"Lapor markas komando, Batalyon 6 sedang bergerak ke arah jam sebelas!"
"Batalyon 3 telah menguasai posisi formasi jam satu!"
"Terdeteksi sumber energi sihir kuat mendekat, perlu memberi sinyal ke ksatria udara untuk penandaan dan penghadangan!"
"Petir di sini, mengerti."
"Grup tank 19 dan 20 kontak dengan musuh, target adalah Blade Beast!"
Saat pasukan darat masuk, pos komando langsung riuh. Petugas komunikasi bertugas mengklasifikasikan berbagai intel yang masuk ke tangan staf, yang kemudian memproyeksikannya di peta pasir untuk analisis komandan.
Di peta pasir kini bertaburan puluhan bendera merah kecil dan balok, mewakili pasukan infanteri, artileri, dan lapis baja Angkatan Darat Pertama. Secara keseluruhan, perkembangan tahap awal rencana berjalan mulus. Penanda merah ini menyebar dari pusat lubang dalam jurang tak berdasar.
Tianhaijie jelas menyadari kedatangan pasukan tak terduga ini. Sebagian monster mulai beralih sasaran menyerbu Angkatan Darat Pertama. Tapi serangan sporadis itu sia-sia menghadapi formasi pertahanan yang cepat terbentuk.
Melalui Pintu Terdistorsi, pasukan dari seberang laut terus mengalir masuk ke pulau terpencil. Sesuai skema yang telah disusun, operasi akan segera memasuki fase penggeledahan.
Inilah bagian paling tidak pasti dalam seluruh rencana - tak ada yang tahu di mana Sang Penjaga berada, bagaimana cara kemunculannya, atau apakah jalan menuju dunia kesadaran akan terbuka.
“Selanjutnya komando akan diserahkan pada kalian.” Anna berkata pada Kapak Besi, Edith, dan yang lain.
“Haruskah kau pergi sendiri?” Ekspresi Wendy dipenuhi keengganan dan kekhawatiran.
“Ini sudah disepakati sejak awal.” Suaranya tidak keras namun teguh, “Aku tidak ahli dalam strategi tempur, di sini pun tak bisa membantu banyak. Apalagi Penjaga mungkin bervariasi tiap orang. Jika terus berada di udara, bisa saja melewatkan satu-satunya kesempatan bertemu dengannya.”
“Biarkan dia pergi, aku yang akan menjaganya.” Nightingale telah mengenakan seragam tempur praktis, tidak hanya pistol hadiah Roland tergantung di pinggang, senapan semi-otomatis dan pedang panjang juga terpasang di punggungnya.
Wendy akhirnya memeluk Anna, “Pastikan kembali dengan selamat, Yang Mulia.”
“Hmm, tentu.” Yang kedua menjawab serius, lalu menoleh ke Filipina, “Penyihir Hukuman Dewa sudah siap?”
Filipina mengangguk, “Semua orang siap berangkat kapan saja.”
“Bagus, mari kita turun!” Anna berjalan tegas keluar pos komando.
……
“Ini hadiah dari Malt untukmu.”
“Terima kasih.” Danny menerima peluru, memasukkannya ke laras senapan, lalu menembakkannya tepat di kepala Hai Gui yang mencoba mendekat.
Sebagai unit patroli di medan perang, Penembak Presisi biasanya bebas memilih lokasi strategis. Dan seperti biasa, dia memilih zona terluar paling berbahaya, menyusul perlahan di belakang tank-tank baja yang bergerak maju.
Area ini tidak memiliki pengawasan terkoordinasi dari senapan mesin dan tembakan meriam, sehingga tekanan dari musuh juga yang terbesar. Dia telah lama menyadari bahwa meskipun pasukan tank Angkatan Darat Pertama memiliki semangat membara, sisi samping dan belakang mereka justru minim perlindungan. Terutama di sekitar lubang alami yang dipenuhi prasasti batu beraneka bentuk, membuat personel dalam tank tidak bisa mengobservasi musuh yang mendekat dengan cepat.
Medan pertempuran seperti ini seolah dirancang khusus untuknya.
"Perhatian! Ada makhluk besar di sebelah kanan 150 meter."
"Dimengerti."
Danny mengintip dari balik sebuah prasasti batu. Seekor Blade Beast berukuran sedang sedang berkeliling diam-diam ke belakang sebuah tank, berusaha melakukan penyergapan.
Meski monster-monster ini bukan terbuat dari baja, daya penghancur dan kelincahan mereka tak bisa diremehkan. Terutama sepasang cakar depan berbentuk sabit mereka - ketika dipenuhi energi sihir, mampu menembus perlindungan tank.
Dengan gerakan lambat ia memasukkan peluru baru ke dalam laras sambil mengangkat senapannya. Tapi Danny tidak mengarahkan bidikan ke sasaran, melainkan ke udara. Menurut manual strategi tempur, Blade Beast memiliki lapisan armor tebal di kepala sehingga peluru biasa sulit membunuh dengan satu tembakan. Selain itu, sebelum menyerang mereka akan sangat waspada terhadap ancaman sekitar, sehingga tidak disarankan bagi prajurit untuk menghadapinya sendirian. Karena itu dia harus menunggu momen terbaik untuk menyerang.
Dan itu adalah persis saat musuh memulai penyergapan.
(Blade Beast) gagal mendeteksi Danny yang berdiri kaku bagai patung. Makhluk itu merayap masuk ke radius penghadangan, lalu membentangkan sayap tipisnya dan melesat tajam ke arah "tank"!
Di saat bersamaan, Danny menekan pelatuk.
Dentuman senjapi menggema. Peluru dengan presisi menusuk masuk di bawah tulang dahinya yang terbuka. Blade Beast langsung kaku, meluncur beberapa meter akibat inersia sebelum ambruk ke tanah——kini ia hanya bisa berkedut-kedut tanpa bisa lagi mengancam.
"Kau tetap luar biasa."
"Soalnya ada yang selalu mengawasiku." Danny tersenyum sambil menepuk kepala Malt. Saat hendak mencari target berikutnya, tiba-tiba ia menyadari belasan Hai Gui telah mengelilingi mereka.
Mungkin menyergap saat fokusnya tertuju pada Blade Beast...
"Ck."
Danny menarik partner-nya ke belakang, lalu membelakangi batu prasasti siap dengan tombak panjang.
Kabur sudah mustahil. Yang ingin diketahuinya sekarang: berapa banyak Hai Gui yang bisa dibunuh sebelum dirinya dihabisi.
Tiba-tiba terjadi kejadian tak terduga: Alih-alih serempak menindih, para Hai Gui justru saling menggigit! Bau darah menyengat langsung menyebar di padang rumput. Saat Hai Gui terakhir runtuh, tak ada satu pun mayat utuh tersisa.
Sekelompok pasukan muncul dari persembunyian di belakang——meski mengenakan seragam Angkatan Darat Pertama, penampilan mereka jelas berbeda.
Itu adalah Pasukan Mojin dari perbatasan selatan ekstrem.
"Penembak Presisi?" sang pemimpin kelompok mengamati senjata dan lencana pasukannya, "Kenapa kau muncul berdua saja di sini? Di mana Pelindungmu?"
"Fara—" seorang lain menarik lengan yang pertama, kemudian berkata dengan malu-malu, "Jika tidak keberatan, kau bisa sementara bergabung dengan kami."
"Sebenarnya aku tidak sendirian, tapi terima kasih." Danny sudah menyadari bahwa prajurit bernama Fara ini bukanlah orang biasa, "Untuk selanjutnya, aku lebih ingin—"
"Boom!"
Tiba-tiba suara tembakan meriam yang padat bergemuruh dari pasukan tank di depan.
Yang lain menoleh dan melihat lebih dari selusin Sang Induk Sarang yang buruk rupa perlahan muncul di cakrawala. Mereka dikelilingi sekumpulan (Blade Beast), merangkak maju di bawah hujanan tembakan meriam lapangan sementara tulang rusuk di punggungnya terbuka memperlihatkan organ dalam seperti usus di bagian bawah.
"Itu Sang Induk Sarang beracun!" Fara mengerutkan alis sambil mengangkat tangan, "Cepat, cari perlindungan! Bawa peluru howitzer anti-iblis!"
Bukan lagi sasaran yang bisa dilawan dengan senjata biasa.
Tank-tank pun mulai mundur untuk membubarkan formasi.
Saat itu, deru pasukan udara terdengar dari atas—
"Terlihat beberapa pesawat bersayap ganda menukik ke bawah, menjatuhkan bom ke arah Sang Induk Sarang! Di daratan, semburan api langsung melesat ke udara! Dalam dentuman ledakan yang mengguncang dan kepulan asap tebal, kobaran api itu bagai makhluk yang membungkuk menggerogoti tulang, menempel erat di tubuh para musuh. Mereka menjerit-jerit mencekam, berusaha kabur dari lautan api, tapi di daratan gerakan mereka tak lebih cepat dari cacing. Tak lama kemudian, Sang Induk Sarang pun benar-benar terdiam.
Sorak-sorai dan siulan riang bergema dari barisan pasukan.
Danny bahkan melihat ke dalam kokpit pesawat yang melintas rendah - sang pilot dengan wajah puas mengacungkan jempol ke arah mereka.
Usai menukik, para Tiannu segera berbalik haluan, bergabung dengan pasukan lapis baja menjepit musuh dari dua arah.
