“Ding ding ding…” Bunyi bel darurat bergema di halaman SMA Pertama Distrik Yi’an. Orang tua yang menunggu cemas di luar ruang ujian, ada yang duduk di rumput ada yang di jalan, segera berdesakan berdiri. Melongok ke dalam kampus melalui pagar tembok sekolah.
Para peserta ujian yang ramai mulai keluar dari ruang ujian.
Ujian Masuk Perguruan Tinggi Kota Jiangnan tahun 2056 resmi berakhir.
Yang perlu dilakukan peserta sekarang adalah menunggu satu minggu untuk pengecekan nilai.
“Haobai.” Pria paruh baya berpenampilan kalem dengan kepala agak botak berdiri di gerbang sekolah, memanggil putranya yang baru keluar.
“Ayah.” Zhang Haobai tersenyum mendekat.
“Bagaimana hasilnya?” Tanya ayahnya sambil tersenyum.
Zhang Haobai menggeleng, “Kali ini performa saya biasa saja. Soal matematika sangat sulit, mulai dari pilihan ganda, isian singkat, sampai soal hitungan—banyak yang rumit. Khususnya 5 soal hitungan, cuma 2 yang bisa kuselesaikan. Tiga soal lain hanya kukerjakan sebagian, sistem penilaian bertahap mungkin masih memberiku beberapa poin.”
Lima soal besar matematika memang dinilai berdasarkan langkah penyelesaian.
“Oh?” Ayah Zhang Haobai, Zhang Zelong mengerutkan kening, “Sepertinya nilai matematikamu kali ini akan cukup rendah.”
“Tidak apa. Ayah. Soalnya sulit untuk semua peserta ujian, bukan aku saja.” Zhang Haobai tersenyum, “Soal matematika yang sulit pasti akan menurunkan passing grade. Masuk akademi militer seharusnya tidak masalah.”
“Oh, iya.”
Zhang Zelong tersenyum, “Tadi, saat menunggu di gerbang sekolah, kami mendengar kabar. Peserta bernama 'Luo Feng' yang terkenal di sekolahmu pingsan di tengah ujian, sekitar satu jam sebelum waktu habis.”
“Pingsan di ruang ujian?” Zhang Haobai membelalak, “Ayah, maksudmu Luo Feng?”
“Ya, ambulans mengangkut Luo Feng. Banyak yang melihat.” Zhang Zelong mengangguk, “Dengar, banyak orang tua yang sedang membicarakan ini dengan anak-anak mereka.”
“Luo Feng pingsan?”
Zhang Haobai melirik sekeliling dan menyimak dengan seksama. Benar, banyak orang tua dan anak membahas peserta yang pingsan. Jelas terdengar nama 'Luo Feng' disebut-sebut.
“Haha, si miskin ini akhirnya dapat giliran. Haha.” Zhang Haobai tak kuasa menahan tawa.
“Ayah tidak tahu, di sekolah dia sering menyusahkanku.” Zhang Haobai geram, “Mengandalkan kemampuannya yang lebih baik, selalu mengalahkanku. Sekarang dapat akibatnya.” Hatinya dipenuhi kepuasan, kebenciannya pada Luo Feng mencapai puncaknya.
Sebenarnya Luo Feng tidak pernah memperhatikan Zhang Haobai ini, hanya Zhang Haobai sendiri yang selalu menganggap Luo Feng sebagai saingan. Kenyataan bahwa Luo Feng melampauinya dalam prestasi akademik dan kemampuan bela diri membuatnya sangat tidak nyaman.
"Haha, anak kecil seperti ini, belum pernah melihat dunia. Stres mentalnya besar, langsung ambruk saat tidak tahan. Abaikan saja dia. Ayo, pamanmu tahu ujianmu hari ini selesai, secara pribadi memesan jamuan untukmu. Cepat pergi." Zhang Zelong tertawa.
“Paman?” Mata Zhang Haobai berbinar.
Alasan keluarga Zhang mereka bisa termasuk keluarga terkaya di Distrik Yi’an adalah karena pamannya, sebab...
Pamannya adalah seorang Petarung!
……
“Tidak mungkin, sama sekali tidak mungkin!”
Wei Wen yang baru keluar dari ruang ujian langsung panik di depan orang tuanya, “Bagaimana mungkin Ah Feng pingsan di ruang ujian, pingsan karena gugup? Tidak mungkin. Selain itu, ketahanan mental Ah Feng bahkan dipuji langsung oleh pelatih di Dojo Batas.”
Wei Wen dan Luo Feng bisa dibilang bukan saudara kandung, tapi hubungan mereka lebih dekat daripada saudara kandung.
“Ah Wen, ini bohong? Kami melihatnya langsung. Ayah Luo Feng dan adiknya yang menggunakan kursi roda langsung buru-buru ke rumah sakit,” kata ayah Wei Wen tergesa-gesa.
“Rumah sakit? Pastinya yang terdekat. Ayah, Ibu, aku mau menjenguk Luo Feng dulu, makan siang nanti saja.”
Tanpa pikir panjang, Wei Wen menyerahkan alat tulis ujiannya ke orang tua dan langsung lari ke rumah sakit.
……
Di dalam Rumah Sakit Rakyat Distrik Yi’an.
Luo Feng memaksakan senyuman menemani ayah dan adiknya keluar dari pintu lobi rumah sakit, saat itu Luo Hongguo dan Luo Hua sama-sama khawatir Luo Feng terlalu terpukul.
"Ayah, aku baik-baik saja. Ayo kita pulang makan." Luo Feng berpura-pura tenang, meski di hatinya masih ada kekecewaan. Dia tahu kejadian ini tak bisa diubah, yang bisa dilakukan hanya menerima!
"Ah Feng, Ah Feng." Suara memanggil dari kejauhan.
Luo Feng mengangkat kepala, melihat sosok yang sedang berlari ke pintu gerbang rumah sakit dari jauh. Itu adalah sahabatnya 'Wei Wen'.
Melihat Wei Wen yang tergesa-gesa dengan baju basah keringat, Luo Feng tersentuh. Tiba-tiba dia teringat sesuatu, buru-buru bertanya: "Ah Wen, bagaimana tingkat kesulitan tiga soal terakhir di ujian matematika?" Dirinya sama sekali tidak sempat mengerjakan tiga soal terakhir. Jika tiga soal itu sangat sulit hingga kebanyakan orang tak bisa mengerjakannya...
Nilainya sendiri masih ada sedikit harapan.
"Cukup sulit." Wei Wen mengangguk, "Soal matematika tahun ini sangat berat. Lima soal hitungan, hanya soal ketiga yang agak mudah. Empat lainnya sangat sulit."
"Syukurlah." Luo Feng diam-diam lega.
Masih ada secercah harapan...
……
Pada 16 Juni pukul 20.00 malam setelah Ujian Masuk Perguruan Tinggi berakhir, hasil ujian bisa dicek via telepon/internet. Batas nilai sarjana juga akan diumumkan bersamaan.
16 Juni, sekitar pukul tujuh malam.
Di kamar milik bersaudara Luo Feng dan Luo Hua, hanya Luo Feng yang ada di dalam dengan pintu terkunci. Ia duduk di depan laptopnya, terus menyegarkan halaman web. Meski pengumuman nilai Ujian Masuk Perguruan Tinggi seharusnya jam 8 malam, biasanya dimajukan sedikit.
“Sepertinya aku tidak bisa masuk Sekolah Tinggi Militer Jiangnan Pertama kali ini.”
"Tapi, untuk soal matematika, aku sudah mengerjakan bagian pilihan ganda, isian, dan dua soal hitungan pertama. Meski soal kedua tidak selesai sepenuhnya, setidaknya sudah menulis beberapa langkah. Kalau dinilai per langkah, seharusnya masih dapat beberapa poin," pikir Luo Feng dalam hati. "Kalau beruntung, nilai matematikaku mungkin bisa mencapai 120-an."
Luo Feng berharap: "Ujian humaniora dan sains sudah kukerjakan normal. Jika faktor keberuntungan berpihak, seharusnya bisa mencapai batas kelulusan sarjana."
"Asal bisa tembus batas sarjana, aku bisa masuk Akademi Militer kedua."
Dari dua akademi militer itu, yang pertama jelas lebih bagus tapi membutuhkan nilai sangat tinggi. Luo Feng sudah tidak lagi berharap.
Tapi untuk akademi militer kedua, menurut perhitungannya sendiri, masih ada sedikit harapan.
"Hm?" Mata Luo Feng tiba-tiba berbinar.
Halaman pencarian nilai Ujian Masuk Perguruan Tinggi ternyata sudah bisa di-refresh.
“Tuhan, tolonglah aku melewati batas kelulusan sarjana. Asalkan melewati ambang S1, aku bisa masuk Akademi Militer Kedua.” Hati Luo Feng berdebar-debar, jarinya mengetik nama, nomor KTP, nomor ujian di halaman penelusuran Ujian Masuk Perguruan Tinggi, lalu mengklik tombol 'Telusuri'.
Sret!
Layar laptop berkedip sebentar sebelum sebuah formulir muncul.
Peserta: Luo Feng
Gender: Laki-laki
Nomor KTP: 426123203806083211
Nomor Ujian: 5878643567890766
Jurusan Sastra: 216
Jurusan Sains: 223
Matematika: 118
Total Skor: 557
Batas Nilai Sarjana: 561
