Keesokan harinya, Kota Tanpa Musim Dingin menyambut liburan keempat sejak masuk musim gugur, sekaligus akhir pekan pertama di musim gugur.
Karena di dunia ini tidak ada legenda seperti Penciptaan Adam, bagi kebanyakan orang, kapan pun mereka harus sibuk bekerja untuk mengisi perut. Sejak Roland memberlakukan peraturan satu hari libur setiap tujuh hari, rakyat wilayah menyematkan rasa syukur ini padanya - bisa istirahat seharian tanpa pemotongan gaji, masih ada apa lagi yang perlu dikeluhkan dari pangeran yang begitu baik dan mencintai rakyatnya?
Terutama para pengungsi yang pindah dari luar daerah, setelah mengalami sendiri lingkungan hidup di Kota Tanpa Musim Dingin, semuanya bertekad bulat untuk menetap di sini. Bahkan promosi besar-besaran Balai Kota tentang Iblis tidak bisa membendung perkembangan ini - dibandingkan kelaparan dan kemiskinan, ancaman Iblis pun menjadi kurang penting.
Namun laporan Balo menunjukkan bahwa setelah sistem hari libur resmi diberlakukan, situasi produksi di Kota Tanpa Musim Dingin tidak terlalu terpengaruh. Alasan utamanya karena istirahat bukan kewajiban, masih banyak yang memilih terus bekerja untuk mendapatkan tambahan gaji. Justru aktivitas perdagangan kota mengalami ledakan besar. Setiap akhir pekan, area alun-alun selalu penuh sesak, tidak hanya pedagang lokal, bahkan pedagang keliling dari luar daerah berbondong-bondong datang berjualan di hari ini, sementara hari lainnya digunakan untuk mengakuisisi produk khas Wilayah Barat dan menjualnya kembali ke daerah lain.
Sirkulasi barang berbasis pekan ini merupakan hal yang tak terbayangkan setahun lalu, namun kini dengan semakin banyaknya kapal semen, ritme perdagangan menjadi semakin cepat. Kota pedalaman besar seperti Chishui bahkan bisa menikmati ikan laut segar yang dikirim dari Pelabuhan Beting dan direndam dalam es. Padahal sebelumnya, para bangsawan dan pedagang di sana hanya bisa mengonsumsi ikan kering yang diasinkan.
Menyikapi hal ini, Roland memindahkan semua kegiatan penting seperti pengumuman resmi, pameran hasil karya, hingga berbagai ritual penghargaan ke hari libur. Dengan memanfaatkan kebiasaan masyarakat, ia semakin mendorong geliat perdagangan - ibarat bulu domba berasal dari domba itu sendiri, tambahan gaji sepenuhnya bisa dikembalikan melalui pajak transaksi dan konsumsi, benar-benar strategi satu langkah seribu manfaat.
Akhir pekan ini pun tak terkecuali. Kehangatan sisa musim panas masih terasa, langit biru tanpa awan dihiasi semilir angin sepoi-sepoi, jelas merupakan cuaca sempurna untuk bepergian. Jalan-jalan penuh sesak, dari area dermaga sungai pedalaman hingga tembok utara kota, di mana-mana terlihat rakyat wilayah yang tak sabar menanti.
Yang membedakan, kali ini mereka bukan antri untuk membeli beberapa jin daging berkualitas di Pasar, melainkan menunggu untuk menyaksikan penemuan terbaru Yang Mulia Raja.
Sebuah alat angkut yang belum pernah ada sebelumnya - uji coba perdana "kereta api".
Pedagang perhiasan Victor juga termasuk dalam kerumunan ini.
Setelah mendengar promosi dari Balai Kota, ia bahkan melemparkan transaksi besar yang sedang dirundingkan kepada anak buahnya, lalu begadang menumpang kapal semen dari ibu kota kerajaan lama menuju Kota Tanpa Musim Dingin.
“Jika ada yang merasakan perubahan drastis di Wilayah Barat beberapa tahun terakhir, Victor tak diragukan lagi termasuk salah satunya. Ketika tempat ini masih berupa kota kecil terpencil, dia sudah pernah mengunjungi penguasanya. Tentang sang pengendali itu, dia tidak punya kesan mendalam, hanya ingat seorang bangsawan paruh baya bertubuh gemuk yang terus mengeluh tentang tugasnya mengelola daerah tandus ini. Jika bukan karena sesekali bisa mendapatkan satu dua batu permata mentah berkualitas prima darinya, mungkin Victor hanya akan berhenti di Benteng Longsong.
Meski begitu, Victor paling banyak sekali setahun mengunjungi Wilayah Barat. Kapan pun dia datang, kota perbatasan ini hampir selalu sama seperti tahun sebelumnya: lusuh dan busuk. Tapi dalam tiga tahun terakhir, kunjungannya semakin sering, terutama setelah Roland Wimbledon mengumumkan pembangunan kota, mencapai frekuensi hampir sebulan sekali.
Perbatasan barat Greycastle seakan berubah menjadi dunia lain.
Di sini, satu hari bukan lagi sehari, melainkan sebulan; sebulan pun bukan lagi sebulan, melainkan setahun. Sulit baginya menjelaskan bagaimana Kota Tanpa Musim Dingin bisa berkembang secepat ini.
Victor memasuki sebuah kedai minuman di tepi jalan. Pemilik kedai segera menyambutnya dengan senyum, "Saya tahu Yang Mulia akan datang. Khusus menyiapkan tempat duduk di dekat jendela di lantai tiga untuk Yang Mulia."
Dia melemparkan sekeping serigala perak kepada pemilik kedai, "Antarkan aku ke atas."
"Baik, silakan ikuti saya."
“Sebagai pelanggan tetap kedai minuman ini, Victor secara natural tak perlu memilih untuk berdesak-desakan dengan rakyat biasa di jalanan – meskipun orang yang berkumpul di lantai tiga juga cukup banyak, setidaknya pandangan di sini lebih terbuka.”
“Orang-orang sekitar sudah berdiskusi ramai tentang demonstrasi hari ini.”
“Jalan sempit itu jalur yang akan dilewati kereta api nanti? Terlalu jauh dari alun-alun pusat dan area perumahan.”
“Jalan? Kurang wawasan, itu namanya sistem rel, alat yang dipakai di tambang.” Seseorang segera mengejek, “Kalau bukan untuk manusia, tentu harus jauh dari keramaian. Kau kira kereta api itu kereta kuda ya!”
“Maksudmu alat yang dipasang di lubang tambang Kota Cahaya Perak?”
“Tepat! Itu memang diproduksi di sini, perlu dipakai bersama mesin uap.”
Victor tak tahan ikut nimbrung, “Kereta tarik yang ditarik mesin uap juga pernah kulihat, keunggulannya tidak terpengaruh topografi. Kalau dipakai di daratan datar, kuda bagal sepenuhnya bisa menggantikan. Kalau cuma begini, Balai Kota seharusnya tak akan mempromosikannya sebagai 「alat transportasi lintas zaman」 kan?”
“Mungkin cuma gimmick saja.” Bersiul seseorang.
“Mana mungkin,” suara riuh segera bergemuruh di sekeliling, “Ini pertama kalimu ke Kota Tanpa Musim Dingin? Yang Mulia Roland tak pernah mengumbar janji kosong soal ini.”
Orang itu masih ingin membantah, tiba-tiba sirene lantang berbunyi dari kejauhan.
“Wu——”
"Datang, itu mendekat!" Suasana di dalam ruangan langsung mendidih. Semua orang menjulurkan tubuh ke luar jendela, menatap tak berkedip ke arah jalan kecil di area kastil. Beberapa yang sudah mempersiapkan diri bahkan mengeluarkan teleskop dari pelukan.
Victor juga menoleh ke arah sumber suara—
Seekor naga hitam panjang perlahan merayap keluar dari balik rumah yang menutupi, sedikit demi sedikit memasuki pandangan orang banyak. Ukuran tubuhnya raksasa, kepalanya bagaikan tong besi yang terpasang di atas roda. Dari puncak tong menyembur asap keabu-abuan yang tak berbeda dengan mesin uap yang sedang beroperasi.
Di samping kepala kereta, berjalan sejajar sebuah kereta kuda roda empat—gerbongnya ditarik oleh dua kuda pacuan. Kecepatannya setara dengan kereta api, seolah sedang beradu kecepatan. Namun karena memuat bijih penuh gerbong, setiap langkah kuda terlihat berat. Ini terlihat dari gerakan kusir yang tak henti menggebrak cambuk. Andai bukan menggunakan hub roda besi, gerbong pasti sudah remuk tertekan.
Seiring kereta api yang perlahan menampakkan wujud lengkapnya, Victor merasakan bulu kuduknya berdiri.
Di belakang kepala kereta, rangkaian gerbong demi gerbong terseret. Masing-masing setara dengan empat lima kereta kuda, juga penuh berisi bijih. Dari takarannya saja, mungkin setara dengan kapal layar sungai pedalaman khusus angkutan.
Masalahnya, kereta ini sekaligus menarik beberapa rangkaian gerbong!
Teriakan kagum orang-orang tak putus sejenak!
"Empat... yang keempat!"
"Lima!"
“Tidak mungkin ada lagi di belakang?”
“Dewa di atas, enam!”
“Muncul, yang ketujuh!”
Lokomotif yang seperti Monster menarik tujuh gerbong penuh, melintasi tanah lapang di depan kastil dengan kecepatan yang mantap.
Pertanyaan dalam hati Victor akhirnya terjawab.
Mesin uap yang dipasang tetap di mulut gua tambang untuk menarik gerobak tambang, dengan mesin uap yang bisa bergerak mandiri, adalah dua konsep yang sangat berbeda.
Yang kedua berarti selama rel dibangun sampai ke sana, ia bisa mengangkut barang-barang besar ke sana. Berat bukan lagi bottleneck transportasi darat, sebaliknya kemampuannya mengungguli transportasi air. Jika Yang Mulia Kaisar menghendaki, bahkan bisa mengosongkan sebuah kota segera.
Victor yang berasal dari keluarga pedagang paham betul pentingnya transportasi. Sebagian besar kota dibangun di dekat aliran sungai bukan tanpa alasan. Kehadiran alat angkut ini akan membawa kemungkinan tak terbatas pada aliran sumber daya, penjelasan tentang lompatan zaman ini sama sekali bukan hiperbola.
Ia merasakan getaran aneh di hatinya, campuran kepuasan dan sendu... Ia yakin sedang menyaksikan sejarah, tapi sekaligus merasa ditinggalkan zaman - di kerajaan lain, para pangeran masih terbuai dalam kemewahan, moda transportasi mereka masih kuda dan kereta keledai, jalan-jalan mereka masih berbata hijau dan berlumpur.
Namun mereka tak menyadarinya, dan menganggapnya biasa saja.
Tiba-tiba muncul dorongan dalam pikiran Victor.
"Masa depan telah tiba, hanya saja distribusinya tidak merata."
