Bangsat...
Roland menarik napas dalam, mengusap pipi. Perasaan ini terlalu nyata.
Tapi ia tahu, dirinya hanya berpura-pura santai untuk menyembunyikan emosi negatif yang bermunculan di dasar hati. Sampai detik ini, tangannya masih gemetar halus, punggung basah dingin.
Baru saja, dia seakan mengalami bencana yang sangat mengerikan. Meskipun sebenarnya hanya sesaat, rasanya seperti menemani makhluk-makhluk yang punah dan peradaban yang runtuh hingga tahap akhir. Atau mungkin, dirinya sendiri adalah bagian dari mereka. Dari ikan dan serangga hingga burung dan binatang, makhluk rendah sampai tinggi, siluet mereka yang bergerak-gerak dan suara kesakitan terus menghantui, seolah seluruh alam semesta menjadi wilayah kematian.
Air mata ini mengalir untuk mereka.
Untuk sementara, Roland bahkan enggan meninggalkan sinar matahari yang masuk melalui jendela.
Pemandangan biasa di luar jendela kini terasa begitu menyentuh.
Bahkan air kotor yang mengalir di tepi tembok dan poster-poster liar yang bertebaran, semuanya terlihat alami.
Setelah lama memandangi jalanan yang semrawut dan sibuk, hatinya baru bisa sedikit tenang.
Kini dia hampir yakin: energi sihir tidak ada di dunia ini sejak awal. Teori ini pernah diajukan Anna di Bab Kedua, dan sekarang terbukti kebenarannya.
Rencana Pintulah yang memunculkan energi sihir.
Tapi jelas, itu bukan hasil yang diharapkan oleh Sang Pencipta Dialog.
"Bayangan Abu-abu" mengharapkan pembebasan dari gravitasi, sementara pihak lain secara blak-blakan menyebut "risiko yang tak terperkirakan."
Kini jelas, energi sihir adalah kejutan tak terduga bagi mereka.
Bencana yang ditimbulkan energi sihir menjadi "harga" yang disebut para dewa. Pada akhirnya, kekuatan ini menyebar dengan cepat, dan Sang Pencipta Dialog pun tak bisa lolos.
Seluruh dunia juga menjadi seperti yang dia lihat sekarang.
Tapi Roland menyadari meski telah memahami semua ini, yang dia ketahui masih hanya di permukaan saja.
Masalah paling krusial adalah, apa sebenarnya 「Rencana Pintu」itu? Mengapa "Bayangan Abu-abu" terus mengenangnya? Apa hubungan Perang Makna Ilahi dengan semua ini?
Jangan-jangan mereka berharap kita yang menambal celah ini?
Dia menoleh, mengunci pandangan pada kotak paket sejenak, akhirnya mengambil ponselnya.
"Halo Bapak Batu, saya perlu asosiasi membantu mencari seseorang."
……
Kota Tanpa Musim Dingin, Pintu Masuk Dataran Subur, Stasiun Nomor Dua.
Sebuah kereta api perlahan berhenti di depan dermaga bongkar muat.
"Pelayan toko, aku duluan ya." Sebelum gerbong sepenuhnya berhenti, Cham sudah melompat ke peron dengan semangat.
"Hei brengsek, isi ulang boiler tidak mungkin kuserahkan pada satu orang saja--"
"Aku yang traktir bir gandum nanti malam!"
Dia bergegas menuju gerbong kargo, meninggalkan suara Hank di belakang.
Setelah Pertempuran Takira, Cham tidak menjadi perwira gagah seperti bayangannya - meski seluruh keluarganya termasuk ayah dan kakak sulung yang gugur mendapat penghargaan dari Yang Mulia Kaisar, kantor administrasi malah memindahkan dia dan ayahnya dari formasi Angkatan Darat Pertama, dialihkan menjadi masinis kereta api profesional.
Ayah sebenarnya tidak keberatan, karena setelah perang berakhir, kereta api tetap harus dioperasikan – mesin mekanis berdaya luar biasa ini tetap memiliki tujuan penggunaan yang luas meski tidak mengangkut artileri. Bahkan setelah pasukan inti mundur ke Tanpa Musim Dingin, jumlah kendaraan yang hilir mudik di dataran subur justru bertambah. Kantor administrasi juga menggunakan alasan ini untuk memindahkan mereka dari dinas militer.
Menurut Ayah, di mana pun itu tetap melayani Yang Mulia Kaisar.
Apalagi perlakuan yang diterima sekarang jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Namun Cham tidak seantusias itu. Seharian bergelut dengan batubara hitam legam mana bisa menyamai keseruan bertempur melawan monster dengan tombak panjang di tangan. Apalagi kakak tertua telah gugur dalam pertahanan perkemahan, baginya membalas dendam untuk sang kakak adalah dengan menghabisi lebih banyak iblis di garis depan, bukan dengan merawat kereta api uap.
Yang paling membuatnya kesal adalah kakak keduanya justru tidak terpengaruh sama sekali, malah berhasil naik pangkat dan terpilih masuk pasukan elit Angkatan Darat Pertama.
Ini terlalu tidak adil.
Cham mengira dirinya akan menghabiskan beberapa tahun mendatang dengan muram di padang rumput yang tandus ini, tapi perkembangan situasi justru sepenuhnya di luar perkiraannya.
Sejumlah besar area perumahan dan pertanian bermunculan bagai jamur pasca-hujan di utara Pegunungan Jurang. Jumlah stasiun meningkat drastis, diikuti kedai minuman dan toko-toko. Mengangkut barang dagangan tak lagi menjadi pekerjaan membosankan. Jika selesai lebih awal, setiap hari ia bisa menenggak beberapa cangkir di kedai. Profesi masinis kereta api jelas sangat populer di antara penduduk lokal maupun migran perbatasan. Semua tertarik pada zona terlarang yang pernah dijuluki "tanah terkutuk" itu. Bila ceritanya mulai seru, bahkan tak perlu mengeluarkan uang sendiri untuk isi ulang minuman.
Tentu, perlakuan semacam ini kurang lebih sama di Kota Tanpa Musim Dingin atau stasiun lain. Yang benar-benar membuatnya antusias adalah manusia-manusia di sini——
"Silakan berbarislah dengan rapi, ambil boneka masing-masing secara tertib!"
Di samping gerbong barang, seorang gadis menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan sambil berteriak. Sebelum dia mendekati, orang tersebut sudah melihatnya dan melambaikan tangan dengan gembira, "Kamu datang!"
Melihat senyum keanehan yang menggemaskan itu, Cham merasa sangat beruntung bisa menjadi masinis kereta api.
"Aku juga akan bantuan." Katanya sambil melipat lengan bajunya.
“Baiklah, kalau begitu kau juga bawa sebuah boneka di badan.” Gadis itu tersenyum sambil menyodorkan sebuah boneka yang terbuat dari batang gandum, berjinjit mengalungkannya di lehernya.
“Hmph, basa-basi tanpa alasan.” Sedangkan perempuan lainnya melompat turun dari tumpukan brengsek, melirik tajam padanya dengan dingin.
Cham menatap balik dengan tak mau mundur, kedua orang itu saling bersitegang sejenak, berada dalam kebuntuan di samping gerbong.
Akhirnya gadis itu yang memutuskan konfrontasi antara kedua pihak, "Sudahlah, Boshen, Tuan Cham hanya berhati lembut saja. Bukankah beliau juga yang membantu saat kita tersesat?"
Mendengar kata "tersesat", ekspresi wajah perempuan itu langsung kaku. Ia memalingkan muka sambil mendengus meremehkan, "Hari ini aku malas berdebat denganmu. Minggir, aku harus bekerja."
Setelah berkata demikian, ia mengangkat dua kantong benih dan berjalan menuju area penyimpanan tanpa menoleh kembali.
"Maaf..." gadis itu membungkuk sedikit dengan malu-malu, "Boshen sebenarnya hanya..."
"Tidak apa-apa, aku tidak keberatan." Cham berpura-pura lapang dada sambil mengibaskan tangan, lalu menggendong benih dan menyusul mereka.
Faktanya, ia telah lama menanti hari ini dengan berbagai skenario yang dipersiapkan——Teater Tanpa Musim Dingin akan mementaskan drama baru malam ini. Dua tiket telah dipesannya, tinggal menunggu pekerjaan selesai untuk mengajak sang gadis.
Kedua perempuan ini adalah penyihir dari Sihir Tertidur——Pertemuan mereka penuh dramatisitas. Saat pertama kali naik kereta api menuju Stasiun Nomor Dua untuk membantu pembangunan, gadis itu tanpa sengaja melewati halte. Melihat dataran luas yang kosong, ia langsung panik dan menangis tersedu-sedu. Boshen yang mendampinginya juga tak kalah kalang kabut, menunjukkan sikap waspada dan ketakutan ekstrim di lingkungan asing yang sepi, persis kucing yang terinjak ekor.
Dalam keadaan pasrah, Cham terpaksa menghentikan kereta api, memindahkan keduanya ke kereta lain yang sedang kembali, dan berulang kali mengingatkan masinis tentang tujuan mereka, sehingga mereka akhirnya bisa tiba di Stasiun No.2 sebelum langit gelap.
Awalnya dia mengira ini hanya sebuah krisis yang takkan terulang, namun ternyata kedua penyihir perempuan itu justru membantu pekerjaan bongkar muat di stasiun.
Setelah beberapa kali bertemu, mereka pun semakin akrab. Cham akhirnya mengetahui nama gadis itu - Xia.
