suara berat.
"Hmm, seharusnya Penyuci dilarang keras memasuki tempat ini. Penyihir perempuan yang memberikan energi sihir pada jimat semuanya disaring dari para pengubah. Begitu melihat ilusi-ilusi itu, mereka akan segera digunakan untuk ritual Transformasi Pasukan Hukuman Dewa." Isabella mengangguk, "Sejak Jieluo tiba di sini, dia langsung menjadi salah satu kandidat Paus."
"Cara yang sangat menjijikkan." Nightingale bergumam marah, entah merujuk pada ritual Transformasi atau Jieluo.
Isabella dengan bijak memilih untuk diam.
Saat sampai di ujung aula, sebuah lukisan tubuh penuh yang menutupi seluruh dinding muncul di depan mata semua orang. Berbeda dengan kekuningan di Bagian Tengah, bingkai lukisan ini dibungkus Batu Cahaya yang memancarkan cahaya lembut, menampilkan setiap detail dengan hidup.
Meskipun Roland sudah berkali-kali mendengar penjelasan Agatha dan yang lain tentang penampilan Sang Ratu Iblis, saat benar-benar melihat lukisannya, hati tetap dipenuhi perasaan yang sulit diungkapkan.
Akalis berdiri dengan kedua telapak tangan menumpu pedang, tatapannya lurus ke depan seolah mengunci masa depan yang tak terlihat, namun seakan-akan juga sedang mengamati dirinya.
"Setiap kata terasa kurang untuk menggambarkan kecantikan wajahnya. Kelembutan dan keteguhan, es dingin dan kobaran api seolah menyatu sempurna di dirinya. Sekali melihat, sulit untuk dilupakan. Andai hanya sebatas wajah yang menawan, mungkin takkan membuatnya terkejut sedemikian rupa. Dari sosok Akalis, medan energi seorang pemimpin terasa menguar kuat, nyaris berwujud fisik - seolah ia adalah Yang Terkasih Dewa sejak lahir, di mana mengikutinya akan membawa kemenangan mutlak."
"Wanita yang sungguh cantik," gumam Anna, "Untungnya kini dia sudah tiada."
"Hei, bagian kalimat terakhir itu maksudnya apa?" Roland menampar lembut kepalanya, "Bahkan jika Akalis masih hidup, mana mungkin aku bisa terpesona sampai linglung?"
Namun setelah melirik Nightingale di sampingnya, ia memutuskan untuk tidak mengucapkan pikiran itu.
Ia yakin Bertanya Hati-nya tulus, tapi bagaimana jika... jika si birokrat itu memberi penilaian "tidak jujur" atau "setengah kebenaran"? Pasti akan sulit membela diri.
Usai mengagumi kecantikan Ratu Bintang Jatuh, rombongan memasuki ruang ilusi yang tersembunyi di balik lukisan raksasa.
"Di sini tersimpan sembilan Jimat Batu Ajaib Mako. Aku pun belum melihat semuanya, beberapa tampak berasal dari era yang lebih kuno." Isabella meletakkan tangan di atas batu, "Jika Yang Mulia ingin melihat, akan kukaktifkan satu per satu."
"Mulailah." Roland mengangguk.
Seketika segalanya menjadi gelap gulita.
