Goode mengepal erat tongkat kemudi, matanya tak berkedip menatap ke depan.
Waktu seolah mengalir lebih lambat.
「Pada awalnya ia masih bisa mendengar auman rendah mesin, perlahan suara itu tergantikan oleh debuk-debuk detak jantung, namun tak lama kemudian, bahkan detak jantung pun tak lagi tersisa. Dunia di sekitarnya menjadi sunyi senyap.」
「Bom perlahan menjauh dari Angkatan Udara Pertama, sementara celah di lapisan atas langit-langit semakin membesar, hampir memenuhi sebagian besar pandangan. Hingga saat ini, banyak Iblis telah menyadari keberadaan mereka, namun dalam waktu yang membeku, gerakan memutar pihak lawan lambat seperti siput.」
「Di pikirannya tiba-tiba muncul bayangan rapat konfirmasi tugas sebelum keberangkatan.」
「Yang Mulia, apakah bom yang dilemparkan pesawat pengebom benar-benar memiliki kekuatan sebesar itu?」
「Jika aku terbang cukup cepat, seharusnya aku bisa meninggalkan gelombang kejut di belakang garis?」
「Penanya itu tak lain adalah Fenjin. Kapan pun, pernyataan absurdnya selalu memicu gelak tawa kami semua. Sejujurnya, terkadang aku cukup iri pada birokrat ini.」
「Kecuali kau terbang lebih cepat dari cahaya.」 Putri sulung tanpa ampun membantah pemikiran ini, 「Cahaya terang yang dihasilkan saat ledakan bisa langsung memanggangmu hidup-hidup. Saat kau melihatnya, sudah terlambat untuk lari. Bahkan jika berhasil menghindari cahaya, gelombang kejut berikutnya akan segera melebihi kecepatan suara. Jadi satu-satunya cara aman adalah menjauh sejauh mungkin.」 Dia berhenti sejenak, 「Setidaknya untuk yang pertama.」
「Bagaimana dengan yang kedua?」
「Jika Dewa Keberuntungan memberkatimu, mungkin masih ada kesempatan lain. Tapi daripada memohon pada Takdir, tidak bisakah kau menggerakkan tongkat kemudi dan mundur lebih awal?」
Di tengah gelak tawa, Yang Mulia Tili tidak melanjutkan penjelasannya, namun Goode menyimpan perkataan itu di hatinya.
Sebenarnya begitu melihat bom pertama meledak, sudah bisa ditebak metode penghindaran lain yang dimaksud sang Putri Sulung – hanya mengandalkan Sinar Matahari itu sendiri belum cukup untuk menghapuskan Dewa Ciptaan Dewa sepenuhnya, inilah alasan dalam rencana yang menekankan penargetan pada inti Kota Pasir Besi. Saat ledakan terjadi di dalam, tubuh besar sang Dewa akan menjadi pelindung alami.
Tapi ada satu hal yang keliru dari Putri Sulung, ini bukan semata soal keberuntungan, melainkan lebih bergantung pada rekan satu tim.
Jika yang bertugas adalah orang lain, Goode mungkin tidak akan seyakin ini.
Sedangkan kapten Bahtera Perdamaian yang bertugas pada gelombang kedua pelemparan, adalah Wajah Elang.
Sosok yang paling tidak mempercayai faktor keberuntungan.
Sebagai Pelatih, pasti akan menjalankan tanggung jawabnya hingga tingkat ekstrem.
Inilah alasan Goode bertekad mengawal hingga tahap terakhir.
Ia tidak ingin keberuntungan musuh menghancurkan segala pencapaian Pelatih.
"Hei, Goode, jawab aku! Kau melamun?!" Tiba-tiba suara rekan memecah hening, desir angin dan gemuruh mesin kembali memenuhi telinga – "Bangsat, kalau tidak segera pergi kita akan ikut terbang bersama bom! Kau mau meninggalkan Rui Qiu——"
“Masih ingat set gerakan yang kita latihan dulu?” Goode memotongnya, “Tiga, dua, satu!”
Sesaat setelah kata-katanya, Manfred yang terbang di barisan terdepan melakukan pull-up pada rangka pesawat.
Dia segera menyusul, menarik tongkat kemudi ke arah dada.
Tiga pesawat utuh secara berurutan membentuk formasi layaknya bunga mekar - dengan kuncup bundar di tengahnya yang merupakan bom tersebut.
Gaya gravitasi raksasa menekannya ke kursi pilot hingga napas tersengal. Pandangan berputar perlahan, bergeser dari celah pusat menuju dinding batu hitam di luar. Bahkan kemampuan manuver Angkatan Udara Pertama pun terasa sangat berat di keit ini.
Dalam fase menukik berkecepatan tinggi, mustahil langsung beralih ke terbang datar. Apalagi jika bom meledak, seluruh udara akan menjadi sangat berbahaya. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menyesuaikan sudut sekuat tenaga, membuat pesawat tempur menempel pada cangkang Dewa Ciptaan Dewa sambil menggunakan jarak untuk menukar waktu belok, sekaligus memanfaatkan struktur piramida batu untuk lolos dari gelombang ledakan.
Tepat di keit ini, Goode melihat sosok iblis yang sangat tidak beres.
Baik dekorasi maupun penampilannya berbeda esensi dengan iblis lain di medan perang. Jarak terdekat mereka hanya di bawah 50 meter, nyaris bersentuhan. Sekejap dia mengira akan dirobek menjadi pecahan oleh kemampuan lawan, atau berubah menjadi patung batu. Namun akhirnya tak terjadi apa-apa.
Iblis itu hanya berdiri tak bergerak, memandanginya melintas.
Pada saat yang sama, bom nyaris menyentuh tepi celah, jatuh ke dalam langit-langit.
……
Topeng menurunkan tangan yang mengangkat inti tak tergantikan tinggi-tinggi.
Keberuntungan tidak memihak kelompok ini.
Atau lebih tepatnya, ketika melihat tiga burung besi menyusuri balok besi hitam terjun ke bawah, ini sudah bukan lagi taruhan melawan takdir.
Persiapan melawan ketidaksiapan, manusia telah mencapai tahap ini. Memaksakan kebetulan untuk mengubah segalanya berarti meremehkan takdir.
Nasuopeile menutup mata, menyambungkan diri ke Menara Kelahiran.
Raja masih terus mengirim perintah, termasuk memobilisasi pasukan yang bermarkas di Anletta, nada bicaranya kedinginan seperti mesin manusia. Ia langsung mengendalikan instrumen inti, memutus transmisi Raja - dalam arti tertentu, ini setara dengan membuka identitas modifikasi yang dilakukannya pada inti energi sihir, meski 「」 tak lagi peduli.
Raja juga cepat bereaksi, danau Melayang di bawah kaki langsung bergolak hebat, guncangan energi sihir terasa nyata. Di lautan kesadaran, mungkin Raja telah menerbangkan beberapa riak. Jika ada kontak sekecil apapun dengan dunia kesadaran, diperkirakan bahkan kesempatan melawan pun tak akan ada sebelum langsung ditarik ke Singgasana Penguasa.
Sayangnya, "jaring" yang diciptakannya tidak memiliki hubungan dengan dunia kesadaran.
Ini adalah wilayah kekuasaan eksklusif miliknya.
Topeng memblokir kepala yang bisa merasakan energi sihir, seluruh dunia pun menjadi tenang.
Saat ini, ia adalah Menara Kelahiran itu sendiri——dan ini juga posisi paling tepat untuk merasakan warisan baru umat manusia.
Begitu melihat potongan logam, Nasuopeile "membuka" semua lengannya ke langit.
"Ayo, biarkan aku melihat baik-baik——"
——kekuatan pengetahuan.
Ia gagal mengucapkan setengah kalimat terakhir, cahaya menyilaukan menelannya.
……
Dengan dentuman keras bagai petir mengguruh, Goode terkejut melihat piramida batu hitam di belakangnya tiba-tiba membengkak satu lingkaran, seolah cangkangnya bukan batu, melainkan sejenis cairan lunak!
Upaya breakthrough dahsyat membentuk gelombang jelas di tebing batu. Saat menyebar hingga puncak, kobaran api membawa debu dan asap dalam jumlah besar menyembur dari celah, seketika melampaui pilar debu yang dihasilkan ledakan pertama.
Bagian atas piramida pun benar-benar runtuh, hampir sepertiga batu terlempar ke udara.
Jika lebih lambat sedetik, ledakan kali ini pasti akan menguburnya bersama.
Tapi ini baru permulaan.
Tak lama, kobaran api yang menyembur berubah warna.
Gradasi rupanya persis seperti darah segar.
Skala semburannya segera melampaui pilar asap, mencelup separuh langit menjadi merah darah.
Goode memperhatikan, itu bukan kabut merah melainkan aliran api kental. Dewa Ciptaan Dewa saat ini layaknya gunung berapi yang meletus, terus-menerus memuntahkan lava yang terkumpul di dalamnya ke awan.
Dan ketika aliran api ini mencapai batas maksimalnya, ledakan bergemuruh yang lebih mengguncang menggema di udara!
Danau Kabut terbakar.
