Satu setengah bulan... berarti begitu rencana dihentikan sementara atau dibatalkan, mungkin akan kehilangan batas waktu ini selamanya.
Mampukah orang-orang di pulau mengambang bertahan sampai akhir tanpa kehadirannya?
Bagaimana dengan pihak iblis? Akankah janji rapuh dengan Tuan Langit pecah setelah kehilangan peran penghubung Wakilisi?
Belum lagi metode spesifik untuk memasuki Tianhaijie dan jurang tak berdasar yang bersarang di Pulau Kabut.
“Sial, andai saja bisa menyampaikan informasi-informasi ini!” Pikiran Roland berputar cepat, mencoba mencari jalan Mengatasi Situasi dalam kondisi terjepit ini, namun lama tak kunjung menemukan skema yang layak. Berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya, kali ini bahkan jika ia berhasil memusnahkan Utusan Dewa di depan mata, takkan bisa mengubah situasi secara fundamental.
Roland mulai menyadari, ini bukan lagi hal yang bisa diselesaikan hanya dengan mengandalkan satu orang.
“Aku... tidak bisa memahami.”
Setelah lama terdiam, barulah ia berkata, “Awalnya kalian menganggapku sebagai Sang Perusak yang harus dihancurkan, hanya karena dunia mimpi mengancam aturan yang ditetapkan dewa, bahkan sampai menganggap akumulasi 10.000 tahun akan hancur lebur. Sekarang tiba-tiba berubah sikap, malah membantuku masuk ke wilayah dewa——Apakah akumulasi sebelumnya tiba-tiba menjadi tidak berharga?”
“Yang lebih menggelikan bukan hanya itu. Jika dewa bisa kapan saja melenyapkan dunia mimpi, mengapa tidak melakukannya sejak awal? Jangan bilang dia punya belas kasihan!” Semakin Roland berbicara, semakin amarahnya memuncak, nadanya terus meninggi, “Ribuan kelompok saling bunuh atas nama makna ilahi, sampai punah, hanya menyisakan tulang-belulang terkikis angin dan reruntuhan——Akumulasi macam apa ini!”
“Dan kau——Ipsilon, jika sudah berniat mengkhianati dewa, mengapa tidak melakukannya lebih tuntas? Lan berjuang melepaskan diri dari kunci perlindungan, lalu kau? Jika hanya ingin mencari jawaban, tak masalah kubawa kau ke wilayah dewa——Di sana kau bisa menanyakan ribuan pertanyaan pada dewa!”
“Mengucapkan kata-kata yang tak jelas, melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, inikah ciri khas mereka yang menyebut diri sebagai dewa dan utusan dewa? Bahkan tidak setara dengan orang biasa! Setidaknya manusia biasa tahu jelas apa yang mereka inginkan!”
Namun Ipsilon sama sekali tidak menunjukkan kemarahan.
Dia tidak seperti para utusan dewa di masa lalu yang menjadi sangat peka dan membara ketika menyangkut masalah dewa. Bahkan setelah mendengar ucapan Roland, dia justru menunjukkan ekspresi yang memahami.
Utusan dewa itu melangkah demi langkah mendekati Roland, jarak antara mereka hanya sebatas satu tubuh.
“Kemampuanmu bertanya seperti ini membuktikan bahwa jawaban hanya sejangkah lagi.”
Jarak seperti ini baik bagi Ipsilon maupun Roland sama-sama tidak bisa dianggap sebagai garis keamanan, namun sepertinya pihak lawan tidak mempedulikannya.
“Tapi selama langkah itu tidak diayunkan, kedekatan sekalipun sama dengan ketakterbatasan.” Dia menatap Roland, “Kebesaran dewa hanya terletak pada apa yang telah dilakukannya, bukan pada seberapa banyak yang mengetahuinya. Apalagi perbedaan peradaban menciptakan pandangan dan wawasan yang sangat berbeda, jadi wajar jika kamu tidak memahami. Selain itu, aku berbeda dengan Lan, tidak pernah mengkhianati Yang Mulia Dewa. Ingatlah ini.”
“Terakhir, jika kamu sudah siap, sekarang bisa mengayunkan langkah itu——” Sambil berkata demikian, Ipsilon perlahan meraih lengan Roland dan menaruhnya di dadanya sendiri.
“Kau sedang apa?!” Roland refleks menarik kembali tangannya.
“Bukannya hal yang sudah jelas? —Dapatkan astrolab, pada akhirnya pertemukan dunia mimpi dengan domain dewa. Seharusnya kau sangat familiar dengan proses ini.” Ipsilon berkata dengan tenang, seolah ini bukan urusannya sama sekali, “Makhluk Jatuh dan makhluk korosi di luar semuanya buatanku, dengan inti yang telah terhubung erat. Saat kau selesai menyerap astrolab, energi sihir mereka juga akan terserap ke dunia ini. Kekuatan sebesar ini cukup untuk membuat dunia mimpi membengkak lagi, menyelesaikan tahap akhir. Nanti, dunia kesadaran yang tumpang-tindih akan menjadi korosi baru, tapi kali ini mimpi yang menyerang wilayah dewa. Dan kau—akan berhadapan langsung dengan dewa.”
“Tunggu,” Roland melihatnya dengan terkejut, “Bukannya Utusan Dewa bergantung pada energi sihir ini untuk bertahan? Kalau astrolab hilang—”
“Akan mati.” Ipsilon tersenyum, “Tapi itu hanya kematian dalam konsep kalian. Sebagai bagian dari dewa, selama Ia tak binasa, kami akan abadi. Yang lenyap hanyalah individu bernama Ipsilon.”
“Bahkan dalam keadaan seperti itu kau masih bisa mendengar jawabannya?”
“Tidak… Cukup dengan mengutarakannya.”
Sambil mengucapkan kalimat itu, ia merapatkan jari-jarinya lalu menghujamkannya ke dadanya sendiri, menarik keluar pusaran bintang biru kehijauan yang menyilaukan!
Percikan darah segar bahkan menciprati wajah Roland.
“Hmm… Terima ini, lalu masuklah ke wilayah dewa—segala yang ingin kau ketahui… Hmm… akan ditemukan di sana.”
“Kamu……” Roland tertegun, tak menyangka serangan mendadak ini akan berakhir seperti ini. Tapi situasi sudah demikian, keraguan tak punya arti lagi. Jika ucapan lawannya benar, sejak tameng terangkat, arus waktu di dunia nyata telah jauh melampaui mimpi. Bahkan jika menunggu Utusan Dewa tewas dan tameng terurai, itu akan terjadi satu setengah bulan kemudian.
Satu-satunya yang bisa dilakukannya adalah mempercayai semua orang di pulau mengambang.
Memikirkan ini, Roland menarik napas dalam-dalam dan meraih astrolab.
Cahaya biru semakin terang, seolah membakar sisa kekuatan terakhir. Seperti terpicu, aliran panas dalam tubuhnya bergerak liar. Dalam cahaya mempesona ini, ia menatap Utusan Dewa yang darah mengalir dari sudut mulutnya.
“Aku ingin bertanya satu hal terakhir——menurutmu apakah kehancuran dunia tak bisa dihindari?”
“Benar… kecuali kau bisa… mengalahkan Yang Mulia Dewa,” suara Ipsilon sudah seperti benang halus, “tapi dewa tak mungkin terkalahkan, ini… akhir yang sudah ditentukan sejak awal.”
“Tapi kau tetap mengubah keputusan awal!”
“Kalian… sudah berjuang begitu lama, tak pantas lenyap tanpa jejak… bisa mencapai jarak sejangkah… itu sendiri layak dipuji.” Ipsilon kembali batuk mengeluarkan percikan darah, memaksakan senyum kecut, “Jika akhir kehancuran… sudah pasti, buat apa aku… melakukan hal sia-sia lagi?”
“Ini bukan perasaan sejatimu.” Roland menatap tajam matanya, mengucapkan kata demi kata, "Lan ingin melepaskan diri dari ikatan, sedangkan kamu mencari jawaban——Aku tidak tahu apa yang membelenggunya, juga tidak tahu pertanyaan yang ingin kau tanyakan pada dewa. Tapi satu hal yang pasti, kalian berdua ingin perubahan, bukankah begitu! Karena kalian memiliki tatapan yang sama——"
“Maaf... ini pertanyaan kedua...” Ipsilon tersenyum sambil menutup mata. Saat Kilauan Biru mencapai puncaknya, bibirnya bergerak lemah seolah ingin berkata sesuatu. Namun sebelum Roland sempat mengamati, cahaya menyilaukan itu telah menyerap segala sesuatu.
……
