"Ayo, satu, dua, tiga..."
"Merayakan kesembuhan lukamu, Bersulang!"
Di asrama Sihir Tertidur, sebuah pesta kecil tengah berlangsung. Memandangi senyum bahagia Xia yang tulus, Boshan pasrah mengangkat cangkir anggurnya.
Sebagai partner kerja, nyaris setiap ada waktu luang orang tersebut akan menjenguknya, sama sekali tidak memperhatikan kondisinya sekarang. Jika masih di Pulau Tertidur dulu, ia yakin tidak akan pernah begitu perhatian pada penyihir non-tempur. Perasaan bersalah dan haru yang ditenun ini membuatnya merasa seperti berhutang banyak pada Xia.
Meski Boshan tahu Xia sama sekali tidak akan terpikir tentang hal ini.
Tapi ketika tatapannya beralih ke orang lain, ekspresi wajahnya langsung berubah.
"Kenapa kau juga ikut datang?"
Cham berkata dengan mantap sambil menenggak habis anggurnya, "Anggur ini kan kubawa sendiri, kenapa aku tidak boleh datang?"
"Seolah-olah tanpa kau, kami tak bisa minum anggur." Boshan memutar matanya, "Kota Tanpa Musim Dingin punya banyak kedai minuman. Mana saja bisa dibeli."
"Sayangnya, Yang Mulia Kaisar telah mengumumkan status darurat perang di Wilayah Barat. Sekarang semua minuman beralkohol jadi barang terbatas. Tanpa izin, mau beli pun tidak bisa." Cham mengangkat bahu, "Jadi berterima kasihlah padaku. Ini kucuri dari persediaan ayah."
Perang...
Boshan tiba-tiba kehilangan semangat untuk berdebat.
Meski terbaring di ranjang selama berhari-hari, ia bisa merasakan suasana Kota Tanpa Musim Dingin yang semakin mencekam.
Laporan mingguan tentang daerah pembukaan semakin banyak, kini menjadi 2-3 edisi tambahan per minggu. Isinya laporan garis depan, perekrutan darurat, hingga daftar orang hilang. Meski pasukan garnisun mulai stabilisasi formasi dan mendorong kobaran perang keluar dari daerah pembukaan, korban yang berjatuhan tidak sedikit. Beberapa peternakan padang rumput dan permukiman yang dibangun susah payah hancur lebur. Nasib para pekerja yang hilang mungkin sudah...
Efek paling nyata terlihat dari berkurangnya telur dan daging di setiap menu. Roti kembali menjadi makanan utama. Tapi masih jauh lebih baik daripada masa pengungsian dulu di kota lain - setidaknya perut tetap bisa kenyang.
Kemudian pemandangan di jalan-jalan...
"Setiap hari dia bisa melihat ribuan rekrutan berseragam militer berbaris melewati jalan pusat di depan jendelanya, sementara di sepanjang jalan berdiri penduduk dan keluarga yang mengantar perpisahan. Ketegangan dan semangat di wajah prajurit kontras tajam dengan ekspresi sedih dan khawatir orang-orang sekitar. Dari jumlah personel, pasukan yang dikirim ke dataran subur jelas bukan jumlah kecil. Skala ini sama sekali tidak sebanding dengan Ordo Ksatria atau tentara Pengadilan gereja di masa lalu."
"Inilah Perang."
"Untuk kelangsungan hidup ras, puluhan ribu manusia menginvestasikan segala upaya, didukung oleh massa sepuluh bahkan seratus kali lipat di belakang mereka."
"Pertarungan yang dialaminya sebagai penyihir tempur dulu memang terlihat tak berarti dibandingkan ini..."
"Dulu memilih pergi ke dataran subur bersama Xia agar tidak ketahuan banyak kenalan. Kini daerah pembukaan hancur, dia harus kembali ke status 'orang tak berguna'."
"Hei, kenapa tiba-tiba diam?" Cham heran melihat Bosan yang tak membalas sindiran. Ia mengusap tengkuk lalu melirik Xia, "Apa aku salah bicara?"
"Xia tidak tahu," Xia menjulurkan lidah, "Tapi Xia tahu, yang salah bicara harus minum tiga cangkir ekstra!"
"Hah... Apa kau mabuk..."
"Tidak, ini baru cangkir kedua. Xia baik-baik saja!"
"Dug dug dug..." Ketukan di luar pintu tiba-tiba memutus alur pikiran Bosan.
"Datang!" Xia melompat membuka pintu, "Hah... Yang Mulia Camira?"
"Yang berdiri di balik pintu tak lain adalah kepala pelayan Pulau Tertidur Camira Dery. Matanya menyapu sekilas ruangan sebelum mendekati kedua orang tersebut."
"Sepertinya Anda melebihi waktu kunjungan." Boshan tersenyum kecut, "Nyonya Dery sangat membenci orang yang tidak tepat waktu. Kali berikutnya akan sulit bagi Anda untuk menyusup masuk lagi."
"Tidak mungkin... Aku ingat betul waktunya, belum sampai setengah jam..." gumam Cham pelan.
Saat Boshan hendak berkata lagi, Camira justru melangkahi Cham dan berdiri di hadapannya.
"Aliansi Penyihir Perempuan baru saja mengeluarkan perintah rekrutmen baru untuk semua penyihir di Greycastle." Sang kepala pelayan langsung ke inti percakapan, "Sementara ditargetkan sekitar lima puluh orang, yang punya pengalaman bertarung diprioritaskan. Menurutku Anda mungkin cocok, jadi saya sengaja datang menanyakan."
Boshan terpaku. Butuh beberapa saat baginya untuk memahami maksud perkataan tersebut - rekrutmen massal dengan prioritas pengalaman tempur. Apakah pekerjaan ini terkait perang? Tapi kalau benar begitu, mengapa sama sekali tidak ada syarat kemampuan untuk pelamar?
"Tebakanmu benar," Camira sepertinya membaca kebingungannya, "Para penyihir akan membentuk tim khusus untuk mendukung garis depan, membantu pasukan inti menghadapi pertempuran yang lebih berat. Detail informasi tidak bisa saya bocorkan banyak. Anda tentu paham, di medan perang selalu ada risiko. Jadi keputusan untuk ikut sepenuhnya ada di tangan Anda. Tentu... meski tidak terkait kemampuan, bukan berarti mendaftar langsung diterima. Hasil akhir masih harus melihat--"
“Aku pergi.” Boshan langsung menjawab.
Sama sekali tidak ada yang perlu diragukan lagi, bukan?!
Atau mungkin, dia telah menunggu hari seperti ini sejak lama.
"Kalau begitu... ikutlah denganku." Camira memiringkan tubuhnya.
"Hei, kamu benar-benar mau ke garis depan?" Saat melewati Cham, nada bicaranya terdengar khawatir.
"Apaan sih, kukira kamu akan bersorak gembira," Boshan menyeringai, "Nanti saat kamu mengajak Xia, tidak akan ada yang mengganggu."
"Aku..." Mulutnya terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat siluet punggung Boshan, Cham akhirnya tidak berbicara.
……
Sehari kemudian, Boshan tiba di Stasiun Awal Hutan Persembunyian dengan kereta api.
Penanggung jawab juga berganti dari Camira ke seorang perempuan tak dikenal bernama Isabella yang bertugas sebagai penyaring dan pembimbing perekrutan kali ini. Meski pertama kali bertemu, entah mengapa Boshan merasa ada kesan déjà vu.
Hal lain yang mengejutkannya adalah jumlah pendaftar yang jauh melebihi perkiraan - tidak hanya dari Sihir Tertidur, bahkan Aliansi Penyihir Perempuan juga mengirim banyak orang. Dalam setengah jam perjalanan, dia sudah berkenalan dengan Vanilla, Amy, Pahlawan, dan melihat beberapa siluet sangat familiar di kerumunan seperti Ifi dari Bloodtooth Society dan Rimu.
Tampaknya mereka juga ingin membuktikan nilai diri di medan perang.
Setelah turun dari kendaraan, para penyihir perempuan di bawah pimpinan Isabella memasuki sebuah bangunan yang menyerupai pabrik.
Saat melangkah ke dalam ruangan, semua orang langsung terpaku pada sebuah benda baja yang terparkir di tengah tanah lapang kosong.
Bentuknya mirip "mobil", dibuktikan dengan roda-roda paralel di bawahnya. Tapi berbeda dengan kendaraan mana pun di Tanpa Musim Dingin, roda di satu sisi saja berjumlah lima buah, seluruhnya terbuat dari logam, sementara bagian bawahnya disambung dan dibungkus dengan lempengan-lempengan besi, membuat siluetnya terlihat sangat unik.
Bo Shan langsung mengenali bahwa benda ini mirip dengan mesin-mesin penggali tanah dan pembuka lahan di daerah pemukiman baru... Benar, benda yang disebut Traktor itu.
Hanya saja dibandingkan traktor, gumpalan besi di depan mata ini jauh lebih besar, terutama bagian atasnya yang hampir seluruhnya dikelilingi lempengan besi, dengan menara mirip benteng di kepala, dan pipa logam pendek yang menjorok di tengahnya jelas merupakan artileri.
Sekilas sudah terlihat, ini adalah senjata yang lahir untuk Perang.
