Tang San sangat ingin mencoba, bagaimana hasilnya jika ia sengaja menggunakan Delapan Tombak Laba-laba untuk menyerap kekuatan lawan. Tapi jarang bertemu musuh yang harus dibunuh, jika efek penyerapan Delapan Tombak Laba-laba malah membawa bencana mematikan bagi lawan, konsekuensinya akan parah.
Seperti ayah-anak Tai Nuo hari ini, ini hanya konflik biasa belaka.
"Kakak, kamu kenapa?" Xiao Wu menerobos masuk, matanya langsung melihat darah yang keluar dari mulut Tang San. Ia buru-buru berlari dan menopang lengan Tang San.
Tang San tersenyum dan menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa, hanya mengalami luka dalam akibat guncangan. Kekuatan ayah Tai Long adalah yang terbesar di antara Ahli Jiwa yang pernah kulihat. Ahli Jiwa bertipe kekuatan ekstrem seperti ini memang hasil metode latihan khusus. Jika kecepatannya sedikit lebih tinggi, mungkin aku sudah kalah."
Xiao Wu membimbing Tang San duduk di tempat tidur, "Kakak, kau benar-benar mengalahkan seorang Roh Wang! Ini sudah membuat heboh di Akademi. Kalau tidak kabur cepat, pasti sudah dikerubungi murid dan guru. Saat mengejarmu tadi, kulihat beberapa guru sedang berunding dengan Tai Long dan ayahnya. Sepertinya mereka diminta mengganti kerusakan halaman akademi. Kali ini mereka benar-benar rugi dua kali lipat. Keluarga Tai Long memang terkenal membela orang dalam. Dulu di Notting, aku sering memukuli orang tapi tak pernah ada keluarga yang datang menuntut. Kakak, menurutmu setelah kau pukuli ayah Tai Long, apakah kakeknya akan benar-benar muncul?"
Setelah mengucapkan kalimat terakhir, Xiao Wu tak bisa menahan tawanya.
Tang San juga tersenyum kecut. Kesannya terhadap Tai Long dan ayahnya tidak buruk. Jika Tai Nuo tidak menghina Xiao Wu, dia tak akan menggunakan racun mematikan itu untuk menyerang. Bahkan Tang San sendiri sulit percaya bisa mengalahkan seorang Roh Wang.
Xiao Wu melihat tempat tidur seberang Tang San, kesal berkata, "Paman Sosis Besar ini entah kabur ke mana. Justru saat dibutuhkan, malah menghilang."
Tang San menarik napas perlahan, rasa sakit menusuk di organ dalamnya. Dia tahu lukanya cukup parah, "Xiao Wu, kamu istirahat dulu saja. Aku perlu berlatih sebentar untuk meredakan trauma pada meridian."
“Tidak, aku tidak pergi. Aku akan menjagamu di sini. Bagaimana kalau ada orang lain yang datang mencari masalah? Kakak, kamu bisa berlatih. Aku yang akan menjaga meditasimu.”
Tang San mengangguk, duduk bersila di atas ranjang. Kekuatan internal Xuantian Gong di dalam tubuhnya mulai berputar perlahan.
Tai Nuo yang ditopang Tai Long akhirnya meninggalkan Akademi Shrek. Ia tak tahu sudah berapa lama tidak merasakan kelemahan seperti ini. Meski racun telah dinetralisir, tubuhnya terasa terkuras hingga berjalan pun sulit.
Aib, rasa malu, kesakitan, dan ketidakrelaan memenuhi dadanya. Tak disangka ia bisa terperosok di selokan - kalah dari remaja yang bahkan belum mencapai level 40. Perasaan itu lebih menyakitkan daripada luka fisik.
Tai Long menopang ayahnya tanpa berani bicara. Biaya perbaikan tanah depan akademi harus dibayar Tai Nuo terlebih dahulu sebelum para guru mengizinkan mereka pergi. Katanya itu sudah harga diskon mengingat statusnya sebagai siswa akademi.
Untung lokasi Akademi Shrek bukan di pusat kota. Meski keributannya cukup besar, pasukan penjaga kota tidak datang menghampiri.
Tai Long bisa merasakan perasaan ayahnya saat ini. Saat dia kalah dari Tang San, dia juga merasakan hal serupa. Sementara ayahnya, baik usia maupun kekuatan, jauh melebihinya, maka penderitaannya pasti lebih dalam.
"Ayah, apa kondisi Ayah sudah membaik?" Tai Long baru berani bertanya dengan hati-hati setelah berjalan cukup jauh. Dia sangat memahami temperamen meledak-ledak ayahnya.
Di luar dugaan Tai Long, Tai Nuo tidak melampiaskan amarah padanya. Ekspresinya justru tenang, "Anakku, kekalahanmu tidak memalukan. Ayahmu sendiri sampai bisa terperosok seperti ini. Pantas saja kamu tak bisa mengalahkannya. Apa kamu tahu latar belakang anak itu?"
Tai Long menggeleng bingung, "Dia baru pertama kali masuk kelas hari ini. Aku... aku melihatnya duduk di sebelah Xiao Wu, jadi ingin menantangnya berduel. Ayah juga tahu, aku sangat menyukai Xiao Wu."
Tai Nuo melotot ke Tai Long, "Untuk seorang perempuan, kau benar-benar tidak punya harga diri. Persis seperti ayahmu di masa muda. Tapi kau tidak salah. Untuk wanita yang kau suka, harus berani maju. Dulu, ibumu berhasil kudapatkan dengan cara seperti itu. Tapi saat itu ayah menantang seorang Ahli Jiwa yang jauh lebih kuat. Tidak seperti kau yang pengecut, bahkan tak bisa mengalahkan anak yang lebih muda. Ini akibat malas berlatih!"
Tai Long memberanikan diri membantah dengan hati-hati, "Tapi, Ayah, bukankah aku yang tercepat dalam sejarah keluarga kita dalam hal kultivasi? Saat Ayah seusia aku dulu, tidak lebih baik dariku kan?"
"Bangsat! Apa maksudmu dengan ucapan itu?!" Tai Nuo mengamuk.
Tailong menghela napas pasrah, "Maksudku bukan karena anakmu tak berguna, tapi lawannya terlalu kuat. Entah bagaimana anak itu berlatih. Sekilas dia paling berusia 15-16 tahun, bagaimana mungkin Soul Power-nya sekuat itu? Jangan-jangan dia dari Tujuh Sekte Besar?"
Mendengar perkataan anaknya, Tailong merasakan guncangan di hati, suaranya berat: "Pulang dulu. Sepengetahuanku, tak ada sekte kuat yang menggunakan Blue Silver Grass sebagai Hunwu. Sungguh tak disangka Blue Silver Grass bisa sekuat ini. Apalagi helai terakhirnya, bahkan pertahananku tak bisa sepenuhnya menghalangi, makanya aku sampai keracunan. Ayo, kita tanya Kakek."
"Kakek?" Wajah Tailong langsung mengkerut seperti pare, "Janganlah Ayah. Kalau Kakek tahu kita dipermalukan begini, pasti akan menghajar kita. Lagipula, kalau beliau ikut-ikutan membuat keributan di kampus seperti Ayah, aku bisa-bisa dikeluarkan."
Tainuo mendengus, "Klan Kekuatan memang prinsipnya membela orang dalam. Masalahnya? Kau keberatan? Ini harus dilapor ke Kakek. Aku juga tak percaya kemampuan anak kecil bisa sehebat itu. Dengarkan nasihat beliau. Menantang orang tak memalukan, yang memalukan malah kalah. Laozi ini kalau tak meluapkan amarah, bisa mati sesak!"
Dua sosok tegap perlahan menjauh, seorang ayah dan anak. Yang satu wajahnya bengkak seperti kepala babi, yang lain wajahnya pucat bagai kertas. Sungguh pemandangan yang sangat memalukan.
……
Sekte Qibao Glazed.
Ning Rongrong duduk di sofa ruang tamu sambil terus mengayunkan betis rampingnya, bibir merahnya cemberut seolah bisa menggantung botol kecap.
Sudah hampir setengah hari menunggu, tapi sang ayah tak kunjung muncul, membuat kegembiraan di hatinya perlahan memudar.
Di seberang Ning Rongrong, seorang tua berwajah layu sedang menyeruput teh perlahan. Meski duduk, postur tubuhnya tetap mengejutkan - bukan tubuh berotot, namun kerangka tulangnya luar biasa besar.
Sofa yang awalnya cukup luas terlihat sempit saat didudukinya.
Bajunya seolah hanya menutupi rangka tulang. Otot dan kulitnya keriput, mata cekung. Jika terlihat di malam hari, persis seperti kerangka raksasa. Beberapa helai rambut putih jarang-jarang menempel di kulit kepalanya, sungguh pemandangan yang sangat buruk rupa.
"Putri kecilku, jangan marah lagi. Ayahmu sepertinya sebentar lagi akan kembali," kata orang tua itu sambil meletakkan cangkir teh, berbicara pada Ning Rongrong.
Suaranya serak seperti daun kering tertiup angin, terdengar sangat tidak nyaman di telinga.
Ning Rongrong melompat turun dari sofa, berlari ke pangkuan orang tua kurus itu dan duduk. Gadis putih dan cantik ini dibandingkan dengan orang tua berkerangka besar, saat ini terlihat seperti boneka. Ia mengangkat tangan menyambar rambut putih di kepala orang tua itu, "Aku tidak peduli, setelah pergi sekian lama akhirnya pulang tapi Ayah tidak ada. Dia sengaja menghindariku kan? Kakek Tulang, Kakek harus membelaku."
Kulit keriput di wajah orang tua itu berkedut, tampak bingung antara ingin tertawa dan menangis, "Putri kecilku, jangan main-main lagi dengan 'rumput kering' di kepala Kakek Tulang ini. Jika tidak, Kakek benar-benar akan jadi botak dan diejek oleh si bajingan Kakek Pedang itu. Kau minta Kakek membelamu, tapi bagaimana caranya? Di sekte ini siapa yang berani mengganggumu?"
Ning Rongrong berpikir sejenak, lalu berkata, "Itu juga benar. Hmph, terserah! Pokoknya saat Ayah pulang, dia harus memberikanku hadiah bagus baru aku mau berhenti marah. Kakek Tulang, Kakek harus membantuku bicara ya."
Orang tua kurus itu terpaksa mengangguk berulang kali demi menyelamatkan sisa rambutnya. Jika keadaan ini dilihat oleh para Ahli Jiwa di luar, pasti akan membuat mereka terkejut. Tuan Bergelar yang dijuluki sebagai Tulang Bergelar - sosok paling misterius di antara para master jiwa - ternyata bisa dibuat seperti ini oleh seorang gadis kecil. Sungguh sulit dipercaya.
“Sudah tahu kakek tulang yang paling baik.” Ning Rongrong sepertinya sama sekali tidak menganggap ada yang buruk pada kakek tua di hadapannya ini, mencium keras pipinya sebelum melompat turun dari pangkuannya.
Melihat Ning Rongrong yang ceria, kilatan kehangatan dan manja terpancar dari mata Dugu Luo. Gadis kecil ini tumbuh besar di bawah pengawasannya, dan sifat manja si penyihir kecil ini sejak kecil justru dibentuk olehnya bersama sang Kakek Pedang yang lain.
“Katanya penyihir kecil kita sudah pulang? Mana, Rong Rong, cepat keluar, biar Ayah lihat.” Saat itu juga, sang penyelamat akhirnya tiba.
Mendengar suara ini, Ning Rongrong awalnya bersemangat hendak menyambut, tapi segera teringat sedang marah. Ia buru-buru menyunggingkan wajah masam dan memunggungi pintu.
Sikap manja itu membuat Dugu Luo di sofa terkekeh geli.
