Pada pagi hari setelah Luo Feng dibebaskan dari rumah tahanan, di sebuah rumah tua bergaya klasik di Distrik Yi’an, di dalam ruang VIP yang sepi hanya terdapat Zhou Huayang dan Zhang Haobai. Cangkir teh di depan mereka mengepulkan asap panas dengan aroma harum.
“Kak Zhou, pagi-pagi sekali kamu memanggilku ke sini, ada urusan apa sebenarnya?” Zhang Haobai menurunkan volume suaranya, bertanya pelan, “Apakah urusan itu sudah ada hasilnya? Kalau benar beres, Kak Zhou tenang saja, masalah uang pasti tidak ada masalah.” Zhang Haobai tampak berharap, apakah Luo Feng benar-benar sudah dipatahkan satu kaki dan satu lengannya.
Zhou Huayang duduk di situ, wajahnya semakin muram, diam seribu bahasa.
“Kak Zhou?”
Zhang Haobai merasa atmosfer tidak beres, segera berbisik pelan, “Kak Zhou, kamu, bicaralah dong.”
“Zhang Haobai, kamu benar-benar kejam, mau mati saja masih membawa saya terlibat.” Zhou Huayang menyindir sambil memandang dingin ke arah Zhang Haobai.
“Aku, aku kenapa?” Zhang Haobai kebingungan, buru-buru berkata, “Kak Zhou, sebenarnya ada masalah apa. Jelaskan jelas padaku.” Zhang Haobai menangkap ketidakberesan dari nada bicara dan raut wajah Zhou Huayang, tapi dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.
Zhou Huayang menarik napas dalam, berkata berat: “Zhang Haobai, kamu menyuruhku mencari orang untuk mematahkan satu kaki satu lengan Luo Feng, benar kan?”
“Iya, kenapa?” Zhang Haobai mengangguk.
“Huh, kenapa?” Suara Zhou Huayang dingin, mengejek, “Luo Feng yang mau kamu hadapi itu adalah calon prajurit!”
“Calon prajurit?” Zhang Haobai langsung terpaku.
Sunyi.
Ruang VIP sunyi senyap, wajah Zhang Haobai pucat pasi, duduk membeku seperti patung, keringat dingin terus mengucur di dahinya.
Zhou Huayang duduk dingin di samping, menyeruput tehnya berkali-kali tanpa sepatah kata pun.
“Kenapa begini? Bagaimana mungkin ini terjadi?” Zhang Haobai kini sudah tidak iri lagi, yang tersisa hanyalah ketakutan! Keluarganya adalah keluarga kaya, dia sangat paham dengan hak istimewa calon petarung... Dia malah menyuruh orang untuk mematahkan kaki dan tangan seorang calon petarung. Calon petarung itu bisa saja melaporkannya ke Biro Keamanan Jiangnan untuk menangkapnya.
Begitu masuk biro keamanan, hidupnya akan hancur!
“Tidak, tidak...” Wajah Zhang Haobai pucat pasi.
“Akhirnya takut juga, bodoh?” Zhou Huayang menghantamkan gelas ke meja dengan geram, berteriak marah, “Bangsat, dasar idiot! Kalau kau benar-benar ingin mati, jangan libatkan aku! Calon petarung! Kau suruh aku mengatur orang untuk mematahkan kaki dan lengan calon petarung? Begitu dilapor ke Badan Keamanan, aku juga bakal kena masalah besar!”
Zhou Huayang menggigit gigi hingga berderak akibat kemarahan.
“Kakak Zhou, harus bagaimana aku? Apa yang harus kulakukan?” Zhang Haobai buru-buru bertanya, “Aku... aku tidak mau ditangkap Badan Keamanan. Katakan, apa yang harus kulakukan sekarang?”
Badan Keamanan...
Bagi warga biasa, itu tempat misterius yang menakutkan. Jika Badan Keamanan turun tangan menangkap seseorang, hampir pasti hidupnya hancur selamanya.
“Oh ya, Kakak Zhou, apa kau tidak menyebut namaku?” Mata Zhang Haobai berbinar penuh harap. Hanya Zhou Huayang yang tahu urusan ini. Jika Zhou tidak membocorkan identitasnya, mungkin masih ada celah untuk bernegosiasi.
“Bangsat, apa yang kau pikirkan?” Zhou Huayang melonjak berdiri sambil menuding marah ke arah Zhang Haobai, “Petugas pemerintah sudah datang menginterogasiku! Berani aku tidak bicara? Kalau aku diam, mau mati menggantikanmu?!!”
Zhang Haobai tertegun.
Memang benar. Jika Zhou Huayang tidak mengorbankannya, dialah yang akan menanggung bencana besar.
"Aku memberitahumu karena pertemanan kita selama bertahun-tahun. Supaya kamu tidak ditangkap Badan Keamanan tanpa tahu alasannya." Zhou Huayang mengejek, "Lebih baik kamu pulang dan berdiskusi dengan ayahmu. Dia pasti lebih berpengalaman. Saudara... Zhou Ge tidak akan menemanimu lagi, duluan ya! Tagihan meja ini sudah kubayar."
Setelah berkata demikian, Zhou Huayang langsung membuka pintu dan pergi.
Di ruang VIP hanya tersisa Zhang Haobai seorang diri.
"Bagaimana mungkin?" Zhang Haobai duduk sambil menggelengkan kepala, masih tidak percaya, "Dia... dia menjadi calon petarung? Sebelum ujian masuk, pukulannya baru 800 kg. Baru berapa hari? Bagaimana bisa..."
"Tidak, tidak, aku tidak mau ditangkap Badan Keamanan."
"Ayah, ayah... Aku harus menemui ayah."
Wajah pucat pasi, Zhang Haobai berlari keluar dari gedung teh dan pulang secepat mungkin.
……
Rumah.
Zhang Haobai duduk di sofa ruang tamu, kedua tinju terkepal, tubuhnya gemetar halus.
"Kreek!" Pintu terbuka.
"Haobai, darurat apa sampai bilang ayah terlambat pulang kamu bisa mati?" Zhang Zelong yang buru-buru pulang dari perusahaan masuk sambil bergumam dalam hati melihat kondisi anaknya, "Sial, pasti Haobai membuat masalah besar."
"Ayah, aku berbuat kesalahan." Zhang Haobai menatap ayahnya.
Beberapa kata sederhana itu - aku berbuat kesalahan.
Hati Zhang Zelong langsung diselimuti dingin.
"Katakan, apa yang sebenarnya terjadi. Jelaskan secara detail, jangan ada yang terlewat." Ekspresi Zhang Zelong menjadi serius. Meski tahu masalah ini rumit, dia tidak panik. Bagaimanapun juga, dia adalah survivor Periode Nirwana Besar. Badai apa lagi yang belum pernah dia hadapi?
Zhang Haobai menarik napas dalam: "Begini, waktu itu di halaman rumah, perusahaan dekorasi mengantar furnitur..."
Dari awal sampai akhir, Zhang Haobai tidak berani menyembunyikan apapun. Semua diceritakannya.
"Kamu berani menyuruh orang melukai calon petarung sampai cacat?" Zhang Zelong melotot.
"A-Aku kan tidak tahu!" Zhang Haobai langsung panik ditekan ayahnya. "Andai tahu, berani-beraninya aku!"
Zhang Zelong menarik napas panjang tanpa bicara, hanya mengambil ponsel dan mulai menghubungi nomor.
"Du——du——"
"Di!"
Suara notifikasi berbunyi di ponsel Zhang Zelong. Alisnya berkerut melihat layar.
"Ada apa, Ayah?" Zhang Haobai buru-buru bertanya.
"Aku menghubungi pamanmu. Tapi dia sedang berburu monster di luar zona kota basis." Zhang Zelong duduk di sofa. "Tunggu dia yang balas saja."
Di luar zona kota basis, monster bisa bersembunyi di mana saja.
Biasanya baru akan menghubungi kota setelah menemukan lokasi aman.
Beberapa saat kemudian——
"Kakak, ada keperluan apa?" Suara berat terdengar. "Aku sedang sibuk sekarang."
“Ah Hu, masalah kali ini tidak kecil. Keponakanmu telah membuat masalah besar.” Zhang Zelong berkata sambil matanya memerah.
“Haobai membuat masalah apa, Kakak? Aku mendengarkan.” Suara adik laki-laki Zhang Zelong yaitu ‘Zhang Zehu’ terdengar.
“Begini ceritanya.” Zhang Zelong segera menceritakan ulang penuturan anaknya tadi.
Ponsel terdiam sejenak, kemudian suara Zhang Zehu kembali terdengar: “Haobai ini berani mengganggu calon petarung? Terlalu nekat! Mulai hari ini, Haobai harus tinggal di rumah setiap hari, jangan keluar lagi. Jangan juga menemui Luo Feng itu.”
“Mengerti, Paman.” Zhang Haobai mengangguk patuh seperti memegang jerami terakhir.
“Baik, kalian jangan melakukan apapun.” Suara di ponsel melanjutkan, “Tunggu aku pulang. Meski Badan Keamanan datang dan menahanmu, jangan lakukan apapun. Tunggu aku kembali. Tugas kali ini cukup penting, perkiraan satu dua bulan baru bisa pulang.”
“Ya.” Zhang Haobai mengangguk cepat.
“Tenang saja, Haobai! Kakakmu hanya punya satu anak laki-laki seperti kamu. Apa pun yang terjadi, aku akan menjagamu.” Suara di telepon terus berbicara, “Kakak, ketua tim sedang memanggilku, tidak bisa bicara lama. Ingat, jangan lakukan hal lain, tunggu saja sampai aku kembali.”
Setelah menutup telepon, Zhang Zelong dan putranya Zhang Haobai akhirnya menarik napas lega.
……
Keluarga Zhang dilanda kecemasan, sementara keluarga Luo Feng justru bersukacita.
Setelah makan malam.
Luo Feng membawa adiknya Luo Hua turun dari lantai atas ke kompleks perumahan. Luo Feng mendorong kursi roda, berjalan-jalan di sekitar kompleks.
“Kak, kita sudah tinggal di kompleks ini lebih dari sepuluh tahun. Orang tua bahkan lebih dari dua puluh tahun.” Luo Hua menatap kompleks itu, kepadatan gedung perumahan sangat tinggi dengan sedikit area hijau, “Nanti setelah pindah ke Perumahan Mingyue, aku bisa jalan-jalan sendiri setiap hari.”
Naik turun tangga setiap hari adalah cobaan besar bagi Luo Hua yang duduk di kursi roda.
“Ya.” Luo Feng mengangguk sambil tersenyum, terus mendorong kursi roda, “Ah Hua, nanti kita tidak perlu lagi terhalang sinar matahari sepanjang tahun, tidak perlu terus-terusan di kamar kecil. Orang tua juga tidak perlu tidur di sofa terus.”
Luo Hua mengangguk terus.
Hari ini... sudah lama mereka nantikan.
“Ada orang datang.” Luo Hua menoleh ke depan. Seorang pria muda berkacamata berjalan mendekat dengan senyum, pertama-tama tersenyum ke Luo Hua di kursi roda, lalu menatap Luo Feng, “Kakak Luo, ya?”
“Kamu siapa?” Luo Feng memandang bingung ke pria itu.
“Luo Ge, halo, nama saya Zhou Huayang! Apakah Luo Ge punya waktu, bisakah kita mencari tempat untuk berbincang?”
