"Huh... huh... huh... Akhirnya... sampai." Ketika kolam air kecil yang menjadi jalan masuk kembali muncul di hadapan mereka, Simbad merasakan seluruh tubuhnya mulai lengah.
Bersyukur pada Tiga Dewa, Viscount Bumi dan Ibu Samudera, gumamnya dalam hati. Saat ini lubang gua sudah terang benderang, memungkinkan mereka meloloskan diri dengan kecepatan maksimal. Semakin dekat ke arah laut, amplitudo penyusutan gua semakin besar seperti mulut kendi tanah liat - mungkin ini alasan mengapa Kalajengking Besi Berzirah tidak mengejar sampai sini.
Tapi ini belum berarti benar-benar aman.
Ia tak melupakan gemerisik kaki-kaki berlapis baja yang bergema seperti ombak lautan - sekalipun seluruh kalajengking gurun Tanjung Infinity berkumpul di sini, ia tak akan terkejut lagi. Simbad hanya tahu para predator ini bisa saja melompati tembok prasasti kapan saja, mengendus bau mereka dan merobek-robek mereka menjadi pecahan.
Untungnya kalajengking tidak bisa berenang. Selamat sampai ke laut berarti lepas dari bahaya.
"Cepat, pakai helm!" Simbad menyambar helm selam di tanah dan tidak sabar mengaitkannya ke leher.
Tapi ia mendapati orang Fjord sama sekali tidak bergerak.
"Hei, kau tertegun apa lagi!"
“Kau... pergilah dulu.” Rex membelakangi sambil berbisik pelan.
Pergi dulu? Simbad tertegun, harus mati, apa birokrat ini masih memikirkan peninggalan bercahaya itu?
Amarahnya tiba-tiba membanjiri hati, berlari tiga langkah sekaligus mendekat, meraih bahu lawannya, "Apa kau gila? Kau tahu situasi mencurigakan sekarang ini--"
Ucapan terhenti di tenggorokan, Simbad menatap dada Rex dengan terkejut-- pakaian dari kulit lembut dan membran usus terkoyak membentuk celah, di kedua sisinya terdapat bercak darah.
"Pakaian selammu..."
"Rusak." Rex memaksakan senyum getir, "Kalajengking terakhir itu gagal menusukku, tapi capitnya menyentuh pakaian."
Orang pasir itu diam. Luka di dada lawannya kecil, hanya menggores kulit. Tapi kerusakan pakaian selam berarti air laut akan mengalir melalui sambungan leher dan membanjiri helmnya.
Lama kemudian Simbad berkata, "Kalau hanya pakai pipa udara..."
Rex menggelengkan kepala dengan senyum pahit, "Kecuali kita dekat permukaan air, kekuatan hisapanmu harus sekuat pompa udara."
Dua pipa yang tersambung baru bisa menjaga keseimbangan.
Hal ini sudah dijelaskannya sejak dulu.
Itulah sebabnya saat menjawab pertanyaannya tadi, lawannya begitu ragu-ragu...
“Sepertinya orang Fjord sudah menyadari situasi mereka sejak saat itu.”
Rex melepas kantong pinggangnya dan menyodorkannya ke hadapan pria itu, “Ini sampel prasasti batu—tolong serahkan ke asistenku, katakan padanya aku sudah menemukan penemuan yang tak kalah hebat dari Yang Mulia Thunder.”
Simbad memperhatikan jari-jarinya yang gemetar halus.
“Apakah asistenmu… masih punya cadangan pakaian selam?”
“Hanya dua set ini—dari pemilihan bahan hingga penjahitan, membuat satu set pakaian membutuhkan waktu setidaknya setengah tahun.” Rex menarik napas dalam-dalam—jelas terlihat dia sedang berusaha menekan emosinya, “Aku tahu apa yang kau pikirkan, sebenarnya sepanjang perjalanan kemari, aku sudah memikirkan semua metode mungkin, hasilnya tanpa pakaian selam mustahil keluar dari gua ini. Kurasa, inilah takdir...”
“Takdir?”
“Anggota Perkumpulan Barang Ajaib… tak mungkin menjadi penjelajah sejati.” Dia menggigit bibirnya, “Cepatlah pergi sebelum kalajengking datang! Asalkan kabar ini bisa dibawa pulang, meski aku tak bisa mendapat gelar penjelajah, namaku pasti akan tersebar ke seluruh Fjord bersama penemuan ini—!”
Simbad menatap kolam air dalam diam sejenak, lalu berkata perlahan, “Aku menolak.”
“Ha?” Rex membelalakkan matanya tak percaya.
“Kau masih berhutang 29 koin naga emas padaku. Jika kau mati, mau minta ke siapa?” ujarnya kesal, “Perjanjian ini hanya diketahui oleh kita berdua dan Muli. Aku yakin kedua asistenmu itu takkan mau membayar—dari pakaian mereka saja sudah terlihat, kedua orang itu tak lebih baik dari orang pasir.”
“Kami hanya sedang tidak punya uang sekarang!” protes Rex, “Untuk membeli mesin uap dari Greycastle... biayanya sedikit melebihi perkiraan... Begitu reputasi seragam selam tersebar, pasti banyak serikat dagang akan berebut membeli. Saat itu masalah uang sama sekali bukan masalah!”
“Tapi masalahnya, uang ini tidak ada hubungannya denganku, bahkan mungkin juga tidak denganmu.” Simbad melemparkan uang pribadi dan helmnya ke tanah, “Kau pikir jika menjadi kotoran kalajengking, apakah orang-orang di luar masih akan bertahan pada penjelasan bahwa seragam selam adalah penemuanmu? Hanya dengan sedikit mengubah penjelasan, kita bisa mendapatkan keberuntungan ganda: popularitas dan kekayaan. Tidak ada transaksi yang lebih menguntungkan dari ini. Jadi bukan hanya 29 Koin Emas Nagaku yang akan hilang sia-sia, keinginanmu mungkin juga tidak akan terwujud.”
“……Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan?”
「Menerima yang Tak Diketahui, Mengatasi Diri.」
Simbad mengulang kalimat itu dalam hati, lalu menghela napas panjang, “Orang Mokin tidak suka ditunggak, juga tidak suka mengingkari janji. Janji tetaplah janji, baik itu dengan Raja Benteng Abu-abu maupun orang Fjord - Aku sudah berjanji akan membantu sampai akhir, bukan?”
Rex tertegun, “Tapi bagaimana kau...”
“Lihat kolam air itu,” ia melepas pakaian anti airnya, “Tidakkah kau mendeteksi ia menyusut?”
Baru sekarang Rex menyadari munculnya lingkaran batu hijau kebiruan basah di sekitar kolam - bukti nyata permukaan air yang sedang menurun.
“Laut Pusaran sudah memasuki periode air surut, artinya jarak yang harus kita arungi semakin pendek,” Simbad berkata perlahan, “Jika semuanya berjalan lancar, setelah berenang keluar dari lubang air, kita hanya perlu naik 10 meter untuk diselamatkan. Mustahil dilakukan dengan seragam selam, tapi melepas semuanya memberi kesempatan—termasuk batu yang kau kumpulkan. Sekarang, lepas pakaianmu.”
“Melepas... melepas pakaian?”
“Benar. Untuk bertahan sampai air mencapai titik terendah, kita harus siap menghadang kalajengking gurun. Metode paling efektif adalah membakar.” Simbad mengangguk, “Tapi uap air di sini terlalu banyak, bunga dan rumput sulit terbakar. Jadi kita butuh bahan bakar.” Ia menunjuk lampu minyak, “Minyak plus kulit binatang, seharusnya bisa membuat kobaran api bertahan cukup lama.”
Rex tetap diam lama, “…Jangan dicoba. Tidak mungkin berhasil.”
“Mengapa?”
“Kau tak bisa menilai kapan air akan surut ke titik terendah. Setiap kenaikan satu meter permukaan laut, jarak melalui lubang air akan bertambah berkali-kali lipat. Bertindak sembarangan hanya akan menghabiskan udara di lubang air yang panjang.” Wajahnya menyeringai kesakitan, “Dan yang utama, aku sama sekali tidak bisa berenang! Lucu kan, sebagai orang Fjord—mabuk laut saja lebih baik! Karena tidak bisa berenang, aku tak bisa terjun ke laut seperti orang lain, menjadi penjelajah sejati!”
“Sudah kulihat sejak menyelam tadi.” Kata Simbad tenang.
“Apa…?”
“Naik turun sepenuhnya mengandalkan keranjang gantung, berjalan di dasar laut sangat kikuk. Tanpa seragam ini, kau mungkin bahkan tidak bisa masuk ke air.”
“Kalau sudah tahu, masih bilang ingin berenang keluar?”
“Karena kau tidak perlu berenang, cukup kerja sama tim dengan menahan napas - prosesnya mungkin akan sedikit menyakitkan, bahkan kehilangan kesadaran. Tapi selama kau tidak bergerak sembarangan, aku bisa membawamu keluar.” Simbad berbicara perlahan.
“Hanya dengan kekuatanmu sendiri?” Reks menunjukkan ekspresi tidak percaya.
“Aku pernah ceritakan, di oasis tempatku kecil dulu ada kolam dalam. Kami sering adu siapa yang bisa menyelam lebih dalam dan lama.” Simbad menegakkan kepala, “Aku tak pernah jadi yang terbaik di klan... Tapi bukan karena sudah maksimal, melainkan karena takut.”
“Ta...kut?”
“Hmm, dalamnya seperti mulut raksasa yang seolah akan menyedotku jika turun lebih jauh. Jadi selalu kusisakan setengah napas, dan berpura-pura kehabisan tenaga di depan semua orang... Lama-kelamaan, aku sendiri pun percaya.” Tatapannya menembus Reks, “Kau bilang aku selalu meremehkan diri sendiri, mungkin benar - karena itu ingin kucoba, di mana batas maksimalku sebenarnya.”
“Begitu pula, tak bisa berenang berarti tak bisa pergi? Kau yakin itu batasmu?” Simbad berseru keras, “Benarkah kau tidak meremehkan dirimu sendiri?!”
Tanpa sadar, Reks mengepalkan tinjunya.
“Setidaknya kau sama sekali tidak takut pada laut, dalam hal ini kau jauh lebih baik dariku.” Sudut mulut Simbad naik, “Bagaimana? Mau bertaruh denganku? Seorang penjelajah... tidak bisa disebut demikian tanpa mengambil risiko, bukan?”
……
Satu jam kemudian, kepulan asap yang menyengat hampir memenuhi seluruh lubang gua.
Sedangkan kolam air sebelumnya, kini perlahan surut ke dalam lubang air, persis cukup untuk dua orang.
Dari balik kabut sudah terdengar suara gesekan kaki kalajengking gurun merayap.
Layaknya gelombang yang menerjang.
Keduanya saling memandang, menyadari ini adalah saat terakhir.
“Ayo, Tuan Penjelajah Terhormat.” Simbad menarik napas dalam-dalam, menjepit Rex dan menyelam ke dalam air.
Air laut yang segar menyatu dengannya.
Seolah semuanya kembali ke masa kanak-kanak.
Tapi kali ini tak ada Karlon atau anggota kelompok lain di sisinya.
Satu-satunya yang harus dilampauinya hanyalah dirinya sendiri.
