"Namun serangan musuh tak kunjung berhenti, malah semakin gencar."
"Setelah itu, belasan pilar batu lainnya berderu menghantam dari langit, debu dan asap yang diterbangkannya bercampur dengan kabut merah, hampir menutupi sinar bulan; pecahan batu berdentam-dentam di tanah, bahkan mengangkat kepala pun sulit dilakukan—seandainya bencana kiamat dalam legenda sekalipun, di hadapan pemandangan ini mungkin takkan sehebat ini. Salah satunya tepat jatuh di tumpukan peti besi, guncangan dahsyat yang tiba-tiba itu langsung melemparkan Danny keluar. Saat tersadar, tubuhnya sudah terbaring di tanah.
"Aduh... harus mati," dia batuk dua kali, dadanya terasa sakit menusuk sementara mulutnya dipenuhi rasa asin dan bau besi berkarat, "Malt, kamu... tidak apa-apa?"
"Aku tidak apa-apa," suara Malt yang gusih terdengar di telinganya, "Tapi kamu terluka!"
"Kurang lebih tulang rusukku patah?" Danny menahan napas sambil menahan tusukan sakit, "Tidak masalah, selama tidak mengganggu jari telunjukku menarik pelatuk, aku masih bisa bertempur—"
Tangannya meraba-raba bolak-balik, baru lega saat sensasi familiar menyentuh telapak tangannya—syukurlah, pistolnya belum terlempar.
"Tidak boleh! Kamu harus lari dari sini, semakin cepat semakin baik!" Suara Malt sudah seperti merengek.
Danny dengan susah payah mengangkat tubuhnya, menyandar pada peti besi yang sudah terdistorsi di belakangnya.
Gerakan kecil ini saja hampir menghabiskan seluruh tenaganya.
Di depannya, sebuah pilar batu hitam yang berdiri tegak layaknya tembok tinggi sedang menyemburkan kabut merah, seolah akan segera terbuka.
Danny perlahan mengangkat senapannya, dadanya sudah tak bisa mengerahkan tenaga, maka dipangkunya di bahu, menggunakan lutut sebagai popor——jarak di bawah 10 meter, dia yakin takkan meleset.
"Cukup, jangan memaksakan diri lagi! Mengapa kau tidak pergi?"
Sesaat, dia merasa ini seperti teriakan Malt, sekaligus pertanyaannya pada diri sendiri.
Karena aku tak ingin jauh dari bau mesiu ini, dan tak ingin kau menghilang...
Lempengan batu runtuh dengan suara gemuruh, dentuman senjapa pun bergema seketika——
Pistol tua di tangannya tak mengkhianati harapannya.
Bahkan sebelum musuh merobek kantung pembungkus, peluru telah menembus posisi kepala sasaran.
Hanya saja kali ini, sang Iblis tidak jatuh lemas.
Dengan acuh tak acuh, ia keluar dari silinder, melemparkan sisa-sisa kantung yang menempel di tubuhnya, dan memperlihatkan wujud utuhnya di hadapan Danny.
Makhluk itu jauh lebih besar dari Iblis liar, seluruh tubuhnya diselubungi baju zirah aneh. Saat berdiri tegak, bayangan memanjangnya menyelimuti Danny bagai menutupi langit. Dalam kegelapan ini, hanya mata musuh yang berpendar cahaya merah.
Danny memasukkan peluru kedua ke laras senapan, lalu menarik pelatuk sekali lagi.
Hanya terdengar dentingan halus, percikan api muncul di dada Iblis disertai riak biru muda yang mengembang bagai permukaan air yang terganggu.
Iblis menatapnya dengan dingin, melangkah mendekat selangkah demi selangkah.
Tak mengeluarkan senjata maupun mempercepat langkah—sikap ini jelas merupakan bentuk penghinaan yang terang-terangan.
Danny melakukan gerakan mekanis berulang—mengokang senjata, menembak, sementara lawannya membiarkan peluru menghujam tubuhnya tanpa reaksi.
"Tidak..." Malt terisak dalam keputusasaan.
Tepat di tembakan keempatnya, cahaya api menyilaukan tiba-tiba menyembur dari dada Iblis!
"Braak!"
Dalam dentuman memekakkan telinga, sosok itu terlempar jauh dan terpelanting masuk ke dalam peti besi.
Memandang moncong senjata yang masih mengepulkan asap kehijauan, Danny tertegun sejenak.
Tiba-tiba seorang pria berdiri di depannya.
"Mundurlah, manusia biasa," ujar pria itu sambil menolehkan wajah. "Kau bukan tandingannya. Area ini kini kami yang kuasai."
Di tangannya menggenggam senjata api berkaliber luar biasa, dengan peluru sebesar pergelangan tangan terselip di pinggang—persenjataan yang jelas tak bisa diangkat orang biasa. Seluruh tubuhnya pun terbungkus zirah yang memiliki kemiripan mencolok dengan Iblis.
「Tim Taktik Khusus」.
Sebuah pikiran melintas di benak Danny.
"Sejak debut dalam ekspedisi jarak jauh pertama, pasukan ini telah menjadi unit paling misterius di Angkatan Darat Pertama. Mereka tak pernah muncul dalam latihan, dan tak ada yang tahu jumlah pasti personel atau lokasi markas mereka. Satu hal yang pasti: mereka semua direkrut langsung oleh Yang Mulia Kaisar, bisa dibilang sebagai kekuatan tempur paling elit di Kota Tanpa Musim Dingin."
"Roar——!"
Iblis itu merangkak keluar dari peti besi yang terbalik, mengaumkan teriakan yang mengguncang jiwa——Dibandingkan sikap merendahkan sebelumnya, akhirnya ia mengubah sikap dengan melepas pedang raksasa bermata dua dari punggungnya.
"Huh, Iblis tingkat tinggi yang dipromosikan dari Pangeran Neraka? Pantas reaksi magisnya sekuat ini." Pria itu menerjang musuh tanpa rasa takut, "Dan kami bertahan sampai sekarang justru untuk momen ini!"
Beberapa prajurit berseragam sama menyusulnya——Setelah kelompok ini bergabung, situasi perlahan berubah. Meski menggendong beban luar biasa, mereka bergerak dengan kecepatan melebihi manusia biasa, memaksa musuk ke sudut mati. Taktik mereka benar-benar bisa disebut barbar: habis amunisi bukannya cari bunker untuk isi ulang, malah pasang bayonet mirip pedang tebas kuda, lalu mengepung dan menebas gila-gilaan!
Meski Iblis itu memiliki kelincahan tak wajar untuk ukuran tubuhnya, dikepung beberapa orang gila dari empat penjuru membuat gelombang biru di tubuhnya semakin redup, jelas menunjukkan konsumsi energi yang besar.
Memang pantas disebut prajurit yang dicetak diam-diam oleh Yang Mulia.
Tapi di sini juga panggung miliknya——
"Membiarkan diriku mundur? Kecuali dia benar-benar berhenti bernapas."
Danny menggeretakkan gigi sambil menggeser tubuhnya, menjadikan diri sendiri sebagai penyangga senapan, mengarahkan lensa bidik ke medan perang.
Saat seekor Iblis liar yang berusaha menyergap tim taktik khusus dari belakang dijatuhkan oleh senapan runduk, pria itu menoleh dan mengunci pandangannya dari kejauhan.
Danny mengokang senapan, menghirup dalam-dalam aroma mesiu yang belum sepenuhnya menghilang - tusukan dan rasa terbuai bercampur membentuk rasa yang tak tergambarkan.
Bukankah sensasi ini luar biasa? Malt.
……
"Sial! Apa yang sedang dilakukan batalion artileri?"
"Bisakah hujan jarum batu terkutuk ini berhenti sebentar!"
"Jangan-jangan mereka melemparkan wajib militer baru ke garis depan."
Di parit luar perkemahan, para prajurit meringkuk di bawah atap sambil bergumam, Yuwang termasuk salah satunya. Meski posisinya di kelompok senapan mesin anti-pesawat, yang terbang di langit malam bukanlah Fearful Beast melainkan sesuatu yang lebih tak terbayangkan - kini bukan ide bagus untuk berada di luar mengoperasikan senapan mesin.
Setelah terbangun karena serangan, mereka segera memasuki garis pertahanan sesuai prosedur darurat. Di perjalanan, mereka sempat bertemu dengan Iblis, tapi segera ditumbangkan oleh tembakan silang dan mortir. Fakta membuktikan, garis pertahanan sama sekali tidak menerima gempuran. Rekan penjaga malah bertanya datar: "Kalian menembak siapa?" Saat semua orang mengira akan membersihkan penyerbu yang terserak, perintah baru datang dari atas: Apapun kondisi pertempuran di perkemahan, mereka dilarang meninggalkan parit dan harus bersiap menghadapi musuh sejati.
Sekelompok Iblis sedang menjepit perkemahan dari dua sisi tenggara dan timur. Mereka adalah anggota utama serangan mendalam malam ini.
Yuwang teringat ekspedisi jarak jauh beberapa bulan lalu - musuh yang berdatangan bak ombak lautan. Kecepatan lari mereka melebihi kuda perang. Hanya melihatnya saja sudah membuat gentar. Untunglah Angkatan Darat Pertama telah mempersiapkan diri. Panas tembakan yang padat berhasil mencekik musuh di jarak 200 meter.
Tapi sekarang, tidak ada bunker kokoh yang menenangkan di garis depan. Dukungan artileri tak kunjung datang. Ledakan menggema di atas kepala setiap beberapa waktu. Ditambah pandangan malam yang sangat buruk, dia ragu apakah pertempuran ini bisa berjalan mulus seperti dulu.
"Mereka datang!" teriak seseorang tiba-tiba. "Jarak 1500 meter! Semua bersiap!"
“1500 meter?” Di malam seperti ini, bisa melihat sesuatu sejauh 200 meter saja sudah bagus! Jelas yang memberi informasi adalah Putri Penyihir bermata yang menembus langit. Tapi perintah komando atas bersifat mutlak, begitu perintah tembak diberikan, bahkan jika pisau berjatuhan dari langit pun tak boleh mundur. Yuwang tak bisa menahan giginya mengatup, bersiap memasuki posisi senapan mesin.
Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar lengkingan panjang sirene kereta api!
