Greycastle, Kota Tanpa Musim Dingin.
Roland menerima Komandan Utama Angkatan Darat Pertama Kapak Besi dan Menteri Staf Umum Edith Kant yang datang melapor.
“Bagaimana? Perasaan pertama kali menaiki Burung Camar Nomor Satu?” Tatapannya penuh ketertarikan kepada kedua anak buahnya.
“Y-Yang Mulia, meskipun terbangnya cepat...bagi saya mungkin terlalu intens.” Wajah Kapak Besi menunjukkan ekspresi ketakutan yang langka, “Saat mengamati dari luar tidak terasa, tapi setelah masuk baru sadar goyangannya sangat hebat, terutama saat naik-turun. Rasanya seperti duduk di atas kekosongan, sama sekali tidak ada rasa aman.” Dia membusungkan dada memberi hormat, berteriak dengan gigih, “Tapi saya akan berusaha mengatasinya, Yang Mulia!”
Ternyata...ksatria Mojin berpengalaman ini memiliki gejala fobia ketinggian ringan? Roland mengangkat alis, “Bagaimana rencanamu mengatasinya?”
“Setelah perang selesai, saya akan menonton moying setiap ada waktu sampai terbiasa!”
Benar-benar gaya khas orang pasir. Ia menyentak sudut mulutnya, lalu menoleh ke Edith, “Kalau kamu?”
Mutiara Utara menjilat bibirnya, setelah satu keit baru mengeluarkan satu kata, “Luar biasa.”
Lalu...habis?
“Roland menunggu cukup lama namun tidak ada kelanjutan, ia bingung mengamati lawan bicaranya, namun mendapati pipinya kemerahan, di matanya berkilau warna yang sulit diungkapkan.”
“Baiklah,” ia menghela napas, “anak buahku dalam beberapa hal memang memiliki keunikan tersendiri.” Awalnya ia mengira akan melihat ekspresi terkejut atau kagum dari keduanya, lalu memuji-muji dirinya yang menciptakan benda luar biasa ini. Tampaknya harapannya terlalu muluk.
“Kalian sudah kembali, sekarang langsung ke ruang rapat,” Roland berdiri, “Saatnya melakukan persiapan terakhir untuk perang ini.”
……
Setelah enam bulan pembangunan dan perkembangan, jalur rel kereta api utama di Dataran Subur hanya tersisa kurang dari 60 kilometer dari reruntuhan Takira. Begitu Pembangunan Pos T-10 selesai, Angkatan Darat Pertama bisa langsung menyerang musuh yang bersarang di sana. Investasi tenaga manusia dan logistik untuk Rencana Obor melampaui semua operasi militer empat tahun terakhir. Lebih dari 80% baja hasil olahan area tungku diubah menjadi rel. Tujuan strategisnya hanya satu: memutus kemungkinan iblis mendirikan obelisk sebelum Turunnya Bulan Merah.
Begitu Dataran Subur diselimuti kabut merah, berarti iblis bisa kapan saja menyebrangi Pegunungan Jurang menyerang wilayah dalam. Bukan hanya garis pertempuran akan memanjang drastis, Angkatan Darat Pertama juga harus menghadapi musuh yang tak terbatas jarak. Bagi manusia yang jumlahnya dalam posisi inferior, ini sama sekali bukan awal yang ideal.
Sebaliknya, jika bisa merebut Takira terlebih dahulu, Iblis hanya bisa memilih jalur bijih batu suci dari dua Kota Suci lainnya untuk menumbuhkan obelisk. Kota Jatuh Bintang dan Anletta sama-sama lebih dekat ke ujung utara dataran, bahkan jika membangun pos di sana, tidak akan langsung mengancam Empat Kerajaan. Dengan ini, meski belum bisa dikatakan kemenangan mutlak dalam Perang Makna Ilahi, setidaknya manusia bisa mendapatkan tambahan waktu 400 tahun.
Sementara Greycastle yang memasuki era industri, seberapa jauh bisa berkembang dalam 400 tahun? Kemanusiaan yang tidak terbelenggu oleh bahan makanan, berapa kali bisa mengalami perubahan dalam 400 tahun, jawabannya jelas tanpa perlu diucapkan. Oleh karena itu, dataran luas ini baik sebagai daerah penyangga strategis maupun cadangan tanah untuk kebutuhan masa depan.
Manusia biasa pada akhirnya akan mengalahkan Iblis.
Tapi tidak berarti generasi mereka bisa menyaksikan hari itu datang.
Ini juga alasan lebih dalam yang tidak Roland beritahukan kepada yang lain.
Sayangnya, fakta tidak selalu sempurna seperti rencana. Menurut ide awal, cukup membersihkan Iblis yang bersarang di Takira dan mengubah reruntuhan menjadi benteng maka misi sudah selesai. Jika itu tujuan mereka, Angkatan Darat Pertama sekarang hanya tinggal selangkah lagi dari kemenangan total.
Namun kemunculan Pembasmi Iblis memaksa perubahan rencana - kekuatan kutukan membuat segala cara penyembuhan kehilangan efek, bahkan luka kecil sekalipun berpotensi mematikan. Petir masih baik, kemampuan regenerasi alaminya setara dengan kecepatan infeksi, tapi Yezi tidak seberuntung itu.
Menurut pengamatan diam-diam dan laporan Abu, kondisi Yezi semakin memburuk.
Meskipun dia tidak mengatakan apa-apa, kondisi fisik dan semangatnya tidak bisa disembunyikan dari abu yang selalu menemani. Memburuknya berarti kecepatan pembusukan luka telah melampaui batas penyembuhan, seperti lesi yang menyebar perlahan. Awalnya terlihat tidak apa-apa, tapi pada akhirnya akan meruntuhkan seluruh tubuh. Entah proses ini memakan waktu setahun atau sepuluh tahun, sebagai bagian terpenting dari ekspansi penduduk, ini adalah kerugian yang tak bisa diterima.
Kita harus menyelesaikan urusan dengan Pembasmi Iblis di Takira.
Di ruang rapat, para penyihir dan perwakilan tentara berkumpul. Di dinding terpampang "tirai cahaya" dari Third Border City. Diskusi mereka hanya berfokus pada satu hal: bagaimana memastikan pembunuhan iblis tingkat tinggi yang memiliki kekuatan kutukan dalam pertempuran penentu.
"Pertama-tama harus dijelaskan, menurut simulasi staf, ketika situasi pertempuran dipastikan tidak bisa dipulihkan, kemungkinan Pembasmi Iblis mundur mencapai 90%." Yang pertama berbicara masih Edith. "Kesimpulan ini tidak memiliki banyak bukti konkret, lebih pada antisipasi perilaku. Dari jarak yang masih dipertahankannya dengan basis pertahanan hingga saat ini, dia seharusnya merupakan contoh yang sangat berbeda dengan Kaburadabi."
「Aku setuju dengan kesimpulan ini,」kata Elxia yang paling banyak berurusan dengan iblis. 「Tidak takut mati bukan berarti mencari kematian sia-sia. Dalam hal ini mereka tidak jauh berbeda dengan kita. Peran komandan tingkat tinggi jauh lebih penting daripada iblis biasa, kecil kemungkinan ikut terkubur bersama anak buahnya.」
“Jadi kita harus mengambil inisiatif menyerang, melakukan intervensi di rute mundurnya.” Edith mengangguk, “Beruntungnya, kita mengetahui dengan jelas pergerakan musuh, dan hal serupa sudah pernah kita alami sebelumnya.” Ia menatap Andrea Quinn, “Jika Pembasmi Iblis tidak menyadari ini, tembakan sniper jarak jauh tentu menjadi pilihan paling aman dan paling pasti.”
Yang kedua dengan anggun merapikan rambutnya.
“Saya punya pertanyaan.” Tili membuka pembicaraan.
“Silakan, Yang Mulia.” Mutiara Utara membelai dada sambil berkata.
“Pertama, apakah satu peluru bisa membunuh Pembasmi Iblis masih menjadi variabel tidak diketahui. Bagaimana jika hanya melukai lawan? Kita tidak punya kesempatan kedua. Kedua, bagaimana jika lawan sudah mengetahui keberadaan senjata jarak jauh ini dan sengaja menghindar saat mundur? Dari berbagai pertempuran sebelumnya, kemungkinan ini tidak hanya ada, tapi cukup besar - mengingat pemahaman musuh terhadap senjata api sudah melampaui perkiraan kita.”
“Kedua masalah ini sudah kami pertimbangkan,” jawab Edith, “Untuk poin pertama, staf menyimpulkan menggunakan hulu ledak dari Batu Hukuman Dewa.”
“Peluru batu suci?”
“Benar, meski tidak mematikan dalam satu pukulan, musuh juga akan kehilangan kemampuan terbang. Tentu saya tahu semakin kecil Batu Suci semakin rendah kekerasannya, potongan Batu Suci seukuran hulu ledak biasa bahkan bisa dihancurkan palu, sama sekali tidak bisa menahan tekanan saat ditembakkan. Tapi senjata yang digunakan Putri Andrea berbeda kalibernya, mungkin bisa dicoba.” Dia berhenti sejenak, “Selain itu, saya telah memastikan dengan Wanita Bangsawan Agatha - Batu Suci yang dilebur langsung dengan darah sihir akan jauh lebih kuat. Dia membawa dua botol darah segar yang dikumpulkan dari iblis saat kembali kali ini, sekarang seharusnya sedang melakukan uji coba terkait.”
「Menggunakan darah iblis untuk membuat senjata pembunuh mereka? Ide ini kusukai,」 Elxia tertawa, 「Bagus, kau orang biasa kedua yang membuatku tertarik.」
Mutiara Utara membalas senyum tanpa ragu, “Untuk poin kedua... kita butuh pasukan pengejar cadangan untuk menutup celah ini.”
“Saat ini hanya petir yang lebih cepat dari Pembasmi Iblis,” Wendy menyatakan kekhawatiran, “Tapi dia... tidak bisa menghalangi musuh.”
“Tidak,” dia menggelengkan kepala, “Masih ada yang lebih cepat dari Pembasmi Iblis saat terbang -”
“Apa?” Tili sepertinya menyadari sesuatu.
“Benar, yaitu Burung Camar saat menukik.” Edith berkata kata demi kata.
