"Aku tahu kalian bukan prajurit, dan juga tahu ada sekelompok orang dari Pasukan Cadangan Angkatan Darat Pertama dan Angkatan Darat Kedua yang sedang menjalani latihan mengemudi truk uap. Tapi waktu tidak menunggu." Tatapan tenang Kapak Besi menyapu yang lain. "Kalian adalah pengemudi pertama yang lulus tes kelayakan dengan nilai sempurna. Ini membuktikan kemampuan kalian sudah cukup mumpuni untuk memikul tugas ini."
"Isi tugasnya sederhana." Ia berjalan menuju peta yang terbentang di meja, memindahkan bidak catur dari fajar ke garis hitam di wilayah timur Hati Serigala. "Tempat ini berjarak sekitar 150 kilometer dari pos pertahanan di Bagian Tengah. Kalian hanya perlu mengangkut personel dan logistik ke sini, menunggu mereka menyelesaikan serangan, lalu membawa mereka kembali. Perkiraan waktu tunggu sekitar setengah jam. Jika beruntung, kalian bahkan tidak akan bertemu musuh."
Di titik ini, Kapak Besi diam sejenak.
Keributan kecil pun muncul dari kerumunan.
Karena makna tersirat dari perkataan itu adalah: jika nasib sial, mereka akan bertemu iblis.
“Setelah menunggu satu keit, komando utama baru melanjutkan,” Tentu saja, yang menanggung misi tempur tetap Angkatan Darat Pertama. Kalian hanya perlu fokus pada pengemudian. Ada total sepuluh kendaraan yang tiba di Gunung Long. Sesuai rencana, empat hingga lima truk saja sudah cukup untuk mewujudkan tujuan strategi tempur. Oleh karena itu, kami tetap mengikuti prosedur kantor administrasi dengan sistem perekrutan untuk memilih personel yang akan berangkat.”
“Setiap kali menyelesaikan satu misi pengangkutan pulang-pergi ke garis depan, kru kendaraan akan mendapat bonus tambahan tiga kali lipat dari gaji. Hadiah ini dibagikan langsung oleh Angkatan Darat Pertama, terpisah dari gaji resmi dari kantor administrasi. Jadi... Bagi yang rela mendaftar, silakan maju selangkah sekarang.”
Farina melangkah ke depan tanpa ragu-ragu.
Yang mengejutkannya sedikit, semua kru kendaraan memilih untuk mendaftar. Satu-satunya perbedaan hanyalah kecepatan mereka dalam mengambil keputusan.
Sebenarnya tujuan utama Farina datang ke garis depan adalah untuk menemui Sang Iblis. Pengalamannya pernah bertugas di tentara Pengadilan membuatnya sudah terbiasa menginjak medan perang. Tapi lain halnya dengan yang lain—selain status sebagai pengemudi, kebanyakan dari mereka hanyalah rakyat merdeka dari Kota Tanpa Musim Dingin.
Yang membuat mereka mengambil keputusan ini tak lain adalah kepercayaan penuh terhadap Angkatan Darat Pertama.
Kapak Besi segera memilih lima kru berdasarkan urutan kedatangan. Kru kedua tempat Farina berada juga termasuk di dalamnya.
“Mereka kami serahkan padamu,” komando utama menatap Fanar, “Begitu fajar menyingsing besok, strategi tempur akan segera dimulai!”
……
“Aku masih merasa tidak tenang.” Setelah semua pilot meninggalkan aula markas komando, Agatha berbisik, "Jumlah personel yang dikerahkan sedikit, tapi membutuhkan kerja sama tim seluruh pasukan. Ditambah ada warga kota biasa yang latihannya kurang dari sehari. Pengaturan seperti ini terlalu terburu-buru."
Kini dia paham makna sebenarnya dari julukan "Mutiara Utara" tentang "kecepatan dewa". Dari segi rencana, skema ini memang memiliki kelayakan yang sangat tinggi.
Jalan sederhana yang diperkeras untuk migrasi sebelumnya, kini menjadi dasar balas serangan. Meskipun lebar, ketebalan, dan kualitas konstruksinya kalah dengan proyek arteri besar, tapi masih jauh lebih baik dibanding jalan pecahan batu atau tanah. Dengan membatasi daya angkut, kendaraan tetap bisa melaju.
Pada jarak pulang-pergi 200 kilometer, kecepatan rata-rata truk uap kubus Rubik jauh melampaui pasukan kavaleri manapun - yang terakhir bahkan dengan mengganti kuda dan memacu hingga kelelahan membutuhkan dua hari, sedangkan truk bisa menyelesaikan dalam 6-8 jam. Apalagi tim balas serangan ini bisa membawa perlengkapan berat.
Satu-satunya masalah adalah operasi ini tidak hanya melibatkan seluruh spesies Angkatan Darat Pertama, tapi juga personel non-tempur. Kondisi tak terduga yang mungkin dihadapi sulit diprediksi.
"Memang ada faktor-faktor tak terduga dalam strategi tempur ini, tapi dibandingkan keuntungannya, itu hampir tak berarti," kata Edith dengan jujur, "Iblis bisa kapan saja menata ulang Benteng Kai. Daripada terus menunggu waktu yang tepat, lebih baik manfaatkan masa kini."
"Saya yakin musuh juga tidak akan menyangka, manusia baru saja kehilangan Pelabuhan Shenchi kurang dari sehari, sudah melancarkan serangan balik. Hasil paling mungkin dari kegagalan adalah pulang dengan tangan hampa, sedangkan keberhasilan bisa membuat rencana Iblis selanjutnya tersendat-sendat. Bagaimana memilihnya jelas tanpa perlu diucapkan. Apalagi perang sendiri penuh kejutan, terkadang rencana yang tampak matang dan sempurna pun bisa hancur karena satu kebetulan kecil." Di sini dia tersenyum, "Jadi... berdoalah agar dewa keberuntungan berada di pihak kita."
……
Keesokan harinya pukul tujuh pagi, angin sepoi-sepoi, rintik salju halus.
Di bawah langit kelabu, lima truk uap berbaris memanjang seperti naga, perlahan meninggalkan perkemahan yang diam bak bayangan, menuju timur.
Berbeda dengan penampilan saat mengangkut barang, bagian belakang gerbong ditutupi terpal abu-abu putih, dari kejauhan seperti gundukan salju kecil yang bergerak. Tiga truk di antaranya menarik meriam benteng 152mm, laras hitam panjangnya menyatu dengan jejak roda, hanya bisa dilihat cahaya dingin yang terpantul dari peredam hidrolik bila didekati.
Dua jam kemudian, dua puluh lima pesawat bersayap ganda bermuatan penuh bahan bakar dan amunisi lepas landas dari landasan pacu Duri, terbang menuju medan pertempuran yang ditentukan di bawah pimpinan Burung Camar Nomor Satu. Berbeda dengan operasi biasa, Ordo Ksatria Udara tidak memilih ketinggian rendah yang lebih mudah menentukan posisi, melainkan langsung menerobos awan sejak awal, terbang di sela-sela lapisan awan.
“Ini berarti, mereka akan kehilangan sebagian besar pandangan. Selain kompas, satu-satunya penunjuk arah hanyalah siluet Burung Camar Nomor Satu yang kadang muncul kadang menghilang. Jika tertinggal, hampir mustahil menemukan formasi pesawat lagi. Untuk menghindari kehilangan arah, setiap orang meningkatkan kewaspadaan maksimal. Di dalam kokpit, hanya suara mesin yang bergemuruh, tanpa sepatah kata pun yang terdengar.”
Sementara itu, Petir dan Maisie lolos ke wilayah udara medan perang, memisahkan diri untuk memeriksa kemungkinan adanya Mata Iblis pengintai.
Dua jam lima belas menit setelah operasi dimulai, krisis pertama muncul dalam rombongan kendaraan. Karena masalah kualitas jalan, kru mobil nomor empat mogok saat melewati lubang. Setelah melakukan pergantian kendaraan sederhana, rombongan melanjutkan perjalanan, meninggalkan kru mobil rusak untuk melakukan perawatan sendiri.
Setengah jam kemudian, Ordo Ksatria Udara juga mengalami krisis. Dua pesawat kehilangan kontak dengan pesawat pemimpin saat melintasi lapisan awan bertumpuk, terpaksa berbalik arah sesuai peraturan sebelum keberangkatan dan pulang sendirian. Dalam perjalanan pulang, mereka tidak boleh meninggalkan awan.
Untungnya segalanya berjalan lancar setelahnya.
Tiga jam enam menit, tim truk uap pertama tiba di tujuan.
“Astaga, Farina...” Joe sedikit condong ke depan, bergumam pelan.
“Ah, aku melihatnya.” Farina menghentikan mobil dengan stabil, wajah berkerut seperti air tergenang menatap tajam ke sisi kokpit——Melalui kaca depan, terlihat sebuah penyangga menyerupai tulang putih berdiri tegak di puncak gunung yang jauh, pada pandangan pertama hanya sepertiga ukuran ujung jari. Namun mengingat jaraknya, dia sepenuhnya bisa membayangkan betapa mengejutkannya raksasa itu.
Di sekitar tulang putih, kabut merah terang menyebar, hampir menyelimuti seluruh puncak gunung, membentuk kontras tajam dengan pemandangan salju di sekitarnya.
Itu sama sekali bukan ciptaan manusia.
Hanya dengan memandangnya, seseorang bisa merasakan dingin yang menusuk tulang dari dasar hati.
Farina tanpa sadar mengepalkan setir lebih kencang.
Tak terbantahkan, Iblis telah datang ke dunia.
