“Siluman rubah? Apa itu?” Xiao Wu bertanya penasaran.
Tang San tersenyum, "Itu sejenis hewan roh yang berubah menjadi siluman, khusus merayu pria."
Xiao Wu tertegun sejenak, pandangannya pada Tang San tiba-tiba menjadi aneh. Dalam sekejap, emosinya meledak, "Mati kau! Berani-beraninya menyebutku siluman rubah! Aku tantang kau berduel!" Sambil berkata demikian, dia melompat dari tempat tidurnya sambil menggerakkan tangan dan kakinya seperti ingin mencakar, menerjang ke arah Tang San.
Murid-murid kerja lainnya sudah sangat terbiasa dengan adegan seperti ini. Pertengkaran antara Jiejie Xiao Wu dan Tang San sudah menjadi pemandangan biasa bagi mereka. Justru jika suatu hari kedua orang ini tidak bertengkar beberapa kali, mereka malah akan merasa tidak nyaman.
Keesokan paginya, di sisi Tang San yang sedang berjalan telah muncul seorang gadis kecil yang melompat-lompat riang. Mengenakan seragam Akademi Nuoding, mereka meninggalkan Kota Nuoding menuju Desa Sheng Hun.
Selama satu tahun terakhir ini, bagi Tang San waktu terisi dengan sangat padat dan memuaskan. Setelah menembus hambatan tingkat pertama Xuantian Gong, melalui latihan kerasnya yang tak kenal lelah, Xuantian Gong-nya mengalami kemajuan pesat. Menurut perhitungannya sendiri, sekarang ini kekuatannya sudah mencapai pertengahan tingkat dua Xuantian Gong, atau setara dengan level 16 hingga 17 dalam kekuatan rohani.
Di akademi, satu-satunya yang bisa menyaingi kekuatan Cincin Jiwanya hanyalah Xiao Wu. Meski jarang terlihat berlatih, perbedaan kekuatan mereka selalu tipis. Kadang Tang San sedikit unggul, kadang Xiao Wu yang berbalik mengungguli. Meski masih anak-anak, keduanya saling tak mau mengakui kekalahan, sehingga pertarungan latihan tak terhindarkan.
Awalnya, siswa senior seperti Xiao Chenyu dan Wang Sheng sesekali ikut campur. Tapi seiring melesatnya kekuatan Cincin Jiwa Tang San dan Xiao Wu, tak ada lagi yang mau mengganggu mereka. Siapa yang mau menjadi kantong tinju hidup?
Jadi meski secara nominal Xiao Wu adalah "bos" semua siswa di Notting, nyatanya Xiao Chenyu dan yang lain juga memanggil Tang San dengan sebutan "San Ge" (Kakak San).
Dalam pertarungan latihan, Tang San lebih sering kalah daripada menang. Teknik serangan Xiao Wu terus berganti bagai ilusi, terutama "teknik lentur"-nya yang memberikan sensasi seperti kue ketan. Jika tak menggunakan kekuatan Cincin Jiwa, Tang San hampir pasti kalah. Bahkan dengan memanfaatkan efek belitan dan kelumpuhan Blue Silver Grass melalui Cincin Jiwa, paling-paling hanya bisa imbang dengan Xiao Wu.
Mengenai senjata tersembunyi yang diam-diam dilatih Tang San, tidak digunakan dalam latihan sparring. Pertama karena daya rusak senjata tersembunyi terlalu besar dan mudah melukai, kedua dia ingin mengasah kemampuan pertarungan jarak dekat saat berlatih dengan Xiao Wu. Mungkin karena latihan bersama ini memberi efek sinergi yang baik, kemampuan bertarung mereka berkembang pesat beriringan. Guru-guru akademi sudah malas mengawasi mereka. Di Nuoding, meski masih kelas satu, Tang San dan Xiao Wu telah menjadi jenius terkenal di akademi.
"Masih berapa jauh lagi?" tanya Xiao Wu sambil menoleh ke kiri-kanan.
"Sebentar lagi. Lihat gunung di sana? Desa Shenghun kami ada di kaki gunung itu." Tang San mulai bersemangat mendekati kampung halaman. Seandainya tidak ada peraturan akademi Nuoding yang mewajibkan siswa kembali ke asrama malam hari dengan pemeriksaan guru, mungkin dia sudah lama pulang menemui ayahnya. Setahun tak bertemu, "Ayah, apa kabarmu?"
Mungkin karena kehidupan sebelumnya sebagai yatim piatu, di kehidupan ini Tang San sangat menghargai ikatan kekeluargaan ini.
Tang San meraba ikat pinggang Dua Puluh Empat Jembatan Bulan Malam-nya yang berisi palu tempa baru, baju-baju baru, bahkan beberapa botol anggur berkualitas untuk ayahnya.
Desa kecil tempat tinggalnya selama enam tahun sudah terlihat di kejauhan. Entah mengapa, perasaan campur aduk muncul di hati Tang San. Jika harus diungkapkan dalam satu kalimat, dia akan berkata: "Rasa memiliki rumah sungguh menyenangkan." Meski rumah itu hanya berisi dia dan ayahnya.
“Cepat, kita sudah sampai di Desa Shenghun.” Rumah Tang San terletak di ujung desa. Dia menunjuk ke papan nama yang reyot di atap rumah sambil tersenyum pada Xiao Wu, “Lihat, itu rumahku.”
Saat rumah sudah terlihat, perasaan Tang San tak tertahan menjadi berdebar-debar. Langkahnya dipercepat, tiga langkah disatukan menjadi dua saat mendekati pintu rumah.
Pintu gerbang masih terbuka seperti saat dia pergi dulu – kebiasaan khas Tang Hao. Lagipula, bengkel pandai besinya tidak punya barang berharga yang bisa dicuri.
“Ayah, aku pulang!” teriak Tang San penuh semangat.
Xiao Wu belum pernah melihat Tang San sebersemangat ini. Dari belakang, dia mengamati dengan penasaran. Dalam ingatannya, Tang San adalah teman yang kalem, jarang bicara tapi selalu terlihat sibuk dengan berbagai aktivitas. Hanya saat bertarung dengannya, sisi seriusnya terlihat. Bahkan saat kalah darinya, tak pernah terlihat marah atau bersemangat berlebihan.
Sambil terus memanggil, Tang San bergegas masuk ke dalam.
Segalanya tampak tak berubah. Bengkel pandai besi masih berantakan, bahkan lebih kacau dari saat dia pergi. Barang-barang berserakan dimana-mana, kesan kumuh yang justru memberi kehangatan lebih.
“Oh, Xiao San, kamu sudah kembali.” Suara lembut terdengar. Seorang pria muncul dari ruang dalam.
Melihatnya, Tang San tertegun, “Kakek Jack, Anda di sini? Di mana ayahku?”
Dari dalam keluar Kepala Desa Shenhun, Lao Jack, dengan senyum getir di wajahnya. Ia menyodorkan selembar kertas kepada Tang San, "Lihatlah, ini yang ditinggalkan ayahmu. Pagi tadi aku datang menjemputnya untuk bersama-sama menjemputmu, tapi ternyata kau sudah pulang."
Perasaan cemas menyelinap di hati Tang San. Ia segera mengambil kertas dari Lao Jack dan membacanya.
Di kertas itu hanya ada beberapa baris tulisan kasar namun penuh semangat.
