Semua ini masih dalam batas toleransi Xiao Wu. Kalau tidak, dia tidak hanya akan mengalami dislokasi. Meski Soul Power Xiao Wu belum cukup murni untuk menghancurkan semua tulangnya tanpa membunuh, rasa sakit dari dislokasi total ini justru lebih menyiksa. Bahkan setelah pulih nanti, akan tetap ada cedera tersembunyi.
Tiba-tiba, derap langkah kaki terdengar, semakin mendekat ke arah sini.
“Muncikari sarang ayam itu bilang Bu Le membawa seorang gadis kecil ke arah sini. Dasar orang ini, jangan-jangan dia menemukan barang langka dan mau menikmati sendiri.” Suara yang terdengar sangat karismatik dan berat, bariton standar. Jika hanya mendengar suaranya saja, mungkin bisa memikat wanita di atas 30 tahun secara tak terbendung.
“Dasar dia mau bertindak sendiri, sekarang malah menyuruh kami mencari. Lao E, tempat yang kau bawa hari ini bagus, terutama gadis berkaus kaki itu, melihatnya saja bikin ngiler.” Jika suara pertama sangat merdu, maka suara kedua ini adalah kutub berlawanan - serak seperti bebek jantan bersuara, ditambah konten mesumnya, langsung memberi perasaan jijik seperti jatuh ke kumpulan lalat.
Mendengar dua suara ini, Bu Le yang setengah pingsan tiba-tiba bersemangat. Untung rahangnya tidak terlepas dari sendi. Dengan mengerahkan Soul Power yang baru terkumpul sedikit, dia berteriak sekuat tenaga: "Lao E, Tianya, aku di sini!"
Dua suara yang sedang mengobrol itu tiba-tiba berhenti. Disertai derap langkah kaki tergesa, dua bayangan segera muncul di depan Bu Le.
“Kau, kau ini Bule?” Suara bariton yang merdu terdengar tak percaya. Di bawah sinar bulan terlihat sosoknya tinggi besar, bahu lebar dan kokoh, rambut panjang yang agak acak-acakan namun memancarkan aura liar. Yang paling mencolok adalah matanya. Sepasang mata yang kecil luar biasa, menyempit seperti garis tipis. Dari depan, sulit dibedakan apakah dia membuka atau menutup mata. Ditambah efek bengkak pada kelopak mata yang membuat celah kecilnya semakin tak terlihat. Hanya ini saja sudah cukup merusak kesan sempurna suara baritonnya.
“Bule, kenapa kau jadi seperti ini?” Seorang lain bergegas mendekat dan berjongkok di samping Bule. Meski wajahnya penuh kekhawatiran, penampilannya jauh lebih jorok dibanding Bule dan si pemilik suara bariton. Singkatnya, selain rambutnya yang masih normal, hampir tidak ada yang normal dari dirinya.
Tubuhnya kurus tinggal tulang terbungkus kulit. Matanya memang besar, tetapi bola mata kuningnya berkilauan sinis. Kumis tipis seperti tikus bergetar saat bicara, kerut di sudut matanya cukup dalam untuk menjepit lalat segerombolan sekaligus.
Dua orang yang muncul di hadapan Bule ini terlihat seusia dengannya. Kini mereka telah menyembunyikan canda tawa, wajah mereka berdua dipenuhi keseriusan.
Pria kecil dan menjijikkan itu dengan cepat meraba-raba tubuh Bu Le, mulutnya sesekali mengeluarkan kata-kata kasar. Matanya yang kuning kini telah memerah.
"Taktik yang kejam. Bu Le benar-benar menderita kali ini. Selain sendi empat anggota badan yang terlepas, ada lima tulang rusuk yang retak dengan empat patah. Tiga bagian tulang leher bergeser dan retak. Butuh beberapa bulan untuk pulih. Yang terpenting, 'bagian' Bu Le sudah matang."
"Matang? Tianya, maksudmu matang apa?" Suara baritone yang dipanggil Lao E terkejut.
Tianya si pria kecil menjijikkan itu tersenyum pahit: "Tidak kaucium aroma ayam panggang? Kerugian Bu Le kali ini terlalu besar. Tulang bisa sembuh, tapi ayam panggang ini..."
Sambil berkata, Tianya mengangkat tangan kanannya. Begitu cahaya hijau terang berkilau, sebilah pisau tajam muncul di tangannya bersama lima Cincin Jiwa: satu putih, dua kuning, dua ungu. Meski properti cincinnya biasa, ini adalah tanda Roh Wang level 50+ yang sejati.
Pisau di tangannya adalah bilah patah yang sepertinya patah di tengah. Mata pisau selebar empat jari, panjang dari gagang ke bagian patah 1 chi 2 cun (≈36cm), gagangnya 8 cun (≈24cm). Seluruhnya memancarkan cahaya hijau. Jelas ini adalah Battle Spirit Master dengan Tool Martial Soul.
“Bu Le, maaf ya. Kalau tidak segera dipotong, mungkin akan lebih parah.” Cahaya hijau berkilat, pisau diayunkan, terdengar suara "plop" seakan ada sesuatu yang jatuh ke tanah. Anehnya, Bu Le sama sekali tidak mengeluarkan suara, hanya air mata penghinaan dan kebencian yang mengalir dari matanya.
“Aku akan balas dendam, aku akan membuat mereka hidup lebih menderita daripada mati.”
……
Waktu istirahat tujuh hari pun cepat berlalu, tiba saatnya memulai pelajaran lagi. Sejak hari itu ketika mereka diam-diam pergi menyiksa paman mesum Bu Le, beberapa hari berikutnya mereka perlahan melupakan kejadian itu. Kecuali Ma Hongjun, tidak ada yang tahu bahwa Bu Le dipanggang seperti ayam. Ma Hongjun juga jadi lebih kalem setelah kejadian itu, selama sisa hari istirahat dia tidak lagi pergi ke Kota Suoto. Nafsu buruknya sepertinya berhenti kambuh setelah latihan intensif.
Setelah sarapan, saat bel kelas yang familier berbunyi, Tang San dan ketujuh temannya tepat waktu tiba di lapangan.
Matahari pagi ini bersinar terik, langit biru tanpa awan. Meski masih pagi, sinar matahari sudah terasa menyengat. Bayangan Master memanjang diterpa matahari, dia berdiri dengan tangan menyilang di dada menunggu ketujuh anak itu berbaris rapi.
“Sudah tiga bulan sejak saya mulai mengajar di sini. Dengan bantuan dan bimbingan para guru, kalian sudah memiliki dasar fisik yang cukup. Tapi untuk menjadi Ahli Jiwa yang handal, ini masih jauh dari cukup.”
Perlu disebutkan, selama tiga bulan pelatihan keras sebelumnya, beberapa guru lainnya tidak hanya diam. Ini diketahui Ma Hongjun setelah sekali membolos. Para guru mengawasi mereka dari sudut gelap di sepanjang rute latihan. Konsekuensi kemalasan Ma Hongjun itu langsung menambah beban latihan semua orang sebesar 50% dalam tiga hari. Master tetap konsisten menerapkan sistem tanggung renteng. Satu orang bersalah, semua menerima hukuman - inilah makna tim yang sesungguhnya.
"Mulai hari ini, aku akan memulai fase kedua pengajaran. Menurut Flender, kalian semua sudah mengunjungi Soto Great Soul Fighting Arena. Tempat itu akan menjadi lokasi pelatihan kalian selanjutnya. Pelatihan ini tidak ada batasan waktu. Latihan akan berakhir ketika kalian berhasil mendapatkan Medali Silver Soul Fighter. Selama periode ini, aku akan menempatkan kalian di penginapan terdekat arena pertarungan. Semua biaya akomodasi tanggung sendiri. Dengan kemampuan kalian, pendapatan dari Great Soul Fighting Arena akan sangat besar."
Mendengar penjelasan Master, semua murid serentak menghela lega. Mengikuti pertarungan jiwa di Great Soul Fighting Arena jelas lebih ringan dibandingkan pelatihan neraka ala Master.
“Tapi, kalian harus ingat, mendapatkan Medali Silver Soul Fighter tidak hanya melalui pertarungan satu lawan satu, tapi juga harus memperoleh medali pertarungan kelompok. Kalian akan bertarung dengan nama tim Shrek Tujuh Monster. Pertarungan kelompok tidak hanya memberi poin individu untuk setiap orang, tapi juga poin tim yang tidak ada dalam pertarungan dua lawan dua. Tentu saja, jika ingin lebih cepat mendapatkan gelar Silver Soul Fighter, kalian boleh berpasangan untuk pertarungan dua lawan dua - aku tidak melarang. Tapi ada beberapa batasan yang harus diingat: Pertama, dilarang memperlihatkan wajah atau memberitahu nama asli saat bertarung. Gunakan nama samaran. Kedua, termasuk Tang San sendiri, siapa pun dilarang menggunakan Senjata Rahasia. Ketiga, menang atau kalah, setiap orang minimal harus bertarung dua kali sehari.”
Oscar menggerutu: “Master, aku dan Rong Rong adalah Ahli Jiwa bantuan, apakah kami juga harus mendapatkan Medali Silver Soul Fighter?”
Master berkata dingin: “Atau, kau bisa memilih latihan seperti sebelumnya, sampai yang lain mendapatkan Medali Silver Soul Fighter.”
“Eh... Master, tiba-tiba aku sadar keputusanmu menyuruh kami ke arena pertarungan untuk meningkatkan pengalaman pertarungan nyata itu sangat brilian, anggap saja aku tidak pernah bicara tadi.”
Ning Rongrong yang awalnya ingin mengajukan pertanyaan sama langsung bersyukur melihat Oscar kena sindir, tertawa terkekeh-kekeh di samping.
Master selalu bertindak cepat dan tegas. Setelah meminta semua murid merapikan barang bawaan mereka secara singkat, dia segera membawa mereka berangkat menuju Akademi Suoto. Ikut serta dalam perjalanan ini dua dekan lama akademi yang sudah dikenal baik oleh para murid: Frank sang Burung Hantu Bermata Empat dan Zhao Wuji Sang Raja Diam yang Tak Tergoyahkan. Tiga guru lainnya tetap tinggal di akademi.
Frank Flender diam-diam mengagumi keputusan Master. Dengan para murid tinggal di Kota Suoto dan menanggung sendiri semua biaya akomodasi serta makan, tekanan finansial akademi otomatis berkurang. Sementara itu, dia bersama Zhao Wuji dan Master bisa tinggal di tokonya. Mereka tetap bisa mengawasi kemajuan pertarungan praktis murid-murid setiap hari.
Pertarungan Jiwa di Great Soul Fighting Arena selalu dilaksanakan pada malam hari. Setibanya di Kota Suoto, rombongan memilih penginapan biasa di dekat arena pertarungan untuk menginap. Meski biasa, harga kamarnya dua kali lipat lebih mahal karena lokasinya yang strategis. Tapi bagi tujuh murid dengan pendapatan bulanan minimal sepuluh koin emas bahkan hingga ratusan koin emas, biaya ini masih terjangkau. Lagipula, tempat semahal Hotel Mawar memang sangat langka.
Setelah mengatur akomodasi para murid, Master memanggil ketujuh murid tersebut ke kamar Tang San.
“Sekarang kalian bisa bebas berkelompok untuk memutuskan jenis pertarungan jiwa yang akan diikuti. Arena Great Soul Fighting biasanya memulai dengan pertarungan satu lawan satu dan dua lawan dua terlebih dahulu. Meskipun pertarungan kelompok terpisah dari dua jenis sebelumnya, waktu mulainya lebih sore dan dianggap sebagai pertarungan paling menarik bagi penonton. Perbedaan waktu ini juga bisa menghasilkan lebih banyak pendapatan tiket. Setiap hari kalian wajib mengikuti satu pertarungan kelompok, sisanya bisa pilih bebas. Aku tidak melarang ikut tiga pertarungan, asalkan kalian bisa mengatur kondisi Soul Power dengan baik.”
