"Dua prajurit dengan cepat mendekati musuh yang baru lolos, menarik pelatuk peluru howitzer anti-iblis."
"Dua asap kehijauan melesat dari balik bunker persembunyian secara berurutan, menuju laba-laba iblis raksasa - target yang begitu mencolok ini hampir mustahil meleset. Melihat jejak yang ditinggalkan peluru howitzer, Paman Sang merasakan hatinya seperti terangkat, dia yakin cangkang tebal di anggota tubuh lawan itu bukanlah sesuatu yang mudah dihadapi."
"Peringatan aneh itu terjadi."
"Satu peluru howitzer karena sudut elevasinya terlalu miring, setelah menubruk tujuan justru terpental ke samping dan langsung menghujam ke dalam tanah."
"Yang satunya memang menubruk secara frontal kaki depannya, suara ledakan membangkitkan kepulan asap pekat, tapi gestur iblis itu tidak berhenti karenanya, hanya terhenti sebentar lalu melangkah keluar dari debu dan asap."
""Dasar bodoh, tembak kesehatannya!"" bawahan tidak kuasa menyeru."
""Biar aku yang mencoba!"" seorang lain sukarela menggendong sekarung hulu ledak, merangkak keluar dari parit."
"Paman Sang tidak menghentikan, tapi juga tidak optimis seperti yang lain. Sekarang dia paham, keanehan laba-laba iblis baru ini terletak pada—dibandingkan monster buruk rupa tidak beraturan dalam manual, Kai ini jauh lebih terkoordinasi. 'Baju zirah' di keempat anggota tubuhnya bukan sekadar tumpukan batu sembarangan, melainkan poliedron berpola rapi. Jika disatukan, mungkin bisa membentuk platform trapesium yang rapat dengan batu di punggungnya."
"Selain itu, amplitudo gerakan anggota tubuh lawan saat bergerak sangat besar, membuat prajurit sulit menembak badan atau perut dengan presisi. Tembakan yang meleset sebelumnya bukanlah kebetulan."
"Benar, beberapa peluru howitzer berikutnya juga gagal menghentikan gerak laba-laba iblis. Bahkan setelah kobaran api dari tabung tembak muncul, dia sengaja merapatkan anggota tubuhnya, persis seperti refleks syarat."
"Bersamaan dengan itu, dari lubang besar yang ditubruk musuh, muncul siluet iblis liar."
"Sial, bisakah para birokrat ini menembak lebih akurat?" gumam penembak senapan mesin sambil memutar moncong senjata.
"Cukup!" Paman Sang berteriak tegas, "Mundur ke garis pertahanan kedua! Serahkan area ini pada mereka! Siapkan bahan peledak!"
"Tapi..."
"Tidak ada 'tapi'!" hardiknya, "Jika samping dikepung musuh, kita takkan bisa kabur!"
Tiupan terompet segera menggema di basis pertahanan. Tim Paku mundur secara bergantian sambil melindungi satu sama lain ke arah dermaga pelabuhan sesuai prosedur latihan. Para pengungsi yang menyaksikan monster mendekat mulai panik dalam formasi mereka.
Prajurit penanggung jawab peledakan dengan gesit menyambungkan kabel peledak ke motor engkol dan mulai memutarnya dengan cepat, "Kapten, siap meledak kapan saja!"
"Bagus, biarkan dia merasakan bahan peledak kita." Paman Sang menatap tajam makhluk cacat yang bergerak tak terkendali itu sambil memberi isyarat tangan, "Tunggu sebentar... Sekarang juga--"
Begitu prajurit menekan tuas peledak, belasan dentuman berat bergemuruh memenuhi telinga semua orang! Pada ketikan itu, Bumi di bawah kaki seolah bergetar, deretan pilar asap yang melesat ke udara hampir memenuhi seluruh tanah lapang kosong.
Salah satu tumpukan bahan peledak terkubur tepat di bawah laba-laba iblis. Guncangan dahsyat itu membuat separuh tubuhnya terlempar ke udara, baju besi batu di kedua kakinya tiba-tiba menjadi beban berat yang akhirnya menarik putus persendiannya. Saat jatuh kembali, makhluk itu sudah tak bisa bergerak, seperti monster raksasa yang kakinya hancur oleh ledakan, miring dan rubuh tak berdaya.
Sorak sorai bersiul bergema dari basis pertahanan.
Tapi sebelum sempat lega, dentuman tabrakan serupa terdengar dari sisi timur dermaga.
Seekor laba-laba iblis lain tiba-tiba muncul di medan perang.
Menyaksikan ini, Paman Sang merasa lega telah membuat pilihan yang paling benar.
Ia samar-samar menyadari bahwa serangan iblis kali ini mungkin sangat berbeda dengan sebelumnya, formasi lapisan saat ini jelas-jelas bermaksud mengepung mereka untuk dimusnahkan hingga tuntas. Pengawas yang tidak kembali tepat waktu, kemungkinan besar jalan mundurnya telah diputus oleh musuh. Andai tadi ragu-ragu satu keit lagi, regu senapan mesin mungkin juga sulit keluar tanpa cedera. Saat ini meskipun Angkatan Darat Pertama telah menyerah menghalangi jalan sempit, empat unit Mark Tipe Satu masih ada, tetap bisa sementara mengintimidasi terobosan maju sang iblis liar.
"Namun ini tidak berarti krisis telah teratasi. Siapa tahu berapa banyak laba-laba iblis yang telah dipersiapkan musuh. Jika datang dua lagi... Tidak, bahkan satu ekor tambahan saja, waktu bertahan mereka hanya bisa dihitung per seperempat jam. Yang lebih buruk, masih banyak pengungsi di dermaga yang perlu segera dievakuasi. Begitu panik menyebar dan tatanan kacau, menyelamatkan orang lain saja tidak mungkin, bahkan mereka sendiri pun takkan bisa kembali ke kapal."
Asap mesiu menguap, Iblis telah membanjiri tanah lapang kosong yang diluluhlantakkan bahan peledak selama celah waktu ini.
Suara sapuan mesin senapan bergema tanpa henti sejenak.
"Boom——!"
Saat Paman Sang sedang buntu, tiba-tiba terdengar suara Boom yang familiar dari belakang. Bahkan dengan mata tertutup sekalipun, dia bisa langsung mengenali sumber suara itu - Bagi Angkatan Darat Pertama, nada meriam benteng 152mm saat menembak sudah seperti suara yang paling dikenalnya!
Dan mereka sama sekali tidak memasang perangkap artileri!
Ia menoleh dengan terkejut, melihat sebuah kapal besi yang perlahan memasuki teluk. Meriam di haluan kapal hampir sejajar dengan dek, mengarah kencang ke garis pertahanan.
"Itu... Kapal Roland!" Seru seorang prajurit yang mengenali asal-usul kapal besi itu.
"Bukannya mereka sudah mundur?"
"Lupakan! Kita dapat bantuan!"
"Hidup Yang Mulia Kaisar, habisi ampas-ampas ini!"
Peluru meluncur di atas kepala prajurit, beruntun menghantam tanah lapang. Pilar asap sesekali muncul hanya 10 meter dari parit, pecahan peluru bahkan menyambar karung pasir di depan alur. Tanah beterbangan seperti hujan, dak-dak menghantam yang lain. Biasanya mereka akan memaki Pasukan artileri sebagai tunanetra dan gila, tapi kini parit dipenuhi pujian. Deru meriam benteng bagaikan musik indah.
Apakah... Paku tidak meninggalkan sisa pengungsi karena menunggu saatnya ini?
Paman Sang memperhatikan gelombang terakhir pengungsi sedang naik ke Kapal Meriam Roland dengan panduan prajurit. Tampaknya jumlah di dermaga pas persis dengan kapasitas kapal.
Meski tak tahu bagaimana Paku berkoordinasi dengan komando atas, jelas ini saat terbaik untuk mundur.
"Kita ke dermaga sekarang!" teriaknya keras. "Bergiliran, jangan ada yang tertinggal! Begitu semua naik, tim ledakan langsung meledakkan sisa bahan peledak!"
Perintah segera menyebar melalui transmisi mulut ke mulut ke seluruh parit pertahanan.
Penarikan pasukan terakhir pun dimulai.
Senapan mesin berat Mark Tipe Satu dan sisa peluru ditinggalkan di lokasi semula. Meski hati terasa perih, ini adalah perintah Yang Mulia - dalam situasi apapun, keselamatan manusia harus diutamakan daripada senjata. Selama prajurit masih ada, senjata bisa diciptakan kembali.
Setelah rombongan memasuki dermaga, para Iblis juga berhasil merebut garis pertahanan kedua di bawah hujan tembakan meriam.
Namun yang menanti mereka adalah sebuah dentuman dahsyat yang mengguncang langit.
Ribuan kilogram bahan peledak melontarkan senjata peninggalan dan Iblis liar itu ke angkasa.
Dalam gelombang sisa ledakan, Kapal Roland membunyikan sirene dan mundur sepenuhnya dari pelabuhan Utara yang telah hancur lebur ini.
