Tingkat perbedaan sekitar sepuluh level, Tang San sepenuhnya yakin dapat menghalangi kemampuan kontrol lawan. Master pernah berkata, cara terbaik menghadapi Ahli Jiwa tipe pengendali adalah dengan kontrol melawan kontrol. Jika Ahli Jiwa serangan kuat adalah inti tim, Ahli Jiwa pendukung adalah fondasi tim, Ahli Jiwa serangan cepat adalah mata tim, maka Ahli Jiwa tipe pengendali adalah jiwa tim. Selama tiga bulan pelatihan keras ini, tidak hanya tubuh Tang San yang diperkuat, setiap malam Master juga memberikan pelatihan khusus tambahan untuk mengasah Spirit Bone eksternal Delapan Tombak Laba-laba yang tersembunyi di tulang punggungnya.
Nama Delapan Tombak Laba-laba diberikan oleh Master, karena Spirit Bone eksternal ini berasal dari Laba-laba Wajah Manusia dan berbentuk mirip delapan tombak. Melalui pelatihan selama ini, Tang San telah beradaptasi dan kini mampu mengontrol Delapan Tombak Laba-laba sebagai senjata ofensif-defensif, sekaligus mengatur pelepasan dan penarikan racun di dalamnya. Master menyatakan, dengan Spirit Bone eksternal ini ditambah Hunwu Blue Silver Grass miliknya yang bertipe kontrol, Tang San sepenuhnya mampu melawan lawan di bawah level 40.
Setelah makan malam tergesa-gesa, Si Gendut menambah dua sosis pemulihan Oscar. Keempatnya kemudian menyelinap keluar akademi. Ma Hongjun tidak berniat memberi tahu yang lain, karena peristiwa dipukuli di sarang jerami ini cukup memalukan.
"Tepat saat keempat orang itu tiba di gerbang akademi, tiba-tiba bayangan hitam melintas horizontal, menghalangi jalan mereka."
Setelah dipukuli, Ma Hongjun yang sudah seperti burung ketakutan mendengar suara angin segera melepaskan Hunwu-nya hampir bersamaan dengan kejadian.
Nyala api ungu-merah menerangi kegelapan, barulah keempat orang itu melihat siapa yang menghadang di depan.
Ma Hongjun menghela napas lega, menarik kembali Api Phoenix-nya, "Kenapa kamu? Mau bikin orang mati ketakutan?"
Yang tiba-tiba muncul di depan mereka tak lain adalah Xiao Wu.
Xiao Wu hari ini mengenakan celana panjang cokelat dan atasan putih sederhana yang menempel di tubuh. Meski proporsi tubuhnya tidak seksi seperti Zhu Zhuqing, postur langsingnya memiliki daya tarik yang unik - terutama pinggang ramping nan elastis yang menakjubkan, serta kepang kalajengking hitam berkilau yang menjuntai sampai tumit. Sepasang mata hitam besar memandang penuh curiga ke arah Tang San dan ketiga temannya.
"Kalian mau pergi diam-diam kemana? Si Gendut, kenapa mukamu bengkak? Dipukuli orang?"
Ma Hongjun batuk-batuk kecil. Meski Tang San dan dua lainnya sesama pria, kehadiran Xiao Wu sebagai gadis yang selalu tidak menyukai cara dia mengatasi 'nafsu buruk'-nya membuatnya enggan menceritakan proses dia dipukuli.
Xiao Wu maju beberapa langkah, memanfaatkan sinar bulan untuk melihat jelas luka di wajah Ma Hongjun, lalu melompat penuh amarah. "Siapa yang tega melakukan ini? Hingga memukulmu separah ini. Bos Dai, jangan-jangan ini ulahmu?"
Dai Mubai mencibir, "Apa aku tega menyakiti saudara sendiri? Si Gendut ini dipukuli karena persaingan cinta. Kami sedang bersiap untuk membalaskan dendamnya."
"Ngapain nunggu lagi? Aku ikut! Berani memukul saudaraku, harus kubuat dia tak bisa hidup mandiri!" Xiao Wu yang memang berwatak suka menghasut ini langsung bergabung. Saat pertama masuk akademi, ia semula punya prasangka pada Si Gendut. Tapi setelah menjalani pelatihan keras bersama selama berminggu-minggu, prasangka itu sudah sirna. Apalagi dulu di Akademi Nuoding ia adalah ketua geng, sering terlibat urusan balas dendam. Biasanya saat latihan mereka saling menahan diri, kini kesempatan berantem beneran membuatnya tampak lebih gesit dari Ma Hongjun sendiri.
"Mei Wu, kau benar-benar malaikat penolong. Bagaimana kalau kupertaruhkan tubuhku untukmu?" Melihat Xiao Wu malah bergabung bukannya mencegah, Si Gendut tersentuh. Kekecewaannya mulai menghilang, kalimat terakhirnya kembali menunjukkan sifat mesumnya yang khas.
"Kau mau mempertaruhkan tubuh untuk siapa?" Tang San menatap Si Gendut dengan suara aneh.
Si Gendut melirik Tang San, buru-buru tertawa kecut. "Lupakan! Kak San, ayo kita segera berangkat."
Empat orang menjadi lima, memanfaatkan malam hari, mereka menapaki jalan yang sudah sangat mereka kenal. Kelimanya mengerahkan Soul Power, melesat cepat menuju Kota Suoto.
Kurang dari setengah jam kemudian.
"Si Gendut, biasanya kamu ke sini untuk menyelesaikan masalah nafsu buruk?" Alis Dai Mubai berkerut hingga hampir menyatu.
Yang terpampang di depan kelimanya adalah deretan rumah petak. Ini sudut terpencil di Kota Suoto. Bangunan setinggi tiga meter lebih itu tampak banyak bagian yang rusak, di pintu tergantung beberapa lentera merah muda. Di bawah lentera berdiri beberapa wanita berias tebal yang jelas sudah berumur, sedang menawarkan diri pada pejalan kaki.
Sudut bibir Oscar berkedut, "Pantas kamu selalu bilang sarang rumput pun bisa ada phoenix emas, ini benar-benar sarang rumput!"
Terhadap selera Ma Hongjun, Dai Mubai dan Oscar benar-benar tidak bisa memberikan pujian. Xiao Wu dan Tang San pertama kali datang ke tempat seperti ini, selain rasa ingin tahu, tidak ada perasaan khusus lain.
Si Gendut hanya terkekeh aneh dua kali, berbisik: "Di sini murah. Harga murah tapi layanan banyak. Satu koin perak bisa sekali, dua koin perak tiga kali. Rasio harga-kinerja tinggi. Dan kalian harus percaya prinsip sarang rumput pun ada phoenix emas. Ini soal keberuntungan."
Dai Mubai memandangnya dengan kesal, "Lain kali keluar, jangan bilang kau kenal aku. Meski tahu kau tidak pilih-pilih, tapi tak kusangka kau bisa sekuat ini. Tempat sampah kelas rendah begini saja kau datangi. Usia 'Phoenix Emas'-mu itu sudah cukup jadi tante-tantemu."
Si Gendut memerah marah, "Bos Dai, jangan-jangan kau sengaja mempermalukanku? Urusan utama dulu. Tunggu di sini, aku akan tanya apakah si brengsek itu sudah pergi."
Sambil berkata demikian, Si Gendut bergegas menuju "sarang rumput"-nya.
Oscar melirik sekeliling, "Tempat ini cukup sepi, cocok untuk beraksi. Laozi you gen da xiangchang, Laozi you gen xiao la chang, Laozi you gen mogu chang..."
Mendengar Oscar mengucapkan Mantra Roh untuk persiapan perang, Xiao Wu mencibir, "Pantas dijuluki Paman Sosis Besar."
Beberapa saat kemudian, Ma Hongjun berlari kembali dengan semangat, "Bagus! Itu bajingan belum pergi, tapi sudah mau membayar. Sebentar lagi pasti keluar. Kawan-kawan, kalau balas dendamku berhasil, aku yang traktir makan enak!"
Dai Mubai melambaikan tangan, "Jangan banyak bicara. Kalau kau yang mentraktir, kami tidak berani datang. Seleramu begituan, lebih baik tidak usah."
"Dengar kata-kata Dai Mubai, bahkan Xiao Wu pun tak bisa menahan diri untuk mengangguk. Dia dan Tang San pernah melihat Dai Mubai membawa saudari kembar ekstra kelas, pasangan kembar super itu dibandingkan dengan 'tante-tante' di depan mata ini, bagaikan langit dan bumi."
Sambil berbicara, seseorang telah keluar dari sarang rumput. Kelima orang Tang San berdiri di sudut gelap seberang sarang rumput. Saat ini langit telah gelap gulita, sulit melihat ke sini dari seberang.
"Dia orangnya," kata Si Gendut sambil mengatupkan giginya hingga berderak.
Seperti yang digambarkan Si Gendut, yang keluar dari "sarang rumput" adalah pria paruh baya berusia 40-an. Kulitnya gelap, tinggi sekitar 160 cm, wajahnya masih menyungging senyum mesum penuh kepuasan, tangan kanannya dibalut perban, bagian bawah memakai celana pendek penuh lubang, kaki mengenakan sandal jepit. Kepalanya bergoyang-goyang sambil berjalan menyusuri jalan. "Hari ini Paman senang, jalan-jalan sambil membawa burung," gumamnya sambil bersenandung kecil.
"Serang atau tidak?" Tinju ganda Si Gendut sudah mengeluarkan bunyi retak-retak.
"Tunggu sebentar." Xiao Wu meraih bahu gemuk Ma Hongjun, tangan satunya melempar kepang kalajengking ke belakang leher. Wajah cantiknya menyungging senyum tampak tidak berbahaya. "Kalian keluar nanti saja, lihat aku dulu."
Sambil berkata demikian, Xiao Wu melangkah dengan langkah kecil, mendekati paman mesum bernama Bule dari samping.
“Apa yang akan dilakukan Xiao Wu?” Ma Hongjun melihat Tang San dengan bingung. Semua orang tahu Tang San yang paling mengerti dirinya.
Tang San menepuk dahinya sendiri, berkata dengan agak helpless: "Kamu tunggu dan lihat saja nanti."
Xiao Wu yang terlihat berjalan tidak cepat, justru berhasil menghadang di depan paman mesum itu.
"Selamat sore, Paman. Permisi, apakah ada yang jual permen di sekitar sini?"
Bu Le yang baru keluar dari sarang rumput, masih tenggelam dalam kepuasan. Suara tiba-tiba ini membuatnya tertegun, lalu menoleh ke arah sumber suara. Seketika, wajahnya yang tampak jujur itu memancarkan kilauan aneh, beberapa bagian tubuhnya mulai menunjukkan gelagat tidak baik.
Harus diakui, Xiao Wu yang muncul tiba-tiba di hadapannya di malam hari terlihat sangat menawan. Wajah kecilnya yang putih dan kekanakan, kepang kalajengking hitam panjang yang berkilau, tubuh yang meski tidak terlalu berisi tapi sudah mulai berbentuk, terutama rona kemerahan di wajahnya yang masih mengandung kesegaran remaja - semua ini bagai magnet bagi Bu Le si predator tua.
Mata Bu Le berbinar-binar memandangi Xiao Wu. Dalam hati dia bergumam, sungguh gadis cilik yang cantik dan menggemaskan! Wahai Langit, wahai Bumi, apakah ini hadiah darimu untukku?
Sambil batuk kecil, Bu Le cepat-cepat menyembunyikan sorotan mata mesumnya, membusungkan dada, dan berpose seolah orang terhormat. Perubahan yang begitu cepat ini hampir saja menipu Xiao Wu kalau saja gadis itu tidak terus mengawasinya.
