Tang San menatap ayahnya tanpa ragu. “Ayah, berjanjilah padaku. Aku sudah kehilangan Ibu, tak bisa kehilangan Ayah lagi.”
“Kau...” Tang Hao memandangi putranya, tertegun sejenak.
“Jika Anda tidak menyetujui saya, tubuh ini adalah pemberian Anda. Saya akan menemani Anda mati bersama.” Tang San mengendalikan Delapan Tombak Laba-laba hingga ketajamannya telah menempel di kulitnya sendiri. Bahkan dengan kekuatan Tang Hao sekalipun, mustahil untuk mencegahnya melakukan bunuh diri.
Melihat keteguhan di mata anaknya, Tang Hao tahu Tang San sama sekali tidak bercanda. Sejak kecil dia tidak pernah membangkang keinginannya. Tapi saat ini, putranya sepertinya telah sepenuhnya lepas dari kendalinya.
Wajah Tang San yang semakin tampan kini lebih menyerupai ibunya. Pandangan Tang Hao mulai kabur, seolah yang berdiri di depannya bukan anaknya melainkan sang istri.
“Ayah, jika Ibu masih hidup, dia pasti tidak ingin melihat Ayah mengabaikan diri sendiri. Demi saya dan Ibu, setujui lah permintaan saya.”
Menarik napas dalam, Tang Hao mendongak ke langit sambil menghela, “Tampaknya aku memang sudah tua, benar-benar tak bisa berbuat apa-apa lagi. Baiklah. Setelah kau dewasa, aku akan menemani makam ibumu. Ayo pergi.”
Usai berkata, dia berjalan ke depan tanpa menoleh kembali.
Kompromi sang ayah membuat Tang San lega, senyum tulus mengembang di wajahnya saat bergegas menyusul ayahnya.
Sebelum menuju jalan resmi, Tang Hao membawa Tang San ke tepi sungai kecil.
“Lihatlah penampilanmu sekarang.”
"Tang San tertegun sejenak, penampilanku sekarang?" Ia menunduk melihat tubuhnya sendiri, tidak merasakan perubahan signifikan selain otot yang tak lagi setonjol sebelumnya, namun koordinasi seluruh tubuhnya justru semakin membaik.
Saat berjalan ke tepi sungai, Tang San tak bisa menahan keterkejutannya ketika melihat bayangannya di permukaan air.
Kulitnya yang lebih pucat beberapa tingkat dari sebelumnya, sepasang mata biru tua yang berkilau penuh vitalitas, rambut panjang bergelombang biru tua yang indah, wajah tampan dengan aura ketegasan yang terpancar, wajahnya tampak tajam seperti diukir pahat, memancarkan kilau spiritual yang terkandung dalam diri.
"Ini...ini aku?" Jika dulu Tang San terlihat biasa-begitu, kini penampilannya jelas setara dengan Dai Mubai dan Oscar walau dengan gaya berbeda. Kini mustahil orang tak akan memperhatikannya seperti dulu.
"Matamu membesar, semakin mirip ibumu. Mewarisi pembuluh darahnya, tentu juga harus mewarisi gen yang selama ini tersembunyi dalam tubuhmu." Tang Hao berkata dengan nada melankolis.
Tang San mengusap wajahnya yang halus, "Ibu..." Ekspresinya berubah lembut. Dalam hati ia tersenyum getir, bertanya-tanya apakah Xiao Wu dan yang lain masih bisa mengenalinya.
Memperhatikan bayangan di sungai lebih seksama, yang berubah bukan hanya penampilan fisik. Bahkan aura tubuhnya kini terlihat lebih elegan dan tenang, persis seperti remaja tampan nan anggun.
“Ayah, Ibu sebenarnya adalah orang seperti apa?” Tang San tak lagi bisa menahan kebingungan di hatinya, bertanya pada sang ayah. Siapakah sebenarnya ibu? Mengapa ibu memiliki Hunwu Kaisar Blue Silver Grass?
Tang Hao menggelengkan kepala, "Sudah kukatakan, ketika kau menyelesaikan semua pelatihan khusus dariku, aku akan memberitahumu ini. Ayo pergi. Kita menuju tempat yang seharusnya kau tuju."
Memulai perjalanan kembali, Tang Hao kembali menjadi pendiam. Dari posisi matahari di langit, Tang San bisa menyimpulkan bahwa mereka terus berjalan ke utara. Tentang tujuan akhirnya, dia tak tahu. Hanya udara yang semakin dingin.
Tang Hao tetap melanjutkan perjalanan melalui jalur liar di pegunungan. Dinginnya udara luar tak berarti apa-apa bagi mereka.
Setelah lima belas hari mengembara tanpa tempat tinggal tetap.
Di depan terlihat sebuah kota kecil. Ini pertama kalinya Tang San melihat pemukiman sejak memulai pelatihan khusus Tang Hao. Perasaan aneh tak terelakkan muncul di hatinya.
Kota kecil ini tampak tidak besar, namun begitu menginjakkan kaki, Tang San merasakan atmosfer sekitar yang agak ganjil. Dia tak bisa menjelaskan mengapa, tapi merasa setiap orang di sekitarnya memancarkan hawa dingin yang spesial.
Tang Hao membawa Tang San masuk ke sebuah kedai minuman di kota itu.
Udara di dalam kedai terasa pengap. Tang San memperhatikan bahwa semua dekorasi di sini berwarna hitam pekat. Meski di luar masih siang, masuk ke sini terasa seperti memasuki dunia gelap yang lembap.
Saat itu, sekitar tiga puluh persen kursi terisi. Meski udaranya pengap, jarang ada yang berbicara sehingga suasana terasa sangat sunyi.
Kedatangan Tang Hao dan putranya Tang San menarik banyak perhatian, namun sebagian besar hanya melirik sekilas sebelum mengalihkan pandangan.
Tang Hao menemukan tempat duduk di sudut paling pinggir dan duduk bersama putranya. Seorang pelayan berbaju hitam dengan ekspresi wajah tak berperasaan mendekati mereka.
"Pesan apa?"
Tang Hao berkata dengan nada dingin, "Bawakan dua gelas Bloody Mary untukku."
Ekspresi wajah pelayan berubah sedikit, "Anda yakin?" Tatapan dingin Tang Hao membuatnya segera pergi tanpa bicara lebih lanjut.
Beberapa saat kemudian, dua gelas cairan keruh dihidangkan. Cairan berwarna merah tua itu mengeluarkan aroma amis menyengat seperti darah segar.
Tang San mengerutkan kening, namun Tang Hao langsung menenggak satu gelas hingga habis. Ia menatap putranya, "Minum ini."
Tang San ragu sejenak sebelum perlahan mengambil gelasnya, "Ayah, ini apa?"
Tang Hao melotot padanya, mengulangi, "Minum ini."
Tang San menarik napas dalam, menutup mata rapat-rapat, lalu menenggak cairan itu sekaligus.
Cairan itu terasa asin dengan sedikit rasa asam. Aroma darah yang kuat langsung membanjiri indera perasa dan penciumannya.
Tang Hao memandanginya dengan tenang, "Ini adalah secangkir darah manusia."
"Apa?!" Ekspresi wajah Tang San langsung pucat pasi. Sesaat kemudian, ia sudah miringkan kepala dan muntah tak terkendali.
Muntah-muntah hebat memecah kesunyian di kedai minum, menarik perhatian semua pengunjung. Gelak tawa pecah.
"Anak ayam dari mana ini? Pulanglah! Ini bukan tempat untukmu."
"Segelas Bloody Mary saja tidak bisa ditahan, masih berharap dapat izin masuk?"
"Haha, pulanglah menyusu pada ibumu!"
Berbagai suara mesum memenuhi kedai, para pemabuk seolah menemukan pelampiasan tekanan mereka, menghujani Tang San tanpa ampun.
Meski telah mengosongkan isi perutnya, bau anyir itu tak kunjung hilang. Tang San hampir memuntahkan empedunya.
Saat ia mengangkat kepala dengan susah payah memandang ayahnya, Tang Hao mengangkat tangan menunjuk para pengejek itu, "Bunuh mereka."
Tawa ejekan terhenti mendadak. Pandangan semua orang pada Tang Hao menjadi penuh kecurigaan.
Tang San juga tidak menyangka ayahnya akan memberikan perintah seperti ini, hatinya langsung diliputi keraguan.
Tang Hao bersuara berat: "Bukankah kau pernah berjanji akan menyelesaikan urusanku yang tertunda? Kalau begitu, lakukan seperti kataku."
Menarik napas dalam untuk menekan rasa mual, Tang San perlahan bangkit.
Suara Tang Hao bergema dari belakang: "Bersikap baik pada musuh berarti kejam pada diri sendiri. Semua orang yang bisa sampai di sini pantas mati. Termasuk kau dan aku. Bunuh mereka, jangan tinggalkan satu pun."
Sebelum Tang San bertindak, seorang pria kekar yang paling dekat dengannya sudah melompat bangkit, "Laozi akan membunuhmu dulu!"
Pisau telinga sapi menusuk dari sudut tak terduga, mengarah tepat ke posisi jantung Tang San. Orang ini jelas berpengalaman, sudut tusukannya tepat masuk melalui celah tulang rusuk.
Aura membunuh, apakah ayah sedang mencetak aura pembunuhan dalam diriku? Tang San bergerak. Dia memang bukan orang penyayang, berbaik hati pada musuh berarti menganiaya diri sendiri.
Tangan kiri menyambar secepat kilat, *brak* sudah mencengkeram pisau yang menusuk. Pria bersenjata itu merasa pisaunya seperti menancap di batu keras, tak bisa maju atau mundur.
Tang San melangkahkan kaki kanan ke depan. Matanya sudah membeku, rasa darah masih tersisa di mulutnya, dingin yang menusuk memancar dari biji matanya.
Braak! Bahu Tang San menghantam dada pria kekar itu. Lapisan cahaya putih tiba-tiba menyembur dari dalam tubuhnya. Bukan untuk menyerang, tapi menahan semburan darah segar dari mulut pria itu.
Badan kekar itu terlempar ke belakang. Seluruh bagian dadanya ambruk, suara tulang-tulang remuk yang membuat gigi ngilu menggema ke setiap sudut kedai minuman.
Tang San bergerak. Gerakannya sederhana tapi penuh tenaga.
Blue Silver Grass kristal beterbangan, menyebar gila-gilaan ke segala penjuru.
Saat ini, dia sudah melihat jelas bahwa di dalam kedai minum selain ayah-anaknya dan pelayan, terdapat 23 tamu. Satu orang terbunuh akibat tubrukan dengannya, tersisa 22 orang.
Dari 22 orang tersebut, lima orang sedang melepas Soul Power dengan cepat. 17 orang sisanya tanpa ragu-ragu mengeluarkan senjata mereka. Tak seorang pun melarikan diri.
"Ini ujian, ujian dari Kota Pembunuhan. Bunuh dia, kita bisa masuk ke Kota Pembunuhan." Entah siapa yang berteriak, mata semua orang menjadi merah menyala. Seperti orang gila mereka menyerbu Tang San.
Dari 22 orang, hanya lima yang merupakan Ahli Jiwa. Yang terkuat hanya memiliki empat Cincin Jiwa.
Gelombang aura biru mulai berkobar, menyertai Blue Silver Grass yang tiba-tiba menyebar. Lima Cincin Jiwa muncul diam-diam di tubuh Tang San.
Kuning, Ungu, Ungu, Hitam, Hitam. Lima Cincin Jiwa mengerikan itu muncul dalam kesunyian.
