Inikah……kota Iblis?
Roland tak bisa menahan decakan kagum. Awalnya dia mengira pecahan ingatan akan terhubung ke medan pertempuran penentu, tak menyangka justru mendapat kesempatan menyaksikan langsung sarang musuh.
Namun pemandangan di depan mata ini memiliki banyak perbedaan dengan fatamorgana yang pernah dilihat Persaudaraan.
Setidaknya setelah memandang sekeliling, dia tidak menemukan menara utama inti yang paling mencolok—yakni obelisk raksasa yang menurut penyihir Takkila, dibuat dari jalur bijih batu suci, mampu tumbuh sendiri dan memproduksi kabut merah.
Soalnya di sini terlalu banyak menara.
Bahkan beberapa berdiri di tebing curam, separuh tubuh menara menjorok ke luar, bagai menara indah di udara.
Bagaimana cara mereka membangun kompleks bangunan megah seperti ini?
Selain itu, jika kota ini bukan yang pernah dilihat Yezi dan kawan-kawan, lalu di manakah letaknya?
Atau mungkin terletak di tempat yang lebih jauh……seperti benua tempat kabarnya Iblis terlahir?
Pada saat itu, Roland menyadari ada cahaya api berkedip di dekat permukaan kabut merah danau di bawah lubang lingkaran.
Berbeda dengan kabut kristal transparan, itu tampak seperti api alami yang sedang membakar.
Hal ini membuatnya terkejut - jika kabut merah bisa terbakar, seharusnya sumber api terbuka dilarang keras di kota iblis.
Didorong rasa ingin tahu, dia memutuskan turun ke dasar lubang - sesuai gaya arsitektur lubang di tebing, seharusnya ada tangga atau keranjang gantung ke bawah di sekitarnya.
Namun belum berjalan 100 meter, tiba-tiba Roland berhenti mendadak, seluruh otot tubuhnya menegang!
Dari belokan depan muncul sekelompok iblis!
Dari penampilannya, mereka adalah Iblis Liar dengan baju zirah tulang membawa tombak pendek. Dua pemimpinnya mengenakan sarung tangan, postur kekar mereka hampir menghalangi setengah jalan.
Jarak antara mereka kurang dari 10 langkah!
Tunggu, bagaimana mungkin ada makhluk hidup dalam pecahan ingatan?
Saat menjelajahi Katedral Hermes miliknya, tak pernah dia temui satupun tentara Pengadilan atau imam gereja!
Kejutan ini membuat Roland panik, sejenak tak tahu harus bereaksi bagaimana.
Kabur?
Dia pernah menyaksikan kekuatan dan akurasi lemparan tombak Iblis Liar. Membelakangi musuh jelas cara bunuh diri.
Serbu dan hancurkan mereka?
Kekuatan dunia mimpi masih berputar dalam tubuhnya. Saat ini, kemampuan fisiknya jauh melampaui manusia biasa, namun dibandingkan dengan monster-monster haus darah ini, teknik bertarungnya masih sebatas tingkat perkelahian jalanan. Mungkin bisa menang dalam pertarungan satu lawan satu, tapi melawan enam iblis liar sendirian? Ia merasa kemungkinan menang hampir tidak ada, terutama melawan Iblis Bertangan Besi yang memimpin, dengan kemampuan godaan listriknya yang perkasa yang jelas merupakan Musuh Alami petarung jarak dekat.
Namun sebelum sempat membuat keputusan, kejutan kedua terjadi.
Iblis-iblis itu sepertinya tidak menyadari kehadiran tamu tak diundang, hanya terus berjalan melewatinya tanpa sedikitpun jeda.
Roland tertegun sejenak, lalu secara refleks berbalik dan mengulurkan tangan ke arah lengan iblis liar terakhir.
Jarinya menembus kulitnya, tapi ujung jari tidak merasakan sensasi apapun, seolah menyentuh bayangan semata.
Jadi... begini rupanya?
Dengan ekspresi penuh arti, ia menarik kembali tangannya dan membungkuk untuk menyentuh tanah.
Kali ini telapak tangannya jelas merasakan kelembaban tanah hitam yang terkikis kabut merah.
Di dalam hati Roland mulai muncul jawaban samar.
Tampaknya keinginan melawan Sang Penyerap tidak hanya menentukan radius pecahan ingatan, tapi juga mempengaruhi hal-hal yang terlihat dalam pemandangan - konten yang tersimpan dalam ingatan ini jelas jauh lebih banyak dibanding yang ditinggalkan Jieluo.
Mengikuti alur pikiran ini, dua kebingungan baru muncul dalam pikirannya.
Satu adalah ahli seni bela diri gereja yang sengaja mengorbankan diri untuk memberi makan Jieluo. Seberapa kaya ingatan mereka? Masuk ke dalam bisa berdialog dengan mayat-mayat itu?
Yang lain adalah kesadaran penolakan Jieluo - atau seberapa kuat kebencian dan ketidakrelaannya setelah kalah darinya? Bahkan mengalahkan Iblis.
Memikirkan ini, tiba-tiba timbul impuls untuk pulang dan menghukum anak muda itu dengan memukul pantatnya.
Roland menarik napas dalam, mengalihkan pikiran sampah di hatinya, mempercepat langkah menuju tujuan.
……
Seperti yang dia duga, di tepi tebing melingkar terdapat banyak lereng dan tangga batu menuju dasar lubang, sebagian bahkan dibangun sangat lebar, tak kalah dari jalan utama Kota Tanpa Musim Dingin.
Semakin turun, semakin dalam perasaannya tentang betapa luasnya danau kabut merah ini.
Bahkan jika puncak Gunung Salju Besar wilayah Barat dikupas rata, mungkin takkan sebesar ini. Berdiri di lereng tengah, perasaan tak berarti muncul - langit dan bumi seolah menjauh, hanya menyisakan pilar kabut yang menggelora dan menara batu menggantung yang kadang muncul di balik kabut.
Sulit dibayangkan lubang alami ini terbentuk secara natural.
Yang lebih tak terbayangkan, Iblis telah mengubah tempat ini menjadi tempat tinggal permanen mereka.
Berapa ratus tahun diperlukan untuk mengukir lorong melingkar yang cukup untuk kereta kuda di sini, lalu melapisi dengan kerikil hitam sekeras baja?
Jika menggunakan parameter ini untuk mengukur tingkat teknologi dan organisasi sosial Iblis, bagaimanapun dilihat, mereka adalah musuh yang sangat rumit.
Manusia saat ini tidak memiliki kemungkinan menang secara kebetulan. Untuk memenangkan Perang Makna Ilahi, Empat Kerajaan harus mengerahkan seluruh kekuatan.
Seiring dengan perlahan mendekati kobaran api, Roland menyadari kerumunan Iblis di sepanjang jalan semakin padat.
Tidak semua membawa senjata, kebanyakan mengenakan kulit binatang atau jubah kain. Penampilan dan ukuran tubuh mereka sangat beragam. Hanya dari fisiknya, sulit membayangkan makhluk-makhluk ini berasal dari spesies yang sama.
Dalam laporan intelijen Pasha juga disebutkan bahwa Persatuan pernah menawan beberapa Iblis cacat tanpa energi sihir dan kekuatan tempur rendah. Namun saat itu belum dipastikan apakah mereka termasuk spesies Iblis atau ras budak yang diperbudak Iblis.
Namun Roland tidak menemukan keberadaan Iblis atasan seperti pengawas di sekitarnya. Tindakan mereka tampak sepenuhnya spontan, yang berarti jawabannya pasti yang pertama.
Pemisahan ini tampak lebih radikal daripada klasifikasi penyihir perempuan. Bukan hanya kemampuan, bahkan bentuk fisiknya telah mengalami diferensiasi total.
Yang belum jelas adalah apakah mereka berasal dari sumber yang sama sejak lahir, atau berkembang secara terpisah, dan sama sekali tidak memiliki kemungkinan untuk berubah?
Apakah Iblis juga memiliki jenis kelamin?
Atau mungkin kondisi reproduksi mereka sama sekali berbeda dengan manusia, sehingga tidak bisa disamaratakan?
Dengan tebakan ini, Roland akhirnya tiba di dasar kawah.
Dia menemukan sumber asal cahaya api ternyata berasal dari lingkaran api unggun yang berkobar - terlihat sebuah jembatan batu menggantung menjorok dari sisi tebing batu, menyambung dengan pulau terpencil berbentuk lingkaran di tengah danau kabut merah.
Meski disebut pulau, bagian bawahnya sama sekali tidak ada penyangga, seolah-olah langsung diangkat oleh jembatan batu ramping itu, membuat orang khawatir kapan saja bisa runtuh. Api unggun berdiri mengelilingi pulau itu, saat pilar kabut melesat ke udara, nyala api tiba-tiba muncul di atas kobaran api, seakan merespon auman danau kabut, bahkan terkadang mencapai lebih dari sepuluh meter, inilah alasan Roland bisa melihat kedipan cahaya dari puncak tebing.
Tampaknya kabut merah memang bisa terbakar, tapi bukan gas yang mudah meledak.
Sedangkan iblis yang berkumpul di sekitar sini jumlahnya puluhan ribu, memadati semua lereng, platform dan lubang gua di tebing batu, bendera-bendera warga teladan berkibar tak menentu diterpa angin kencang, teriakan dan sorak-sorai tak jelas maknanya hampir menenggelamkan gemuruh aliran udara di dasar gua.
Roland tak bisa menahan diri mengedipkan mata.
Apakah para iblis ini... sedang mengadakan ritual?
