Saat mendengar dentuman pertama, tim tempat Qiu Da berada segera menuruti perintah, keluar satu per satu dari tempat persembunyian secara berurutan.
Namun belum berlari beberapa langkah, dentuman menggelegar kembali mengguncang utara! Suara yang begitu dahsyat sampai membangkitkan debu di reruntuhan, guncangan tanah yang hebat hampir membuat yang lain terjatuh.
Qiuda menstabilkan tubuhnya, terkejut memandang ke arah Kota Taring - karena berada di posisi rendah, dia hanya bisa melihat bola api cahaya jingga bercampur kepulan asap tebal terus membubung, layaknya kepalan tangan yang mengacung ke langit. Di sekitar kobaran api, kabut merah berpendar terang, seolah-olah langit sedang membara.
Ekspresi menggetarkan muncul di mata orang-orang pasir.
Pengaruh ini... justru bisa dideskripsikan sebagai kemarahan Tiga Dewa!
"Jangan takut!" Qiuda mengeratkan gigi, berseru sambil mengangkat tangan, "Itu taktik yang digunakan Kepala Suku Besar untuk melawan musuh! Yang patut ditakuti adalah para Iblis itu!"
Ucapannya membuat kami semua bereaksi.
"Benar, ini kobaran api surgawi yang diturunkan Kepala Suku Besar!"
"Jangan berhenti, terus maju!"
Tim yang terhenti mulai berlari kembali, dari celah tembok, lubang jendela, sudut rumah runtuh... terus bermunculan orang-orang yang bergabung dengan pasukan penyerang. Dengan cepat, kerumunan tak mencolok ini berubah menjadi gelombang yang tak bisa diabaikan, menerjang lurus ke Kota Taring.
Qiuda berlari di posisi terdepan.
Meski telah lama tunduk pada Kepala Suku Besar, ia tetap yakin orang pasir lebih cocok bertempur daripada orang utara, terutama pendekar dari klan kecil seperti dirinya yang berasal dari oasis tandus dan berjuang melawan maut sejak kecil. Tak hanya busur dan pedang melengkung, bahkan jika diganti senjata api pun sama. Setelah menerima latihan Brian, ia bahkan menguasai keahlian khusus: tidak hanya unggul dalam menembak target diam, tapi juga memiliki tingkat akurasi mengesankan saat menembak sambil berlari.
Dan sekarang adalah saatnya membuktikan diri.
Ia tak hanya ingin menjadi yang pertama menerobos ke dalam kota, tapi juga meraih hasil pertempuran pertama untuk pasukan.
Nama Mojin-nya Qiu Da harus menggema di seluruh angkatan perang!
Namun saat pasukan bergerak naik menyusuri lereng landai dan baru saja bisa melihat tembok Kota Taring, gelombang panas menakutkan menerjang dari depan - seketika itu, Qiu Da hampir mengira dirinya kembali ke perbatasan selatan ekstrem, tepat di puncak bukit pasir saat tengah hari di puncak musim panas.
Udara yang terbakar memanggang kulitnya, membuatnya bahkan sulit membuka mata.
Orang-orang di belakang juga tak kalah menderita.
Seluruh tim seolah menubruk dinding tak kasat mata, kecepatan maju segera melambat. Beberapa orang utara yang lebih dulu maju bahkan kembali compang-camping, berjongkok di kaki lereng, seolah bisa menghindari panas membakar yang tiba-tiba ini.
Qiu Da masih bertahan berjalan puluhan langkah, semakin yakin ada yang tidak beres.
Bola api yang melambung ke udara telah padam, hanya menyisakan gumpalan asap yang masih menyebar. Kabut merah yang awalnya menyelimuti langit kini kehilangan sebagian di sini, seolah digigit monster mengerikan. Kabut di sekitarnya tidak segera mengisi kekosongan, melainkan membentuk area kosong berbentuk melengkung yang luas.
Melalui gerbang kota yang terbuka, ia melihat tanah di dalam kota bagai diguncang gelombang panas. Siluet bangunan terdistorsi luar biasa, terutama rumah kayu yang runtuh akibat ledakan. Tiang penyangga hitam legam yang berantakan itu seperti cakar iblis yang muncul dari bawah tanah. Musuh tak kunjung menyerbu menghadang, juga tidak panik melarikan diri - faktanya ia sama sekali tidak menemukan jejak iblis mana pun.
Sementara itu, Qiuda merasakan dadanya sulit bernapas. Aliran panas yang menggelegak di sekitarnya membuatnya tak berani membuka mulut untuk menarik napas. Tubuhnya seolah menolak untuk melanjutkan langkah, setiap jejak kaki terasa seberat gunung.
Sialan... Kapan dirinya menjadi serapuh ini?
Meski tembok kota sudah di depan mata, ia justru merasa seluruh tenaganya terkuras. Pandangannya pun mulai memudar.
Qiuda tersandung-sandung beberapa langkah sebelum terjatuh ke tanah.
Pemandangan terakhir yang ia lihat adalah wajah jijik Fala saat menyeret tubuhnya.
……
Arah pertempuran penghadang ini sepenuhnya melampaui perkiraan Kapak Besi dan staf.
Dalam rencana semula, tong pembakaran yang diatur mengelilingi sebelah utara Kota Raja Hati Serigala akan mengubah sebagian besar wilayah kota luar menjadi lautan api. Kobaran api yang berkecamuk tidak hanya akan melalap rumah-rumah mudah terbakar, tetapi juga membakar habis kabut merah di dalam dan luar kota. Ini akan membuat Kota Taring sementara menjadi "pulau terpencil", sementara para Iblis yang tidak membawa alat pernapasan pasti akan terjebak dalam kekacauan dan panik.
Penentu akhir adalah pasukan penghadangan yang menyerang di tengah kekacauan - meski tidak mengetahui jumlah pasti musuh, intelijen sebelumnya menunjukkan Iblis mengatur jumlah pasukan berdasarkan populasi. Evakuasi Kota Taring pasti terendus oleh pengintai musuh, sehingga dalam beberapa hari pertama kabut merah, jumlah musuh yang masuk kota seharusnya tidak melebihi lima ratus. Dengan kata lain, baik jumlah personel maupun semangat tempur, Angkatan Darat Pertama akan menguasai keunggulan mutlak.
Target utama pertempuran ini bukan jumlah musuh yang dihancurkan. Mengingat prajurit harus bersembunyi di terowongan rahasia dan reruntuhan untuk menghindari deteksi Fearful Beast, semua senjata berat tidak bisa digunakan. Mengintimidasi musuh dengan senapan dan peluru howitzer anti-iblis memang mudah, tapi mengejar dan memburu mereka sampai habis sulit diwujudkan.
Tujuan utama pertempuran ini adalah menghancurkan semangat ofensif Iblis. Cukup dengan membuat mereka menyadari bahwa manusia yang sedang mundur masih memiliki kemampuan balas serangan, tekanan pada tim evakuasi bisa dikurangi.
"Tapi strategi tempur hanya sampai pada fase 'Ledakan' lalu tiba-tiba berhenti."
Dinding api yang diperkirakan tidak muncul, malah berubah menjadi ledakan dahsyat yang mengguncang langit-bumi. Kobaran api menyapu ibu kota hingga menjadi zona terlarang. Pasukan penghadang bahkan tidak bisa melewati gerbang kota sebelum dipaksa mundur oleh gelombang panas, dengan beberapa prajurit mengalami luka bakar dan gejala pingsan. Pada titik ini, serangan lanjutan jelas sudah mustahil untuk dilanjutkan.
Tentu ini bukan berarti Penghalang gagal. Bahkan di luar tembok kota, udara yang terik masih bisa dirasakan. Tentang situasi di dalam kota? Dengan mata tertutup pun dia bisa membayangkannya.
Tidak pernah ada bukti bahwa Iblis lebih tahan api daripada manusia.
Satu-satunya penyesalan Kapak Besi adalah tidak bisa langsung mengunjungi medan perang untuk melihat hasil nyata Penghalang ini - suhu dalam kota belum diketahui kapan akan turun, dan tempat ini jelas bukan lokasi yang aman untuk berlama-lama.
"Yang Mulia, seluruh pasukan telah mundur dari Greycastle. Hanya kita yang tersisa." Brian memasuki pos komando darurat dengan mata berbinar-binar. Bagi yang tidak mengikuti uji senjata baru namun langsung menyaksikan adegan ini dalam pertarungan nyata, pertempuran ini benar-benar menjadi pemandangan yang takkan terlupakan seumur hidup.
"Bagus. Mari kita juga mundur." Kapak Besi mengangguk, "Aku perkirakan musuh akan segera menyadari keberadaan kita di sini. Begitu pasukan pengejar mereka tiba, akan lebih sulit untuk pergi."
……
Faktanya sesuai prediksinya. Hanya dalam waktu kurang dari satu hari, sebuah tim Iblis tiba di Kota Taring dengan mengendarai Fearful Beast. Pemimpinnya tak lain adalah Tuan Langit, Haikezuode.
