Pada hari kelima, Tang San akhirnya bisa bertahan selama lima detik di atas batu bundar.
Meski tanpa bantuan Soul Power, tubuhnya di atas batu bisa bergerak sesuai karakteristik Guiying Mizong, mengalirkan daya hantam air terjun dan mencari titik keseimbangan terbaik.
Meski kesulitan bernapas, dia tetap berusaha bertahan lebih lama.
Bagi Tang San, ini jelas awal yang baik. Seperti kata pepatah, langkah pertama selalu tersulit. Masa-masa bertahan awal ini sungguh menyiksa. Tang San tak hanya harus menahan hantaman dahsyat air terjun, tapi juga menanggung penderitaan tak bisa menggunakan Soul Power-nya.
Seperti seorang dewasa yang tiba-tiba berubah menjadi anak kecil, kekuatan fisik menyusut seketika, selalu memerlukan waktu untuk beradaptasi.
Lima hari merupakan proses adaptasi yang tepat. Selama lima hari terus-menerus menerima hantaman arus air, penderitaan Tang San karena tidak bisa menggunakan Xuantian Gong berangsur pulih. Berkat tulang kepala bijaksana yang meningkatkan kecerdasannya, ia perlahan menguasai metode tersebut.
Mulai hari keenam, waktu bertahannya di batu bundar meningkat secara eksponensial, palu tempa di tangannya akhirnya bisa mulai diayunkan.
Mengeluarkan tenaga di batu bundar licin jelas sangat menyiksa. Tapi Tang San yang cerdik tidak terburu-buru berlatih Teknik Palu Angin Kacau, melainkan beradaptasi dulu dengan medan air terjun, berusaha mengendalikan titik keseimbangan. Membiarkan arus air terjun menerpa tubuhnya.
Ketika Tang San akhirnya bisa berdiri kokoh di bawah air terjun tanpa terhempas ke air, Tang Hao baru memberikan instruksi kedua.
Berlatih. Berlatih Soul Power. Tentu bagi Tang San, ini berarti berlatih Xuantian Gong.
Tang San sempat bingung dengan penjelasan ayahnya - kekuatan internal Xuantian Gong-nya sudah disegel, bagaimana cara berlatih? Tapi ketika benar-benar mencoba, segel dari ayahnya ternyata unik. Meski tidak bisa menggunakan kekuatan internal Xuantian Gong, proses latihan tidak terpengaruh.
Setiap kali ia mulai berlatih dalam kondisi hampa energi, tenaga dalam yang terkumpul setelah sirkulasi penuh akan secara alami menyatu dengan segel api panas itu, menjadi satu dengan tenaga dalam aslinya.
Meskipun demikian, Tang San tidak bisa merasakan tingkat kemajuan Xuantian Gong-nya, tetapi setelah berlatih, kecepatan pemulihan tubuhnya akan meningkat secara signifikan.
Oleh karena itu, mulai hari ini, Tang San berlatih selama tiga jam setiap hari, dan sisa waktunya dihabiskan untuk berlatih di bawah air terjun.
Pyur——
Palu Tempa membentuk cipratan air kecil di air terjun, berputar satu siklus, lalu kembali ke atas kepala Tang San.
Berhasil. Tang San sangat gembira, namun hanya sesaat karena ketidakstabilan pikiran membuatnya tersapu air terjun ke kolam.
Hari ini adalah hari kelima belas sejak kedatangannya di sini. Setelah usaha tanpa henti, akhirnya ia bisa sukses mengayunkan Teknik Palu Angin Kacau pukulan pertama tanpa terpeleset dari batu bundar.
Dengan pukulan pertama datang pukulan kedua. Seiring latihan terus-menerus Tang San, Teknik Palu Angin Kacau mulai terwujud di tangannya.
Palu Tempa memang bukan Haotian Hammer, bobotnya tidak begitu menakutkan, dan beratnya sendiri membantu Tang San menstabilkan posisi di batu. Perlahan, Teknik Palu Angin Kacau-nya semakin mahir saat berlatih di air terjun.
Dari hanya menyipratkan percikan air, hingga bisa mengayunkan palu hingga tidak bisa ditembus oleh angin dan hujan. Di bawah air terjun, gerakannya seperti tameng bundar yang terus menghalangi aliran air terjun, menyemburkan percikan air besar.
Jumlah ayunan Palu Tempa bertambah dengan cepat dan stabil. Sekilas, tiga bulan telah berlalu.
Braam——
Palu terakhir terayun, tubuh Tang San melesat ke atas bagaikan peluru meriam, menembus deras air terjun yang menghujam hingga 10 meter. Dalam jarak 10 meter, aliran air terjun berbalik arah akibat serangan balik, menimbulkan gemuruh dahsyat yang dihasilkan oleh gerakan tubuhnya. Bahkan pelangi yang melintang di atas telaga pun teracak-acak saat itu.
Tentu saja itu bukan kekuatan yang bisa dicapai Tang San saat ini, melainkan karakteristik dari Teknik Palu Angin Kacau.
Satu palu lebih kuat dari sebelumnya, kekuatan setiap palu bertumpuk. Jika bukan karena kondisi fisik Tang San yang luar biasa tangguh, daya hantam dahsyat itu saja sudah cukup untuk merobek semua otot di tubuhnya.
Saat 81 palu terakhir selesai dikerahkan, seluruh kekuatan yang bertumpuk itu menyatu. Meski saat ini dia tak bisa menggunakan setitik pun Soul Power, daya serang mengerikan sesaat itu telah melampaui momen puncak intensitasnya.
Braak——
Kekuatan menghilang, tubuh Tang San di dalam air terjun terhempas ke dalam kolam air, tapi kegembiraan di hatinya saat itu tak terkira.
Tiga bulan, akhirnya dia memenuhi permintaan sang Ayah, akhirnya mengayunkan palu ke-81.
Kini kulit Tang San memancarkan kilau sawo matang yang sehat, posturnya bertambah tinggi. Meski rambut dan janggutnya terlihat acak-acakan, matanya yang tajam bagai bintang dingin menyala berbinar-binar.
Ketika aliran air berbalik, Tang Hao yang duduk bersila di dalam gua batu telah membuka matanya, kilau sukacita sesaat melintas di pupilnya. Meski sebagai Tuan Bergelar termuda di Benua, saat ini ia tak bisa menahan kekaguman pada kecemerlangan putranya. Dulu, untuk menyelesaikan tahap ini, dia membutuhkan waktu setengah tahun. Sedangkan Tang San yang bertekad baja, dengan bantuan bakat alaminya, hanya memerlukan tiga bulan.
Melompat ke tepian dari kolam, Tang San menggenggam Palu Tempa di satu tangan. Pertama yang dilihatnya adalah sorot mata sang ayah.
Pandangan Tang Hao menyapu tubuh putranya. Setelah tiga bulan ini, otot-otot Tang San terlihat semakin terdefinisi. Meski tidak membesar secara berlebihan, kulitnya memancarkan kilau samar. Dengan penglihatan seorang Tuan Bergelar, ia bisa melihat kekuatan eksplosif yang tersimpan di dalamnya.
"Ayah, aku berhasil. Delapan puluh satu pukulan." Tang San berkata pada Tang Hao dengan nada bangga. Delapan puluh satu pukulan, delapan puluh satu pukulan yang mengalir lancar, membuatnya dipenuhi kegembiraan atas pencapaian fisik dan mental ini.
Tang Hao mengangguk padanya, mengucapkan dua kata, "Bagus. Tapi kau harus bisa lebih baik lagi."
Sambil berkata demikian, Tang Hao mengambil Palu Tempa dari tangan Tang San. Dengan gerakan casual, palu itu melayang seperti meteor ke angkasa, menghilang dalam sekejap mata.
Tidak memperhatikan Tang San yang agak bengong, Tang Hao meraih sebuah pohon besar di sebelahnya. Tangannya menyusup ke batang pohon bagai pisau tajam, memotong seluruh pohon sehalus tahu.
Tangan Tang Hao mulai bergerak. Yang terlihat oleh Tang San hanyalah serpihan kayu beterbangan dan bayangan telapak tangan samar-samar milik ayahnya.
Perlu diketahui, Zijin Modong-nya sudah mencapai tahap puncak intensitas ketiga. Dengan ketajaman penglihatan sehebat ini pun ia tetap tak bisa melihat gerakan Tang Hao, membuktikan kecepatan yang luar biasa.
Saat Tang Hao berhenti, muncul kembali palu di tangannya - persis seperti Palu Tempa sebelumnya, tapi kali ini terbuat dari pohon yang baru dipotong.
Ia menyodorkan palu kayu itu ke tangan Tang San. "Latih Teknik Palu Angin Kacau dengan ini. Jika gagangnya patah, buat sendiri."
Setelah mengucapkan itu, Tang Hao kembali ke gua tempat tinggalnya. Instruksi sederhana itu menyembunyikan tugas yang jauh lebih sulit bagi Tang San.
Awal menerima palu kayu, Tang San tidak merasakan perbedaan berarti. Setelah tiga bulan terbiasa dengan palu tempa puluhan kilogram, palu kayu ini terasa ringan seperti kapas.
Saat kembali berenang menuju air terjun, prosesnya justru lebih mudah. Daya apung alami kayu dan bobotnya yang ringan menghemat hampir seperlima waktu tempuh menuju dasar air terjun.
Namun, ketika dia menaiki batu bundar di bawah air terjun, dia segera merasakan ketidakberesan. Di bawah daya hantam deras aliran air, tubuhnya goyah dan nyaris terhempas dari batu.
Perlu diketahui, latihan selama tiga bulan ini telah membuat tubuhnya sekokoh paku yang tertancap saat berdiri di batu. Tiba-tiba langkahnya menjadi labil, bagaimana mungkin dia tidak terkejut?
Tak lama kemudian, Tang San menyadari masalahnya. Palu tempa di tangannya telah berubah menjadi palu kayu dengan perbedaan berat yang signifikan. Pusat gravitasi dan familiaritasnya dengan aliran air pun berubah total.
Berat yang berbeda tentu membuat upaya mempertahankan keseimbangan semakin sulit. Setelah memahami hal ini, Tang San segera mengerti sebagian maksud Ayahnya.
Dengan kecerdikannya, setelah berhasil stabil, dia tidak langsung mengayunkan palu kayu. Dia berdiri kokoh sambil mengendalikan palu tersebut dengan ayunan lembut, merasakan sensasi palu dalam aliran air.
Palu kayu yang tampak ringan ini ternyata mendapat hambatan lebih besar di dalam air dibanding palu tempa sebelumnya. Ringannya bahan kayu dipengaruhi ganda oleh daya apung dan tekanan air, membuat kendali Tang San semakin sulit.
Ketika Tang San merasa sudah bisa berdiri stabil kembali, dia mulai menggunakan Teknik Palu Angin Kacau lagi.
Ayunan pertama dan kedua masih bisa ditahan meski tidak nyaman, namun saat ayunan ketiga, kerapuhan palu kayu langsung patah saat menembus tirai air. Sebuah palu kayu pun hancur.
Sejak hari itu, Tang San memasuki fase kedua pelatihan.
Dia tidak memiliki Tenaga Dalam, tidak bisa menyuntikkan Tenaga Dalam ke dalam palu kayu untuk melindunginya. Yang bisa dilakukannya adalah mengendalikan kekuatan fisik sebaik mungkin, memastikan palu kayu tidak patah oleh aliran air atau ayunannya sendiri meskipun terus menerus menambah tenaga.
Kesulitan yang tiba-tiba meningkat justru membuat Tang San semakin fokus. Pelatihan khusus yang lebih berat pun dimulai.
Sembilan bulan kemudian.
Dalam auman rendah yang memekakkan telinga, tirai air raksasa melambung ke langit. Kali ini bukan sebagian air terjun yang terangkat, tapi hampir seluruh bagian selebar 10 meter. Di bawah air terjun, siluet yang melompat itu memancarkan kilau sawo matang, berkilauan seperti emas di bawah sinar matahari.
Delapan puluh satu pukulan, Tang San sudah lupa ini merupakan rangkaian keberapa dari delapan puluh satu pukulan yang berhasil diselesaikannya.
