Tubrukan kedua orang itu membuat Bumi tiba-tiba mendidih.
Dentingan bilah pedang yang saling berbenturan diiringi kilatan-kilatan listrik yang menghujam dari udara, menghantam hutan sekitarnya hingga hancur berkeping. Sementara cahaya hitam Pembasmi Iblis menyelubungi permukaan tubuhnya seperti baju zirah, melemahkan serangan petir keemasan. Getaran energi sihir membuat langit mencurahkan hujan deras, di balik tirai hujan yang rapat ini, lokasi pertempuran mereka bagai menjadi pusat gravitasi badai.
Baik Hui Jin maupun Ersruk, gerakan mereka telah melampaui batas maksimal sebelumnya. Gerakan yang bahkan sulit dilihat oleh manusia biasa, bagi kedua pihak hanyalah kondisi normal. Setiap serangan yang dikeluarkan akan membentuk pola jelas di tengah hujan, sementara gelombang Qi yang tercipta saat tubrukan seketika membuat tetesan hujan di sekitarnya meledak. Suaranya bagaikan deru petir mengguruh, seolah bukan manusia dan iblis yang bertempur, melainkan dua raksasa kekar yang sedang bertarung habis-habisan.
"Hah... Hah..." Hui Jin merasakan energi sihir dalam tubuhnya telah sepenuhnya lepas kendali. Mereka perlahan menyerap daging dan darah, membuat tubuhnya dipenuhi ribuan lubang. Setelah melewati puncak tertentu, kepedihan yang mendalam dari efek balik justru berubah menjadi mati rasa.
Tapi ini jelas bukan pertanda baik. Kehilangan sensasi sakit berarti melemahnya integritas spiritual, sekaligus menurunkan drastis kemampuannya mengendalikan tubuh.
Faktanya, dia sudah tak mampu lagi mengarahkan petir dengan presisi, terpaksa membiarkan energi sihir yang gelisah itu mengalir tak terkendali. Pemborosan tanpa kendali ini semakin memperberat beban fisiknya. Kedua faktor ini bagai bola salju yang menggelinding, membuat neraca keseimbangan cepat condong ke arah kehancuran.
“Begitu rupanya, inikah konsekuensi dari menyatu langsung dengan sumber energi sihir?” Pembasmi Iblis itu terlihat kelelahan, setelah mengusir serangan Abu, ia mengusap genangan darah di wajahnya, "Walau kau memperoleh kekuatan fisik yang jauh melampaui manusia biasa, kau sendiri sedang ditelan oleh kekuatan itu. Aku penasaran, jika terus begini, akan jadi apa kau nanti? Terbakar menjadi abu oleh energi sihir, atau sepenuhnya kehilangan rasionalitas hingga tak bisa lagi disebut manusia——Monster?"
"Apapun yang terjadi padaku, itu semua akan terjadi setelah kuhabisi kau." Abu melemparkan air hujan dari pedangnya, menjawab dengan suara berat.
“Mengapa? Keyakinan dan keteguhan?” Ersruk tersenyum dingin, “Memang terdengar seperti ucapan manusia... Sayangnya waktu yang panjang telah membuktikan, semua itu hanya hal remeh belaka.”
Abu tidak menjawab lagi, melainkan mengangkat pedang dan menyerang ke arahnya.
Setelah pertempuran singkat namun sengit ini, dia telah memahami secara dasar kemampuan kedua belah pihak——jika pertarungan berlarut-larut terus berlanjut, harapan untuk menangnya akan semakin tipis. Mungkin karena semakin familiar dengan anggota tubuh barunya, gestur Pembasmi Iblis menjadi semakin luwes, dengan kekuatan fisik dan teknik yang terus meningkat stabil. Tidak hanya itu, sepertinya makhluk itu telah sepenuhnya beradaptasi dengan ritme pertempuran bersamanya, serangan tebasan konvensional kini sulit melukai lawan. Pertumbuhan eksponensial tanpa batas ini benar-benar menimbulkan dingin yang menusuk tulang di hati, sekaligus membuatnya menyadari sejauh apa ketinggian yang bisa diraih oleh mereka yang disebut berbakat.
Satu-satunya metode yang memberi harapan baginya untuk membunuh lawan adalah dengan mengkonsentrasikan kekuatan makna ilahi yang cukup perkasa - Abu tidak tahu mengapa dirinya bisa menggerakkan Tanduk Gajah meski tanpa Jimat Makna Ilahi, yang ia ketahui hanyalah energi sihir merespons seruannya dan berubah menjadi petir-petir keemasan sesuai keinginannya.
Namun kilatan listrik yang dilepaskan sembarangan sekalipun mengenai sasaran, akan dihilangkan sebagian besar oleh cahaya hitam pada tubuh Pembasmi Iblis. Sisa kekuatan hanya cukup menambah beberapa luka. Meski serangan berulang bisa memberikan efek, sayangnya dalam dinamika saling melemah dan menguat kekuatan fisik, ia takkan sanggup bertahan sampai saat itu.
Masalah terbesar adalah mengumpulkan makna ilahi membutuhkan waktu, dan Pembasmi Iblis sama sekali tidak mungkin membiarkannya menyelesaikan serangan ini.
Ia harus menciptakan sebuah kesempatan, peluang untuk mengumpulkan kekuatan yang cukup.
Langkah selanjutnya sudah jelas.
Setelah mendekati Ersruk dan saling serang beberapa babak, Abu sengaja menunjukkan kelemahan dengan mengayunkan pedang besar ke udara. Lawan tentu tak melewatkan kesempatan ini, merapatkan jari-jari untuk menusuk dadanya. Dengan sedikit menghindari titik vital, ia malah maju dan bertabrakan dengan Pembasmi Iblis!
Cakar menembus dada kanannya, berhenti baru setelah mencapai siku.
Ekspresi wajah Ersruk berubah.
Abu batuk mengeluarkan darah segar, kedua telapak tangan mencengkeram lawan, berbisik, "Aku menangkapmu."
Bersamaan dengan itu, awan gelap di atas kepala mulai berputar, dalam sekejap mata membentuk pusaran raksasa!
……
"Apa katamu? Abu dia... berhasil melampaui batas biasa?" Suara terkejut Agatha terdengar dari Segel Pendengaran.
Setelah berjalan ke arah barat hampir beberapa li, Petir akhirnya berhasil menghubungi markas komando. Setelah melaporkan situasi genting yang membutuhkan penyelamatan darurat kepada Penyihir Es, dan mengetahui bahwa Angkatan Darat Pertama sudah mulai mengatur penyambutan, barulah dia sedikit lega. Dia pun menceritakan secara singkat insiden penghadangan oleh Pembasmi Iblis.
"Selain yang melampaui batas biasa, aku tak bisa membayangkan siapa lagi yang bisa menciptakan kegaduhan seperti itu." Petir terbang perlahan di tengah hampa, memandang ke arah hutan di belakang - di sana kilat menyambar-nyambar disertai gelegar guruh, ular emas panjang sesekali menembus langit dan bumi. Bahkan Jimat Makna Ilahi pun tak mampu mempertahankan pemandangan ini lama-lama.
"Berkembang dalam pertempuran memang ciri khas penyihir perempuan. Jika dia benar-benar berhasil melewati rintangan itu, fokus melawan satu Pembasmi Iblis seharusnya bukan masalah. Memerintahkan kalian untuk mundur adalah pilihan yang benar. Pokoknya... yang penting semua selamat."
Ekspresi Petir mendadak muram. Tim penghadang sebenarnya juga mengalami korban jiwa, hanya saja dia tidak memberitahukan hal ini kepada lawan bicaranya. Setelah diam sejenak, dia mengganti topik, "Bagaimana dengan para iblis itu? Apakah mereka juga mengalami peningkatan dalam pertempuran?"
Entah mengapa, rasa takut terhadap Pembasmi Iblis yang sempat dirasakannya sebelum pergi masih bergelayut di hatinya, sulit diusir. Wujud Ersruk yang tegak berdiri tak bergerak, ditambah cahaya hitam yang terus bergeliat di lukanya, memberikan kesan sangat aneh yang tak bisa diungkapkan.
“Persatuan tidak memiliki catatan di bidang ini, dan berdasarkan pecahan ingatan yang dilihat Yang Mulia Roland, mereka membutuhkan Batu Ajaib Mako berkualitas tinggi yang berhasil menyatu untuk memperkuat kekuatan fisik mereka.” Jawab Agatha. “Tentu saja, tidak menutup kemungkinan bahwa pertempuran memiliki efek akumulasi yang sangat penting bagi peningkatan status mereka—Jika tebakanku tidak salah, proses integrasi Batu Ajaib Mako mirip dengan ritual Hari Kedewasaan penyihir perempuan yang menguji daya tahan tubuh terhadap energi sihir. Kegagalan integrasi mungkin merupakan manifestasi dari efek Membalik menyerang. Ngomong-ngomong, kenapa kamu menanyakan ini?”
“Tidak, tidak ada...” Petir menggigit bibirnya, “Aku hanya sedikit khawatir saja...”
Untuk Batu Ajaib Mako berkualitas tinggi, Pembasmi Iblis membawa beberapa buah tampaknya bukan hal mustahil. Tapi mungkinkah seseorang benar-benar bisa menyelesaikan proses peningkatan status di tengah pertempuran sengit? Penyihir perempuan biasanya terbaring di ranjang dengan konsentrasi penuh saat menyambut Hari Kedewasaan mereka.
“Tenang saja, makhluk yang melampaui batas biasa tidak bergantung pada kemampuan dalam bertempur. Jika taktik utama Pembasmi Iblis untuk menekan penyihir perempuan menjadi tidak efektif, aku yakin keputusan akan segera tercapai.” Agatha menghibur.
“Hmm, kurasa... kamu benar.”
Dia mengangguk, sedang bersiap untuk menurunkan ketinggian dan kembali ke Maisie, tiba-tiba serangkaian suara Boom berat bergema dari kejauhan. Petir menoleh ke arah sumber suara, tertegun di lokasi semula——
"Di langit, awan gelap bergerak seperti ombak lautan menuju tempat dia pergi, bertumpuk lapis demi lapis membentuk 'menara awan' keabu-abuan yang berputar perlahan, bagai lorong penghubung langit dan bumi. Pemandangan aneh seperti ini hanya pernah kulihat di laut lepas—saat badai hebat datang, pusaran raksasa akan muncul di cakrawala. Jika tak mencari cara menghindar atau memasuki pusat pusaran, kapal laut mana pun akan dirobek menjadi pecahan oleh gelombang raksasa yang menyusul."
"Tapi di sini... ini daratan."
"Apa yang... terjadi?" Suara dari Segel Pendengaran mulai terputus-putus, "Tadi suara apa... itu?"
Petir tak sadar menggigit jari telunjuknya hingga masuk ke telapak tangan, "Aku tak tahu—berapa lama lagi bantuan Yang Mulia Tili akan tiba?"
"Penyihir Hukuman Dewa sedang memindahkan perlengkapan tempur ke Burung Camar Nomor Satu. Perkiraan sampai ke lokasimu sekitar sepuluh hingga lima belas menit."
Seperempat jam... "Aku mengerti." Setelah diam sejenak, dia memutuskan komunikasi.
Kembali terbang ke punggung Maisie, Petir mulai mencari-cari di antara korban luka yang tak sadarkan diri.
"Tadi gunturnya sangat bertubi-tubi, Abu... dia tidak apa-apa kan..." tanya Maisie sambil terus melaju.
"Pasti aman, dia kan melampaui batas biasa. Kamu cukup mengantar semua orang dengan selamat ke titik penyambutan, jangan lupa di mana kan?"
"Tentu Aduh, cukup berputar mengelilingi reruntuhan Takira lalu belok ke tenggara—tunggu, kenapa aku yang harus pergi bukan kita semua Aduh?"
Namun setelah lama menunggu, Maisie tak kunjung mendengar jawaban.
