Sehari setelah pemakaman, kabar dari Kota Tanpa Musim Dingin membuat seluruh tim konstruksi garis depan mendidih.
Yang Mulia Roland ternyata telah mempersiapkan acara kunjungan untuk mereka. Semua pekerja yang telah memenuhi jadwal pembangunan tiga bulan akan mendapat cuti berbayar sehari. Di masa depan, keluarga yang telah lama dirindukan akan tiba di Stasiun Akhir Hutan Persembunyian dari Kota Tanpa Musim Dingin untuk menghabiskan hari berharga ini bersama.
Kebijakan penuh pengertian ini membuat yang lain berterima kasih. Begitu kabar tersebar, sorakan "Hidup Raja" terdengar di mana-mana, bahkan semangat bekerja meningkat drastis.
Taring Ular adalah salah satu dari mereka.
Faktanya, saat mandor menemukannya dan memperlihatkan daftar hubungan itu, matanya nyaris tak percaya.
Di ujung baris namanya dalam daftar, nama "Polos" membuat pikirannya kosong seketika.
“Hei, kamu setuju atau tidak dengan pengaturan ini?” Taring Ular masih mengingat dengan jelas desakan Mandor yang sedikit tak sabar, atau lebih tepatnya, setiap detail dari melihat daftar hingga menandatangani nama telah ia catat secara detail. Setiap kali mengingat masa lalu, sudut mulutnya tak sengaja meregang. “Dari awal kuberi tahu, kalau ada keberatan bisa ganti nama. Kantor administrasi akan melakukan interogasi lagi, tapi kalau ditolak, liburanmu batal.”
Karena ingin menghemat tenaga, Mandor tentu berharap daftar bisa lolos sekali ajuan. Namun Taring Ular tahu, lawan bicaranya tak memahami kondisi hatinya saat itu.
Bukan sekadar tidak mengajukan keberatan, ia bahkan ingin memeluk erat pejabat kantor administrasi yang merajut daftar ini dan menciumnya habis-habisan.
“Aku setuju, 100% setuju!”
“Apaan sih, kalau setuju ngomong dari tadi dong. Berdiri tertegun di situ seperti orang bodoh.” Mandor melototi putih matanya, menunggu ia selesai menandatangani lalu mencari orang berikutnya.
Sementara Taring Ular tetap di lokasi semula, menatap telapak tangan yang menggenggam pena dalam lamunan panjang.
Sampai sekarang pun, masih ada pikiran「Kalau ini mimpi, lebih baik jangan bangun」di benaknya.
Berbeda dengan saat melihat siluet polos di Kota Tanpa Musim Dingin secara kebetulan—alasan tak berani menyapa adalah takut ditolak. Kini sang target sudah menjadi anggota Aliansi Penyihir Perempuan, penampilan dan kondisi fisiknya jauh berbeda dari gadis kurus masa lalu. Jika polos tak ingin lagi berhubungan dengan tikus, kehadirannya hanya akan menambah penderitaan sang gadis.
“Jika nama Polos muncul dalam daftar, itu berarti kantor administrasi telah meminta pendapatnya sebelumnya, dan dia juga menyetujui kunjungan ini.”
“Adegan yang paling dikhawatirkan tidak terjadi, dan bahkan mendapatkan kesempatan berdua saja—bagi Taring Ular, tidak ada hal yang lebih menggembirakan dari ini!”
Dalam beberapa hari berikutnya, dia terus diliputi kecemasan yang gusah dan harapan yang bergejolak.
Karena jumlah pengunjung sangat banyak sementara kapasitas kereta api terbatas—selain barang hanya bisa mengangkut seratus lebih orang sekaligus—maka meski masuk daftar kunjungan gelombang pertama, hari keberangkatan baru tiba seminggu kemudian.
“Bocah, hari ini giliranmu?”
“Dandanannya rapi sekali, pasti mau ketemu cewek ya?”
“Jangan sampai lupa waktu nanti malam!”
Dengan muka merah padam, Taring Ular berlari keluar sambil menahan ejekan rekan-rekan sekamarnya.
Baru setelah naik kereta dengan kartu identitas di tangan, dia bisa menarik napas lega—bagaimanapun juga, tinggal satu jam lagi sebelum bertemu Polos.
Di gerbong, petugas terus mengumumkan peraturan kunjungan: dilarang meninggalkan radius kewaspadaan di sekitar garis finish Hutan Persembunyian, pertemuan paling lambat pukul delapan malam, tidak boleh melebihi batas waktu yang ditentukan, serta harus segera mengikuti instruksi Angkatan Darat Pertama jika terjadi situasi darurat. Taring Ular sudah menghafal semua ini dari cerita para veteran.
Dentang sirene yang panjang menggema saat kereta akhirnya merambat berhenti di peron stasiun terakhir Hutan Persembunyian.
“Turun semua, berbaris rapi, jangan berdesakan!” Petugas stasiun yang mondar-mandir berteriak, “Ini bukan belanja sayur, jatahmu tidak akan berkurang!”
Kerumunan meledak dalam gelak tawa.
Tapi Taring Ular merasa jantungnya berdegup kencang.
Semakin ditekan, semakin kuat getarannya.
Di pikirannya telah terbayang puluhan skenario pertemuan yang terus diulang latihannya, tapi ketika momen ini tiba, lidahnya terasa kering bagai ditelan pasir, kikuk seperti merpati gemuk.
Namun saat siluet anggun itu benar-benar muncul di hadapannya, semua skenario yang direncanakan lenyap tak berbekas. Yang tersisa hanyalah senyum konyol dan mulut yang terkunci bisu.
“Ternyata kamu tinggal di Distrik Tanpa Musim Dingin, asyik sekali!” Gadis itu tersenyum sambil berlari kecil mendekat, menangkap tangannya. Tanpa keraguan atau jijik, dua tahun keterpisahan mencair bagai salju tersapuh senyuman. Semuanya kembali seperti dulu.
Saat itu, Taring Ular yakin bahwa keputusannya datang ke Kota Tanpa Musim Dingin adalah pilihan paling tepat.
……
“Jadi, tak lama setelah Distrik Longsong direbut, kamu langsung ke sini?”
Berdampingan mereka menyusuri jalan setapak di hutan. Berbeda dengan keriuhan perkemahan di pusat, suasana di sini lebih tenang dan intim. Gadis yang dua tahun tak jumpa ini seperti ingin mengisi setiap celah kekosongan dengan cerita, sementara Taring Ular menjawab setiap pertanyaan dengan patuh. Alih-alih hubungan Bos dan asisten, kini mereka lebih mirip sepasang rekan.
“Hmm, jaringan tikus sudah dihapus sampai ke akar, di alun-alun juga banyak perekrutan pekerjaan. Kalau terus hidup sembarangan seperti dulu, akhirnya pasti hancur.” Taring Ular mengangguk, “Setelah berdiskusi dengan Cakar Harimau, kami datang ke Tanpa Musim Dingin. Sama-sama bekerja, gaji di sini lebih tinggi, dan...”
Dan bisa lebih dekat denganmu. Tapi kalimat ini hanya melintas sekejap di hatinya, tidak diucapkan.
“Pantas aku tidak menemukan kalian, ternyata kalian sudah tidak ada di wilayah itu lagi.” Polos berkata dengan haru.
“Kau kemudian... pernah ke Long Song?”
“Menyuruh orang pergi.” Gadis itu berbicara perlahan, “Setelah tahu seluruh Sudut Gelap dibongkar, kukira kalian sudah pergi dari Wilayah Barat.”
“Oh... begitu rupanya.”
“Tapi kalau sudah datang ke Tanpa Musim Dingin, mengapa tidak inisiatif mencariku?” Polos bertanya balik.
“Er, ini—ceritanya panjang,” Taring Ular berdehem, “Waktu itu aku dan Cakar Harimau sama sekali kosong. Untuk bisa punya tempat tinggal tetap, setiap hari kerja dari pagi sampai malam, sesaat saja jadi lupa.”
Alasan ini bahkan dirinya sendiri merasa kikuk. Lupa selama dua tahun, apa bedanya dengan sama sekali tidak ingat? Hanya saja hal memalukan seperti malu menyapa atau sengaja menghindar saat bertemu, mutlak tak boleh diungkapkan.
Untungnya Polos tidak menyelidiki lebih dalam, "Aku juga, dulu saat pertama tiba di Kota Tanpa Musim Dingin juga sibuk sekali. Membantu tim demolisi mempercepat pengerasan semen, menjadi asisten Yang Mulia Agatha, juga membantu memproduksi berbagai benda aneh di pabrik kimia." Ia menghitung dengan jari-jarinya, "Yang Mulia Kaisar bilang kemampuanku bisa mempercepat proses reaksi dan meningkatkan tingkat energi ikatan kimia. Aku penasaran bagaimana beliau tahu - menurut penjelasan di buku, partikel-partikel itu jauh lebih kecil dari biji wijen. Bayangkan, jika atom sebesar Teater Long Song, intinya bahkan tidak sebesar biji kenari..."
Mendengar ucapan yang sama sekali tidak bisa dipahaminya, Taring Ular hanya bisa mengangguk-angguk. Sejenak, ia benar-benar merasakan perubahan pada lawan bicaranya, juga perbedaan di antara mereka berdua. Namun lebih dari itu, tatapannya tertahan pada setiap senyuman dan gerak-geriknya - kilatan cahaya di matanya, bulu mata yang sedikit melengkung, ujung hidung yang mancung, gerakan bibir yang terbuka dan tertutup... Segalanya begitu memesona.
Ia merasakan dorongan kuat menggelegak di hatinya.
"Ngomong-ngomong," setelah menceritakan pengalamannya, Polos mengganti topik, "Setelah tahu kamu di Tanpa Musim Dingin, aku minta Guru Book Scroll untuk memeriksa arsip. Ternyata Aoi dan yang lain juga datang. Baguslah, sekarang kita bisa sering berkumpul-"
Taring Ular tidak mendengarkan kelanjutan ucapannya. Saat ini pikirannya telah sepenuhnya dikuasai oleh satu dorongan.
Maka diucapkannyalah hal itu.
"Aku mencintaimu, Polos!"
Begitu kata-kata itu meluncur, barulah ia menyadari apa yang telah diperbuatnya.
Sebuah ketegangan yang sulit diungkapkan tiba-tiba mengikat erat tubuhnya, seluruh hati seakan menggantung di udara.
Sejenak, Taring Ular bahkan menyesali impuls tiba-tiba yang dilakukannya.
Tapi yang mengejutkan, ia segera mendapatkan respons.
Polos tersenyum,"Aku juga menyukaimu, Wow, dan semua orang."
