Apakah ini karena dia merasa tak bisa benar-benar menghancurkan Utusan Dewa sehingga menjadi sedih…
Roland bingung harus menghiburnya atau memutihkan mata. Manusia biasa pasti akan lega menghadapi situasi berbahaya seperti ini, tapi Fei Yuhan malah menyimpan dendam karena tak bisa ikut bertempur. Memang pola pikir jenius selalu berbeda dari orang biasa.
Para petinggi asosiasi segera mencapai konsensus.
Informasi tentang Perang Makna Ilahi dan dua dunia diklasifikasikan sebagai rahasia tertinggi - Selama krisis korosi belum terselesaikan, isi rapat ini dilarang diungkap ke publik untuk mencegah kepanikan yang tidak perlu.
Mengenai definisi asal-usul dan status Roland, masih perlu didiskusikan lebih lanjut. Jika mengikuti penjelasan Fei Yuhan, kepentingannya bahkan melebihi Ketua Asosiasi. Hal ini sudah bukan wewenang Kota Prisma saja, harus diberitahukan ke Kota Awan dan cabang asosiasi lain untuk musyawarah bersama. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu yang cukup lama.
Namun agar tidak tertunda dalam melawan Musuh Korosi, Kota Prisma akan memberikan segala kemudahan dan dukungan kepada Roland sesuai kemampuan mereka.
Karena garis besar sudah ditetapkan, setelah rapat yang dibahas adalah konten dukungan spesifik.
Untuk bagian ini dia hanya perlu menunggu hasilnya saja.
Saat keluar dari aula rapat bersama Fei Yuhan, Roland dengan tak terduga menemukan Wakilisi sedang menunggunya di luar.
Perempuan itu memandangi mereka sejenak, akhirnya mengarahkan tatapannya ke Roland, "Aku ingin berbicara berdua saja denganmu."
Fei Yuhan tersenyum tipis dan mengambil inisiatif, "Kalau begitu aku akan pergi duluan, Jieluo masih tidur di ruang pasien."
Setelah ahli bela diri jenius itu pergi, Roland mengikuti Wakilisi ke halaman belakang gedung.
Meskipun musim dingin, halaman masih terlihat hijau segar. Di samping jalan batu masih tersisa tumpukan salju yang belum sepenuhnya mencair, rumput hijau yang runcing menyembul keluar, seolah mengingatkan bahwa musim dingin yang dingin sudah mendekati akhir, tahun baru akan segera tiba.
Jika untuk sekadar jalan-jalan, tempat ini memang cukup bagus. Tapi tujuan Wakilisi membawanya ke sini jelas bukan untuk menikmati pemandangan.
“Apa yang ingin kamu katakan?” Roland memecah keheningan, “Menyadari penilaianmu salah, memutuskan untuk percaya padaku?”
“Tidak, aku masih tak bisa mempercayaimu.” Wakilisi menggelengkan kepala, “Hasil Perang Makna Ilahi berkaitan dengan masa depan kelompok, aku takkan membuat keputusan tanpa pembuktian.”
“Kau juga lihat, Utusan Dewa sedang menghalangiku menyelidiki konteks—bukankah ini membuktikan arah kita benar? Meski aku bisa memalsukan hasil pertempuran barat, semua ini tak mungkin sengaja kuatur.”
“Benar, aku akui itu,” jawab Wakilisi dengan tenang, “tapi pikiranku takkan berubah.”
Roland menghentikan langkah dengan kesal, “Kau membantu dewa menghancurkan peradabanmu sendiri.”
“Tuduhan berdasarkan informasi tidak setara tak berarti. Bagaimanapun, dunia mimpi dan realitas tetap terpisah oleh dunia kesadaran.” Wakilisi berbalik, “Jika kau jadi aku, bisakah kau bertekad bulat bekerja sama dengan musuh yang kuperangi ribuan tahun? Apalagi yang kudapat hanya janji lisan.”
Roland membuka mulut, tapi tak bisa mengucapkan "Ya".
Ia akhirnya menghela napas, “Kalau begitu, tak ada lagi yang perlu kita bicarakan.”
“Aku takkan membuat keputusan tanpa pembuktian, tapi—” Wakilisi berhenti sejenak, “Jika fakta bisa dibuktikan, akan kuperhatikan lagi usulanmu.”
Roland tertegun, “Apa?”
"Saat menyelamatkan Fei Yuhan, perempuan yang datang dengan mobil itu adalah penyihir perempuan ya?" Dia berbicara perlahan, "Dan dia berbeda dengan para penyihir yang menjaga di sisimu - perbedaan ini bukan terletak pada kemampuan, melainkan gaya bertindak. Yang pertama terasa asing bagiku, sedangkan yang kedua cukup familiar. Dalam konteks dunia ini, kurang lebih seperti cap era. Setelah kupikir-pikir, yang bisa membuatku familiar hanyalah tokoh-tokoh dari Perang Makna Ilahi pertama dan kedua. Lagipula sejak manusia mundur ke daerah perbatasan, aku tak pernah lagi berinteraksi dengan kalian. Jadi bisakah disimpulkan bahwa penyihir ini masih muda dan saat ini masih hidup?"
Masih muda... Mungkin dibandingkan dengan iblis yang usianya mencapai ratusan tahun. Hanya dari beberapa pertemuan singkat, bisakah menyimpulkan bahwa Book Scroll dan Penyihir Hukuman Dewa bukan dari era yang sama? Roland menjawab tanpa konfirmasi, "Apa hubungannya dengan urusanmu? Bahkan jika kau bertanya padanya dan mendapat jawaban sama, kau hanya akan mengira kami berkomplot."
"Tentu ada hubungan. Masa hidup penyihir Persatuan hanya 100 tahun. Yang bisa bertahan sejak Perang Suci kedua hingga sekarang pasti menggunakan teknologi peradaban bawah tanah - sejak kau menjebakku dalam perangkap, aku terus memikirkan mengapa mereka bisa masuk ke dalam mimpi. Satu-satunya jawaban mungkin terletak di reruntuhan peradaban bawah tanah."
Wakilisi berjalan menuju sebuah pemandangan air buatan yang tertutup es tipis, menatap bayangannya di air. "Meskipun syarat penggunaannya sangat ketat, cara unik kelompok ini dalam memanfaatkan energi sihir memang bisa mengurangi kesulitan menghubungkan dunia kesadaran. Tidak mengherankan Persatuan yang pernah menguasai Dataran Subur berhasil menggali warisan peradaban bawah tanah. Awalnya kukira mereka menyerahkan tubuh fisik di dunia nyata, lalu mengikat jiwa secara abadi di wilayah mimpi. Tapi setelah melihat penyihir perempuan itu, aku sadar mungkin tebakanku salah arah."
"Membiarkan Orang Luar Biasa yang masih hidup masuk-keluar dunia mimpi tanpa energi asing, ini sudah di luar kemampuan teknologi energi sihir peradaban bawah tanah." Dia berbicara sendiri. "Aku tak tahu metode apa yang kau gunakan, tapi yang pasti - jika penyihir yang ada sekarang bisa masuk mimpi dengan cara ini, maka metode ini seharusnya juga berlaku untuk kenaikan pangkat tingkat tinggi di klanku!"
"Jangan-jangan rencanamu adalah--" Hati Roland berdebar.
"Suruh Tuan Langit menemui aku." Wakilisi mengangkat kepala. "Meski kau pencipta dunia mimpi, mustahil membuat replika sempurna dari sosok yang tak kau pahami. Haikezuode sebagai komandan front barat, pasti bisa membuktikan semua pertanyaan yang ingin kuketahui."
Roland mengedipkan mata, tersenyum getir. "Itu adalah Sang Komandan Iblis! Jika aku bisa memerintahnya, masih perlukah Angkatan Darat Pertama bertempur di Hati Serigala? Lagipula sebelumnya dia diserang manusia, sekarang bahkan tak berani muncul. Bagaimana aku bisa menemukannya?"
“Aku akan membantumu menciptakan kesempatan ini.” Katanya perlahan, menekankan setiap kata.
“……” Alis Roland berkerut, “Kau serius?”
“Tapi kau harus berjanji dua syarat. Pertama, jangan gunakan kesempatan ini untuk menyerang Haikezuode. Kedua, apapun keputusanku nanti, kau harus melepaskannya.”
“Pernahkah kau berpikir, seberapa besar risiko ini bagiku?”
“Kita semua sedang sembarangan!” Suara Wakilisi berat, “Benar! Kau merasa ini mungkin membuka rahasia warisan manusia, tapi bagaimana denganku? Menempatkan Sang Komandan dalam bahaya—jika kau ingkari janji, apa yang bisa kulakukan selain menyesal? Jangan kira keputusan ini mudah bagiku!”
Mungkin menyadari emosinya agak meluap, ia menenangkan nada bicaranya, “Pokoknya, ini konsesi terbesarku. Soal mau ambil risiko atau tidak, itu hakmu.”
Roland menatapnya lama sebelum bertanya, “Aku ingin tahu, apa yang mengubah pendirianmu yang semula?”
“「Mengalah pada masa depan menakutkan dan berhenti maju hanya cara orang penakut. Sekalipun akhirnya gagal, setidaknya kita sudah berjuang habis-habisan.」” Wakilisi mendengus kecil, “Manusia biasa bisa berkata begitu—sungguh mengejutkan.”
Itu adalah pernyataan Fei Yuhan dalam rapat.
Saat itu... dia berdiri di luar aula?
“Selain itu, awal tadi kau pernah bertanya sesuatu, kan?” Wakilisi menatap matanya langsung.
——Menurutmu, apakah Sistalis "Shiki" seribu tahun lalu melakukan kesalahan?
Roland mengangguk.
"Menurutku dia tidak melakukan kesalahan." Dia menoleh dan berjalan keluar halaman, "Inilah jawabanku."
