Setelah melewati Gerbang Api Merah-Emas yang terbentuk dari ritual persembahan Bo Saixi, Tang San tiba di depan Kuil Dewa Laut sejati. Tapi selubung cahaya keemasan di sekeliling kuil menghalanginya. Langsung terpikir metode paling langsung: menerobos paksa. Tanpa Hati Dewa Laut, ini satu-satunya cara yang bisa dia lakukan.
Saat Tang San akan mengonsentrasikan energi dalam dirinya untuk meluncurkan serangan, suara dingin tiba-tiba terdengar lagi, "Merusak penghalang isolasi Kuil Dewa Laut akan menyebabkan kuil hancur akibat tekanan air laut."
Energi yang baru terkumpul terpaksa dibatalkan karena peringatan ini. Alis Tang San berkerut. Bagaimana mungkin? Jika tak bisa merusak lapisan pelindung ini dan tak memiliki Hati Dewa Laut, bagaimana cara memasuki Kuil Dewa Laut?
Seandainya orang lain, mungkin akan langsung menoleh untuk memeriksa arah kedatangan semula - apakah pintu api keemasan kemerahan masih ada? Jika masih, setidaknya ada jalan mundur. Tapi Tang San tidak melakukannya. Dalam hatinya, tak ada lagi jalan mundur. Untuk warisan Dewa Laut, Bo Saixi Sang Dou Luo Dewa Laut telah mengorbankan nyawanya. Mustahil baginya untuk mundur sekarang.
Memandangi lapisan pelindung di depannya, Tang San berusaha tetap tenang. Meski gelisah, panik tak akan menyelesaikan masalah di saat kritis ini.
Hati Dewa Laut adalah kunci melewati lapisan pelindung ini. Jelas karena itu merupakan lambang otoritas Dewa Laut. Dirinya telah melewati 8 ujian Dewa Laut untuk sampai di sini, tak mungkin dihalangi begitu saja. Masalahnya jelas: cara terbaik adalah membuktikan kepada lapisan pelindung ini bahwa dirinya adalah kandidat terpilih Dewa Laut. Jika berhasil, apakah keberadaan Hati Dewa Laut masih relevan?
Memikirkan hal ini, Tang San memusatkan perhatiannya, mengeraskan seluruh kekuatan spiritualnya lalu perlahan menyuntikkannya ke dalam Bekas Trisula Dewa Laut di dahinya.
Cahaya keemasan pekat memancar dari Bekas Trisula Dewa Laut, menerangi lapisan pelindung cahaya di depannya. Seperti yang diduga Tang San, lapisan pelindung itu sedikit gemetar di bawah kilauan Dewa Laut, sementara suara petunjuk dingin sebelumnya tidak lagi terdengar.
Lapisan pelindung ini pada dasarnya sangat keras, namun Tang San menemukan bahwa di bawah pancaran Kilauan Dewa Laut-nya, lapisan itu mulai melunak secara bertahap. Meski tetap efektif menahan air laut, pelindung yang melunak ini jelas membangkitkan harapan dalam hati Tang San.
Kilauan Dewa Laut terus mengalir keluar. Bersamaan dengan itu, Tang San mulai mengendalikan Kilauan Dewa Laut untuk menyelubungi tubuhnya, lalu perlahan mendekatkan tubuhnya ke bagian yang telah melunak oleh pancaran cahaya ilahi tersebut.
Pada awalnya sangat sulit, tetapi di bawah pengaruh Kilauan Dewa Laut, tubuh Tang San perlahan mulai menyatu dengan lapisan pelindung itu. Air laut memang sudah membuat tercekik, sehingga tercekik lagi dalam lapisan ini tidak menjadi masalah. Tentu saja, Tang San tidak bermaksud menghancurkan lapisan itu. Dia masih mengingat jelas petunjuk suara kedinginan itu. Setelah seluruh tubuhnya menyatu dengan lapisan pelindung, melalui Kilauan Dewa Laut yang melunakkan lapisan tersebut, Tang San menancapkan kedua tangannya ke kedua sisi lapisan, perlahan menutup kembali bagian yang terbuka oleh tubuhnya, menyatukannya, lalu menyuntikkan Kilauan Dewa Laut lebih kuat sebagai perekat untuk menyambung celah tempat dia masuk. Dengan cara ini, meski bagian dalam hancur, lapisan luar tetap tertutup rapat, mampu menjadi penghalang invasi air laut.
Setelah berulang kali memastikan lapisan pelindung sudah tertutup sempurna tanpa celah, barulah Tang San menyuntikkan lebih banyak Kilauan Dewa Laut ke posisi di bawah tubuhnya, membuat lapisan itu semakin lunak. Bersamaan itu, bilah utama trisula Dewa Laut mulai menusuk lapisan pelindung dengan suntikan Soul Power-nya.
Tak dapat dipungkiri, pelindung cahaya ini sangatlah tangguh. Tanpa peran Kilauan Dewa Laut, Tang San harus meledakkan Cincin Jiwa untuk sementara mendapatkan energi yang melampaui kekuatannya sendiri agar bisa mengatasinya. Namun dengan Kilauan Dewa Laut, resistensi pelindung ini berkurang drastis. Akhirnya, dengan tusukan trisula Dewa Laut sekuat tenaga dari Tang San, "puuut" - seluruh tubuhnya terasa ringan. Ia berhasil melepaskan diri dari pelindung dan terjatuh ke bawah. Sementara pelindung cahaya di atas tetap utuh tanpa perubahan.
Kebijaksanaan adalah kekuatan tak terbatas. Tang San tahu, ujian pertama ini akhirnya berhasil ia lewati.
Kemampuan terbang dari Tulang Kaki Kanan Blue Silver Emperor diaktifkan. Mengendalikan tubuhnya di udara, Tang San mulai mendarat di depan Kuil Dewa Laut.
Dari kejauhan, kemegahan aula ini sudah terlihat jelas. Namun ketika benar-benar melayang di depannya, ia tak bisa menahan diri untuk tidak terpukau sekali lagi.
Berdiri di depan Kuil Dewa Laut, Tang San merasa dirinya begitu kecil. Segala sesuatu di sekitarnya sunyi senyap. Memandang ke atas, air laut di luar pelindung cahaya masih memancarkan biru jernih yang sama.
Menarik napas dalam, ia menyesuaikan kembali kekuatan spiritual yang terkonsumsi saat mengatasi pelindung tadi. Dengan trisula Dewa Laut di genggaman, Tang San melangkah gagah menuju kuil suci Dewa Laut.
Dua pintu besar menghalangi jalan Tang San. Kuil Dewa Laut mencapai ketinggian 200 meter. Pintu kuil setinggi ratusan meter yang muncul di hadapannya memiliki ketebalan yang tak terukur. Kedua daun pintu dihiasi ukiran - di sisi kiri terdapat patung Dewa Laut perkasa yang memegang trisula Dewa Laut sambil menginjak ombak, sedangkan sisi kanan menggambarkan Dewa Laut sedang menyerang dengan trisula ke arah paus raksasa yang muncul dari air laut, yaitu Raja Paus Iblis Samudra Dalam yang pernah dibunuh Tang San untuk memperoleh Cincin Jiwa badan.
Hanya dengan berdiri di depan pintu ini, Tang San dapat merasakan guncangan hebat dari pola ukiran tersebut. Meski ukirannya tak terlalu detail, ia seolah dibawa ke dalam adegan epik dimana Dewa Laut sedang mengarungi lautan luas.
"Yang Mulia Dewa Laut, Tang San datang untuk menerima warisanMu," seru Tang San keras. Kedua tangannya menggenggam trisula Dewa Laut sambil membungkuk memberi hormat ke arah pintu besar.
"Kau telah kehilangan Hati Dewa Laut, masih berani mengharapkan warisan kekuatanku?" Suara berwibawa yang membuat jiwa gemetar tiba-tiba bergema. Tekanan tak kasat mata membuat Tang San sulit bernapas.
Menundukkan kepala, menatap trisula Dewa Laut di tangannya, mata Tang San memancarkan ekspresi malu, "Benar, aku telah kehilangan Hati Dewa Laut. Hati Dewa Laut telah memilihku, tapi aku gagal menjaganya. Namun, aku tetap datang untuk mewarisi kekuatanmu. Aku butuh kekuatanmu untuk melindungi keluargaku, sahabatku, juga untuk membalaskan dendam atas hancurnya Hati Dewa Laut. Berilah aku kesempatan, aku rela menerima hukuman atas kehancuran Hati Dewa Laut ini."
"Kalau begitu, masuklah ke dalam."
"Boom boom boom..." Dentuman bergema beruntun menyertai dua pintu raksasa setinggi ratusan meter yang perlahan terbuka ke arah dalam Kuil Dewa Laut. Seketika, cahaya keemasan menyilaukan menyembur dari kuil itu, membuat Tang San sulit membuka mata. Kekuatan sakral yang dahsyat menyelubunginya, perasaan tak berdaya itu kembali menyergap hatinya. Saat ini, ia merasa seperti butiran pasir yang terendam di tengah lautan, begitu tak berarti.
Inikah tekanan aura dewa? Di wajah Tang San tiba-tiba muncul senyuman penuh kepercayaan diri. Pernah menghadapi dewa sejati meski saat itu Qian Renxue masih dewa yang belum matang, tapi dia tetap seorang dewa. Saat itu kekuatan Tang San masih jauh di bawah sekarang, tapi dia berani bertarung melawan Qian Renxue dan selamat. Bagaimana mungkin jarak antara dirinya dengan dewa bisa begitu besar? Yang kurang hanyalah satu langkah terakhir ini. Lagipula, sekalipun dirinya hanyalah butiran pasir di lautan, butiran pasir ini akan mengaduk seluruh lautan.
Dorongan inilah yang membuat senyuman Tang San dipenuhi keyakinan. Dengan langkah gagah, meski tubuhnya tak berarti dibanding kemegahan Kuil Dewa Laut saat ini, dia telah memposisikan diri sebagai pusat gravitasi tempat ini.
Di dalam aula besar Kuil Dewa Laut, tiga puluh enam pilar raksasa di kedua sisi menopang atap kuil. Sebuah lorong selebar 300 meter di bagian tengah membentang hingga ke bagian terdalam. Di ujung lorong terdapat kursi raksasa tempat duduk tegak seorang manusia raksasa.
Tang San berhenti, tertegun sejenak. Raksasa itu penampilannya tak berbeda dengan manusia biasa. Sebuah jubah putih berpinggir emas menyelimuti tubuhnya, di kepala terdapat cincin trisula. Di tengah cincin tersebut, terpasang permata biru air. Siluetnya terasa sangat familiar, mirip dengan penampakan Dewa Laut yang pernah dilihat Tang San dari proyeksi Hati Dewa Laut. Hanya saja dulu yang ia lihat hanyalah bayangan samar, sedangkan kini hadir wujud nyata.
Dewa Laut?
Wajah Dewa Laut terkesan kuno, tak terlalu tampan namun penuh kewibawaan. Sorot matanya yang tenang namun tegas mengikuti setiap langkah Tang San di ujung lorong. Kilauan samar berputar di bola matanya. Tekanan dahsyat yang sebelumnya dirasakan di luar, kini semakin menggumpal di sini. Bagi Tang San, sensasinya persis seperti saat pertama kali memasuki Kilauan Dewa Laut dalam Ujian Pertama Dewa Laut. Bedanya dulu yang ia tanggung adalah tekanan fisik, sedangkan kini gempuran itu menusuk hingga relung jiwa terdalam.
"Salam hormat, Yang Mulia Dewa Laut. Tak kusangka upacara warisan ini langsung dipimpin oleh Yang Mulia." Tang San cepat menguasai diri setelah keterkejutan awal. Dengan pola pikir "segala yang ada pasti memiliki alasan", ia menatap tenang ke arah dewa di ujung koridor, berkata santun namun tegas.
"Melihatku, mengapa tak bersujud?" Gempita suara Dewa Laut mengguncang ruang, sarat tekanan tak kasat mata.
Tang San berkata dengan tenang, \"Aku hanya penerus warisanmu, bukan hambamu. Mengapa harus bersujud?\"
Dewa Laut tersenyum, perlahan bangkit dari kursinya. Saat berdiri, aura yang dipancarkannya bagai tekanan gunung Tai. Perlu diketahui, tinggi Yang Mulia Dewa Laut ini mencapai lebih dari ratusan meter.
\"Apakah kau tidak puas karena ritual persembahan Bo Saixi?\" Dewa Laut tersenyum kepada Tang San.
Tang San menjawab, \"Selain bantuan Sesepuh Bo Saixi padaku, lihatlah pengabdian seumur hidupnya menjaga kuilmu dan Pulau Dewa Laut. Namun akhirnya ia mengakhiri hidup dengan ritual persembahan. Menurutmu, apa yang harus kurasakan?\"
Tang San tahu menentang dewa bukan tindakan bijak. Tapi begitu teringat kematian Bo Saixi, hatinya dipenuhi kemarahan suci.
Dewa Laut berucap datar, \"Dia hanya kembali ke pelukanku. Hidup atau mati, apa bedanya? Terkadang hidup lebih menyiksa daripada mati. Bahkan para dewa pun mengalaminya.\"
Tang San menyunggingkan senyum dingin, \"Jadi, kaulah yang menentukan takdirnya, bukan?\"
Dewa Laut menggelengkan kepala, “Tidak, kamu salah. Dialah yang menentukan takdirnya sendiri. Bahkan dewa pun tak bisa menentukan takdir manusia. Itu adalah pilihannya. Setiap orang punya pilihan sendiri, termasuk kamu. Kehadiranmu di sini adalah pilihanmu. Leluhur Bo Saixi adalah pengikut yang berperang bersamaku di lautan. Hampir semua leluhur penduduk asli Pulau Dewa Laut seperti itu. Mereka menjaga pulau ini bukan hanya untuk menantikan kedatangan penerus warisan sepertimu, tapi juga untuk melestarikan kenangan itu. Itu pilihan mereka, bukan permintaanku. Yang kutinggalkan hanyalah metode menuju ke sini, tak pernah kuwajibkan dia melakukan ini. Hanya ketika Pendeta Tertinggi Pulau Dewa Laut menganggap ini layak, barulah dipilih. Mengertikah?”
Tang San tak menyangka Dewa Laut akan menjelaskan dengan tenang seperti ini. Benar, setiap orang punya pilihan sendiri, itu tak salah. Hanya, ritual persembahan Bo Saixi tetap tak bisa membuatnya lega.
Dewa Laut tersenyum lagi, “Kematian setiap orang sesungguhnya adalah pemisahan jiwa dan tubuh. Tang San, jawablah. Mana yang lebih penting bagi manusia: tubuh atau jiwa?”
Tang San berkata, “Dalam arti tertentu, tubuh bisa dianggap wadah jiwa. Tapi tanpa tubuh, mungkinkah jiwa tetap ada? Mungkin akan sirna.”
Dewa Laut mengangguk, berkata: "Karena kamu mengerti prinsip ini, aku akan mudah menjelaskannya padamu. Benar, jiwa manusia biasa akan sirna segera setelah kematian. Bahkan Ahli Jiwa pun tidak terkecuali. Tapi setelah Bo Saixi melakukan ritual persembahan, meski raganya mati, jiwanya tidak akan sirna. Dengan bimbingan kekuatanku, jiwanya akan pergi ke dunia lain. Tempat yang dituju semua jiwa dewa setelah kematian."
"Dunia tempat jiwa dewa pergi setelah mati?" Tang San memandang Dewa Laut dengan kebingungan.
Dewa Laut tersenyum tipis, "Tidak pernah ada pengorbanan sia-sia. Bagaimana mungkin aku tidak tahu pengorbanan Bo Saixi? Yang bisa kulakukan adalah menganugerahi jiwanya kekuatan keabadian. Keabadian jiwa hanya bisa dicapai dewa. Meski seumur hidup raganya tak mencapai tingkatan dewa, setelah kematiannya dia setara dengan dewa. Masihkah kamu anggap pengorbanannya sia-sia? Lagipula, aku tahu isi hati Bo Saixi. Saat kakekmu mati, sebagian jiwanya sudah terpengaruh energi dewa. Kubantu menyempurnakannya agar jiwanya bisa terus bertahan. Dengan begini, meski di dunia manusia mereka sudah mati, jiwa mereka takkan pernah terpisah. Sekarang, menurutmu: Apakah lebih baik Bo Saixi hidup atau mati?"
"Ini..." Tang San memandang Dewa Laut dengan tertegun tak berkutik, tak bisa bersuara. Tapi yang pasti, kemarahan di hatinya telah sirna tanpa disadari.
“Bukankah kamu sudah lama menduga bahwa dewa sebenarnya adalah tingkat tertinggi yang dicapai ketika kekuatan manusia mencapai batas tertentu? Benar, tebakanmu sangat tepat. Jadi, sebenarnya dewa juga manusia. Karena itu, umur dewa juga terbatas. Hanya saja dibandingkan manusia, jauh lebih panjang. Saat dewa mati, jiwa mereka tidak akan menghilang seperti manusia, melainkan berubah menjadi jiwa dewa. Jiwa dewa tidak akan tinggal di dunia manusia, paling lama hanya beberapa tahun, sementara jiwa dewa itu sendiri harus memasuki dimensi lain. Harus masuk ke dimensi lain. Kamu bisa memahaminya sebagai dunia para dewa. Lorong antara dunia dewa dan manusia bersifat satu arah, hanya jiwa dewa yang bisa masuk ke dunia dewa, manusia mustahil memasukinya, dan jiwa dewa juga tidak bisa keluar dari sana.”
Saat mengatakan ini, ekspresi Dewa Laut menunjukkan kepasrahan, “Jika bisa memilih reinkarnasi sebagai manusia, sebenarnya aku lebih memilih tidak menjadi dewa. Kehidupan di dunia dewa jauh lebih membosankan dibanding dunia manusia. Tahukah kamu? Bahkan aku agak iri pada Bo Saixi, karena jiwa dewanya bisa menemukan kekasih hati di dunia dewa, tidak kesepian. Kesepian adalah hal yang paling menakutkan. Di dunia dewa, semua adalah jiwa dewa abadi, kekuatan fisik sama sekali tidak berarti.”
Tang San tak kuasa bertanya, “Apakah Yang Mulia tidak bisa mencari kekasih hati sendiri?”
Dewa Laut tertawa getir, "Kau pikir semudah itu? Lagipula, aku yang sekarang tidak mampu melakukannya. Sebab, posisi dewaku belum diwariskan, bukanlah roh dewa yang bebas beban. Setelah menunggu begitu lama, akhirnya kupilih dirimu. Kau pun tidak mengecewakanku, bertahan sampai langkah ini. Kau luar biasa, bahkan melebihi perkiraanku. Semula kukira setelah tiba di sini dan bertemu denganku, kau akan mencari segala cara untuk mewarisi posisi dewaku terlebih dahulu. Tapi kau justru berani menantang wibawaku karena kematian Bo Saixi. Hanya dari sifatmu ini saja, kau sudah layak mewarisi kekuatan fisikku."
Tang San menatap trisula Dewa Laut di tangannya, "Sayangnya, aku gagal bertahan menjaga Hati Dewa Laut. Kekuatan ilahi Yang Mulia telah menyelamatkanku bukan hanya sekali."
Dewa Laut menghela napas, "Saat masih di dunia manusia, Jalan Menuju Dewa-ku adalah yang tercepat. Seumur hidupku kuhabiskan untuk menaklukkan lautan. Setelah tiba di dunia para dewa, barulah aku menyesal. Karena aku tidak memiliki seorang teman pun yang bisa berlatih hingga tingkat dewa sepertiku. Sebenarnya, aku tidak seharusnya menemuimu yang mewarisi posisi Kedewaan Dewa Laut ini. Tapi bagiku, ini adalah kesempatan langka untuk berkomunikasi dengan manusia. Untung Dewa Rahsa itu tidak merebutmu. Mewarisi energi dewa adalah proses yang sangat menyakitkan. Tanpa perlindungan Senjata Dewa, kesehatanmu mungkin tidak akan bertahan. Tapi kau berbeda dengan manusia biasa, kau memiliki dua Hunwu. Konfigurasi Cincin Jiwa-mu bahkan membuatku terkejut, memberimu syarat fisik yang jauh melebihi orang normal. Namun satu hal kuperingatkan: Jangan gunakan kekuatan Haotian Hammer-mu selama proses warisan. Karena ia telah ditembus oleh energi Dewa Rahsa, bisa mengganggu proses transfer energiku. Warisanmu terbagi menjadi delapan bagian, masing-masing dengan kesakitan dan ujian berbeda. Dengan kondisi fisikmu, ada kesempatan untuk berhasil. Ingatlah: Apapun kesakitan yang kau alami, pertahankan hati yang murni. Hanya dengan keyakinan yang tak tergoyahkan, Dewa Laut baru akan lahir."
Jika Qian Renxue bisa melihat pemandangan ini saat ini, pasti dia akan sangat kecewa. Sama-sama menerima warisan Kedewaan, mengapa perlakuan ini bisa begitu berbeda? Saat dia menerima warisan dulu, tidak ada seorang pun yang membimbingnya, roh Dewa Malaikat pun sama sekali tidak berkomunikasi dengannya. Meski akhirnya berhasil mewarisi, namun karena iblis hati, muncul beberapa kecacatan, bahkan meninggalkan "kelemahan" besar bernama Tang San dalam hatinya. Sedangkan Tang San saat ini, dengan bimbingan langsung roh Dewa Laut - meski sang dewa tidak banyak bicara - komunikasi ini pertama-tama menghilangkan hambatan mental Tang San terkait kematian Bo Saixi dan kakek buyutnya Tang Chen, memungkinkannya fokus total pada proses pewarisan. Kedua, roh Dewa Laut juga menjelaskan seluruh proses pewarisannya, yang tentu akan mempermudah jalan Tang San dan memperkuat keyakinannya.
Jika proses pewarisan Kedewaan bisa menggunakan jalan belakang, maka kasus Tang San ini jelas termasuk. Tentu saja, dia tidak tahu proses yang dialami Qian Renxue saat mewarisi, sehingga mustahil menyadari keunggulan besar yang dimilikinya dalam pewarisan Kedewaan ini.
Namun Dewa Laut tampaknya merasa petunjuknya belum cukup, lalu menambahkan, "Oh ya, lupa memberitahumu. Bola misterius yang kau ambil dari kepala Raja Paus Iblis Samudra Dalam itu akan digunakan di bagian akhir proses pewarisan. Ini akan menghemat banyak kesulitanmu."
Mendengar perkataan Dewa Laut, Tang San tersentak dalam hatinya, buru-buru bertanya: "Kalau begitu, apakah warisan terakhirku berkaitan dengan trisula? Apakah mutiara paus itu bisa membantuku memulihkannya?"
Mendengar pertanyaan Tang San, ekspresi wajah Dewa Laut berubah drastis, kelembutan sebelumnya lenyap seketika. "Kau yang menerima warisan atau aku? Cukup bicara. Warisan dimulai sekarang." Sambil berkata demikian, mata Dewa Laut tiba-tiba menyala bagai dua matahari. Tang San merasakan jiwanya seperti tersedot masuk, segala sesuatu di sekitarnya menjadi tidak nyata. Udara dipenuhi kabut keemasan yang mengepul, bahkan gelembung-gelembung emas bermunculan. Dalam distorsi dahsyat itu, ia pun perlahan tersesat.
Kilatan cahaya muncul. Sebuah bola cahaya emas raksasa terlihat di posisi depan dada Dewa Laut. Seketika, cahaya menyilaukan menerangi seluruh Kuil Dewa Laut yang berguncang hebat. Dalam ritme gila yang seakan ingin memurnikan segalanya.
Hmm——, Tang San yang tersesat dalam cahaya keemasan menghilang bersama ledakan bola emas raksasa itu. Kuil Dewa Laut pun pulih seiring menghilangnya cahaya keemasan.
Dewa Laut menghela nafas, mengusap dahinya yang sebenarnya tidak mungkin berkeringat, menatap tempat Tang San menghilang sambil bergumam: "Bocah ini terlalu cerdik, untung reaksiku cepat sehingga kecerdikannya tidak mencelakainya sendiri. Hmm, lagipula aku tidak memberinya petunjuk jelas, bahkan Penegak Hukum Dunia Dewa pun tak bisa menyalahkanku. Hehe, hehehehe..."
Seandainya Tang San melihat penampilan Dewa Laut seperti ini, mungkin ia akan tertegun tak berkutik mengingat seorang rekan. Senyum di wajah Dewa Laut saat ini persis seperti saat Paman Sosis Besar Oscar tersenyum paling jorok. Tak tersisa sedikitpun kesan kewibawaan sebelumnya.
"Hmm--" Tiba-tiba suara dengusan dingin bergema, membuat seluruh Kuil Dewa Laut bergetar hebat. Dewa Laut yang tadi masih tersenyum jorok langsung siaga, senyumnya membeku, kewibawaan dewanya kembali muncul. Ia berbalik dan menatap tajam ke area masuk Kuil Dewa Laut.
Sebuah siluet setinggi dirinya namun seluruh tubuhnya terbungkus pola magis merah tua perlahan memasuki kuil. Setiap langkahnya mengguncang Kuil Dewa Laut yang mahabesar ini. Cahaya merah tua menyelimuti tubuhnya, membuat rupanya tak bisa dilihat jelas. Hanya samar terlihat ia mengenakan baju zirah bertatahkan pola magis merah tua.
Udara di seluruh Kuil Dewa Laut seolah membeku, ekspresi wajah Dewa Laut juga tampak agak berubah. "Raksasa Pembunuh, untuk apa kau datang ke sini?"
Pria yang disebut Dewa Laut sebagai Raksasa Pembunuh berkata dingin: "Poseidon, apa yang telah kau lakukan sendiri, tidakkah kau menyadarinya?" Suara pria yang seluruh tubuhnya terbungkus baju zirah berpola magis merah tua ini bergema seperti dentingan logam. Setiap kata yang terucap membuat udara sekitar terasa semakin dingin.
Dewa Laut mencebikkan bibirnya dengan ekspresi meremehkan. "Aku sama sekali tidak tahu apa yang kau maksud."
"Kau pura-pura bodoh." Raksasa Pembunuh bersuara tajam. "Kau tidak hanya turun langsung ke tempat warisan, tapi juga memberikan petunjuk pada penerus warisan, bahkan mencoba mengurangi kesulitan ujian warisannya. Kau telah melanggar aturan dunia para dewa. Kau tahu konsekuensinya. Pelanggar aturan dunia dewa harus dihabisi."
Ekspresi wajah Dewa Laut berubah drastis, suaranya menjadi sama dinginnya. "Raksasa Pembunuh, jangan asal tuduh. Jangan kira karena kau penegak hukum dunia dewa, kau bisa sembarangan memfitnah dewa baik. Telinga mana yang mendengar aku memberi petunjuk untuk mengurangi kesulitan warisan?"
Raksasa Pembunuh kini telah melangkah hingga lima langkah di depan Dewa Laut. Dua prajurit tingkat dewa bertubuh tinggi itu saling berhadapan. "Apa yang kau katakan pada manusia bernama Tang San tadi, apakah kau sendiri sudah lupa?"
Tiba-tiba Dewa Laut tertawa, bahkan lebih jorok dari sebelumnya. "Haha, hahahaha..."
Mata merah darah Raksasa Pembunuh langsung menjadi lebih dingin, "Kau tertawa apa? Apa kau pikir bisa lolos dari hukuman dunia para dewa?"
Dewa Laut memandang Dewa Rahsa dengan sikap menggoda, "Siapa bilang perbuatanku melanggar aturan? Wahai Rahsa, semua tindakanku tetap dalam koridor aturan dunia dewa. Tak tahukah kau tentang konsep daya serap melebihi batas pada penerus warisan?"
"Daya serap melebihi batas? Maksudmu, Tang San itu..."
Sebelum Rahsa selesai, Dewa Laut menyela, "Benar! Saat melewati delapan ujian pertama Ujian Dewa Laut Sembilan, Tang San sudah mencapai daya serap 115%. Meski Hati Dewa Laut hancur membuatnya mengira daya serapnya cuma 99%, kehancuran itu disebabkan campur tangan penerus Dewa Malaikat. Menurut aturan, gangguan dari prajurit tingkat dewa tidak mempengaruhi penilaian daya serap. Jika melebihi 100%, tetap dihitung sesuai angka sebenarnya. Bukankah kau yang paling paham ini, Yang Mulia Penegak Hukum?"
Dewa Rahsa terdiam. Jelas argumentasi Dewa Laut membuatnya tak bisa membantah.
Dewa Laut melanjutkan, "Ketika penerus warisan memiliki daya serap melebihi 100% dengan dewa pemberi warisan sebelum proses warisan Kedewaan dimulai. Maka selama proses warisan, roh sejati dewa pemberi warisan dapat datang ke tempat warisan untuk memberikan bimbingan terbatas. Jadi kedatanganku ke sini sepenuhnya sesuai aturan dunia para dewa. Namun sepengetahuanku, meskipun sebagai penegak hukum, kau tidak boleh sembarangan meninggalkan dunia dewa dan datang ke sini. Tempat warisan meskipun terletak di antara dunia dewa dan manusia sebagai zona penyangga, para dewa tidak boleh datang tanpa situasi mencurigakan. Sebagai penegak hukum, kau malah melanggar aturan sendiri. Hati-hati kulanjutkan ke komite dunia dewa untuk impeachment-mu."
Raksasa Pembunuh memandang dingin ke Dewa Laut, "Jangan banyak bicara. Aku mendengar semua perkataanmu ke Tang San tadi. Beraninya kau menyangkal bahwa petunjukmu telah melampaui batas? Arahan yang kau berikan sudah terlalu jelas!"
Dewa Laut membantah dengan keras, "Siapa yang bilang petunjukku terlalu jelas. Aku sudah mengirimnya untuk menerima warisan bahkan sebelum dia menyadari situasi sebenarnya. Rahsa, jangan kira aku tidak tahu tujuanmu datang kemari. Ini semua demi Tang San. Energi dewamu tidak diterima oleh tubuh Tang San dan tertekan oleh energiku, jadi kau ingin mempengaruhi proses warisannya dengan dalih tugas. Pasti rencanamu adalah ketika Tang San sedang mewarisi Kedewaan Laut dan nyaris menyerah karena Hati Dewa Laut hancur, kau akan menyelamatkannya lalu mengalihkan warisan ke Dewa Rahsamu. Benar kan? Jangan bermimpi! Sudah bertahun-tahun aku mencari penerus yang cocok. Ujian kedelapan sudah selesai, tiba-tiba kau mau mencuri hasil. Mustahil! Siapa bilang tanpa Hati Dewa Laut tidak bisa mewarisi? Memang lebih berbahaya saja. Dan ada sesuatu yang kau lewatkan - Paus Iblis yang dulu pernah merepotkanku sudah dibunuh Tang San. Dengan mutiara iblisnya, memulihkan Hati Dewa Laut bukan masalah."
Dewa Rahsa melirik dingin ke arah Dewa Laut, "Apakah dia membunuh Raja Paus Iblis Samudra Dalam dengan mengandalkan kekuatan Dewa Laut-mu?"
"Hmm..." Dewa Laut baru teringat, alasan utama Tang San bisa membunuh Raja Paus Iblis Samudra Dalam adalah karena mutasi wilayah kekuasaan Pembunuh Dewa yang memicu kekuatan Dewa Rahsa. Dengan mengandalkan aura berdarah maha dahsyat dari Dewa Rahsa, barulah ia bisa sepenuhnya menekan Raja Paus Iblis Samudra Dalam hingga menang. Secara nyata, meskipun daya serap Tang San terhadap Dewa Laut melebihi 100%, sebenarnya Dewa Laut bisa memilih untuk tidak datang. Namun karena tahu Dewa Rahsa berambisi merebut Tang San, ia buru-buru datang dengan kecepatan maksimal demi mencegah masalah selama proses warisan yang bisa memberi kesempatan bagi Dewa Rahsa. Kekuatan dewa tak boleh campur tangan di dunia manusia selamanya. Hanya sisa-sisa kekuatan ilahi yang tertinggal saat menjadi dewa yang boleh membantu yang terpilih menyelesaikan tes kelayakan, itupun tanpa boleh memihak. Andai saja boleh, Dewa Laut pasti sudah menggunakan kekuatannya untuk menghadapi Qian Renxue yang mengancam nyawa Tang San dulu. Strategi Dewa Laut adalah mempercepat proses warisan Dewa Laut pada Tang San - seperti nasi menjadi bubur, sekalipun Dewa Rahsa berstatus tinggi di dunia para dewa, tak mungkin lagi merebut Tang San dengan paksa.
"Bahkan jika saat itu dia meminjam kekuatanmu, lalu apa? Kau tahu dia adalah penerus warisanku, tapi tetap ikut campur tanpa hak, Dewa Rahsa! Sebagai sesama dewa utama, aku tak takut melaporkanmu ke Komite Dunia Dewa sekalipun. Untuk apa tatap itu? Tak terima? Berhentilah menatapku dengan mata ikan mati mu! Ini adalah Kuil Dewa Laut ku, sekalipun kita bertarung, belum tentu kau bisa mengalahkanku."
Dewa Rahsa tidak langsung marah, suaranya masih memiliki nada logam yang dingin, "Kau sedang membicarakan urutan kedatangan denganku?"
Dewa Laut membusungkan dada, "Benar. Harus ada urutan kedatangan. Kau baru muncul saat Tang San hampir menyelesaikan Ujian Kedelapan Dewa Laut-ku untuk merebutnya, sebagai penegak hukum, bukankah ini melanggar hukum yang kau sendiri ketahui?"
Dewa Rahsa mengangguk perlahan, "Baik, mari kita bahas konsep 'siapa yang lebih dulu' di Komite Dunia Dewa. Aku hanya bertanya satu hal: Mengapa Tang San bisa menggunakan kekuatanku saat berburu Raja Paus Iblis Samudra Dalam? Dunia dewa tidak mungkin mentransfer kekuatan ke dunia manusia, apa itu pemberianku? Poseidon, kita bertemu di Komite Dunia Dewa."
Setelah mengucapkan itu, Dewa Rahsa berbalik dengan gaya khasnya dan langsung berjalan keluar dari Kuil Dewa Laut.
Mendengar perkataannya, Dewa Laut tertegun sejenak sebelum tersadar, lalu melontarkan sumpah serapah, "Sial!" Ekspresinya langsung berubah canggung.
Selama ini dia selalu berpikir Dewa Rahsa muncul di detik-detik terakhir warisan Dewa Laut untuk mengambil hasil jerih payahnya. Tapi setelah diingatkan, baru tersadar bahwa Wilayah Kekuasaan Pembunuh Dewa Tang San sudah ada sebelum Hati Dewa Laut-nya menemukannya. Benda itu sendiri memang membawa jejak aura Dewa Rahsa - ciri khas dari yang terpilih olehnya.
