Sudut lobi.
“Luo Feng, mau makan apa? Hari ini pertama kalimu datang, aku yang traktir.” Yang Hui tersenyum mengambil menu dari tangan pelayan dan menyodorkannya ke Luo Feng.
“Oh?”
Luo Feng penasaran menerimanya. Saat membuka menu, setiap minuman dan hidangan dideskripsikan dalam bahasa Mandarin dan Inggris. Di bagian belakang, tercantum harga dalam koin bumi, Hua Xia Bi, dolar AS, euro, rubel (Rusia Soviet), dan rupee (India).
“Segelas anggur hampir 100.000 yuan?”
“Apa ini 'Hati Naga' seharga 880.000 yuan? Hmm... untuk hidangan biasa masih lumayan, sekitar 100.000 Hua Xia Bi.” Luo Feng terkejut, lalu tersenyum ke arah beberapa Dewa Perang di sampingnya, “Teman-teman, ini pertama kaliku ke Istana Dewa Perang. Tapi harus kukatakan, harga makanan di sini benar-benar mahal.”
Makanan dan minuman di ruang virtual semuanya maya. Tapi harganya justru lebih mahal dari dunia nyata.
“Memang mahal, tapi tidak ada pilihan.” Guru Dewa Perang Brad di samping menggelengkan kepala dengan aksen Mandarin yang kaku, “Hanya ada satu tempat jual makanan di seluruh Istana Dewa Perang. Kalau tidak beli di sini, mau beli di mana? Meski virtual, sensasinya 100% persis seperti di dunia nyata. Kalau sekadar menikmati rasa, lumayan worth lah.”
Biasanya beberapa Dewa Perang memesan minuman dan makanan ringan saja sudah menghabiskan jutaan Hua Xia Bi.
Kalau mau pesta pora mewah, siap-siap merogoh kocek puluhan juta Hua Xia Bi!
"Hanya kelompok terkaya di dunia yaitu 'Dewa Perang' yang bisa berbelanja seperti ini. Orang kaya biasa mungkin tidak berani seboros itu. Bagi Dewa Perang, gaji tahunan 5 miliar Hua Xia Bi dengan bekerja untuk suatu organisasi adalah hal biasa. Makanan di sini sekalipun mahal masih terjangkau bagi mereka. Seperti Luo Feng, petarung puncak di antara Dewa Perang, berburu satu monster level 'Tyrannosaurus' atau 'Baja Naga' saja bisa menghasilkan lebih dari 10 miliar..."
"Masih memikirkan soal makan?"
"Rasanya benar-benar..." Luo Feng tak kuasa memuji.
"Dari segi kelezatan, dunia nyata mana bisa menyaingi ruang virtual." Yang Hui tersenyum.
Luo Feng bertanya pada semua orang: "Aku selalu penasaran, berapa banyak anggota dewan di Istana Dewa Perang?" Asalkan menjadi anggota dewan, berarti sudah melampaui level Dewa Perang.
"Total 52 anggota dewan dan lima Ketua Dewan." Ji Tao di samping menjawab.
"52? Banyak sekali?" Luo Feng terkejut.
"Banyak?"
Pelatih Dewa Perang 'Witt' menggeleng, "Di bawah lima Ketua Dewan hanya ada 52 anggota. Dengan populasi dunia 7 miliar, dari satu miliar populasi rata-rata bahkan kurang dari satu! Seperti 'Tiga Pengawal Utama' dan 'Lima Inspektur' dari Dojo Batas kami saja sudah menempati 8 kursi!"
"Asosiasi Petir juga punya 6 anggota dewan di bawah komando Dewa Guntur, meski sedikit lebih sedikit dari kami."
“Masih ada 7-8 anggota parlemen yang tidak rela menjadi bawahan orang dan mendirikan pasukan bayaran. Lalu ada 5-6 anggota yang dipuja oleh HR Alliance. Jika dijumlahkan, totalnya sekitar 26-30 anggota parlemen.” Weite berbicara dalam bahasa Mandarin sambil menggeleng-gelengkan kepala, “Kemudian lima negara adidaya dan 23 kota basis membagi sisa 20-an anggota parlemen! Dan beberapa di antaranya sangat sombong, hidup mengasingkan diri, tidak peduli organisasi mana pun. Seperti lima negara adidaya, masing-masing hanya mendapat beberapa?”
Luo Feng mendengarkan dengan penuh pencerahan.
Dojo Batas, Asosiasi Petir, berbagai pasukan bayaran, dan HR Alliance telah menguasai lebih dari setengah anggota parlemen.
“Yang benar-benar loyal kepada negara dan mengabdi untuk negara, seperti Tiongkok, memiliki 3-4 anggota parlemen—itu sudah bagus.” Yang Hui tersenyum, “Tentu saja—kekuatan negara tidak boleh diremehkan. Misalnya Inspektur di Dojo Batas ada yang berkewarganegaraan Tiongkok. Meski secara nominal milik Dojo Batas, jika Tiongkok minta bantuan... tetap akan membantu.”
Luo Feng mengangguk.
Seorang anggota parlemen mungkin dipuja HR Alliance atau menjadi tentara bayaran, tapi bukan berarti di saat kritis tidak membantu tanah airnya. Bagaimanapun ini tanah air! Jadi secara resmi, sebuah negara adidaya hanya punya 3-4 anggota parlemen di bawahnya. Tapi secara tak langsung, sebuah negara bisa mengumpulkan 7-8 anggota parlemen.
“Luo Feng, nanti kita jalan-jalan ke mal Istana Dewa Perang yuk? Barang-barang di sana jauh lebih murah daripada di luar.” Usul Yang Hui.
Luo Feng tersentak, buru-buru bertanya: “Di sini ada aula lelang kan?”
“Tentu ada.”
Di samping, Ji Tao memegang gelas anggur dengan bersemangat berkata, "Lelang bulanan itu sangat menarik! Lebih dari 90% Dewa Perang di seluruh dunia akan datang hari itu! Kau harus tahu... lelang sebesar apapun di dunia, sulit menyatukan berbagai kekuatan global. Hanya Istana Dewa Perang yang bisa melakukannya!"
Luo Feng mengangguk. Berbagai kota basis, terutama antar benua, terpisah lautan. Transportasi hanya mengandalkan pesawat terbang yang merepotkan.
Istana Dewa Perang... justru mampu menyatukan para petarung kuat dari berbagai kekuatan di seluruh dunia.
"Lelang di sini paling efektif. Jadi banyak barang khusus," jelas Yang Hui. "Kita juga bisa memasukkan barang untuk dilelang, tapi ada syarat... nilai minimum lelang 10 miliar Hua Xia Bi, tanpa batas maksimal."
"Ada Air Kehidupan?" tanya Luo Feng langsung.
"Tujuh bulan pertama tahun ini, lima bulan ada Air Kehidupan," papar Yang Hui. "Kalau tidak salah ingat, lelang bulan ini juga ada Air Kehidupan."
Luo Feng gembira, lalu bingung.
Kok Air Kehidupan sebanyak ini? Bukannya pemerintah AS ingin menunjukkan kelangkaannya?
"Kenapa pemerintah AS melelang begitu banyak Air Kehidupan?" tanya Luo Feng penuh keraguan.
"Air Kehidupan hanya terlihat berharga di luar," Yang Hui menyeringai sinis. "Di paruh kedua tahun ini ada lelang terbuka untuk semua petarung. Hanya satu Air Kehidupan! Tapi... ini adalah Istana Dewa Perang!"
"Di Istana Dewa Perang ini setiap bulan ada lelang berbagai barang bernilai puluhan miliar, ratusan miliar, banyak sekali! Kalau pemerintah AS hanya menjual satu Air Kehidupan per tahun, berapa keuntungan yang bisa didapat?"
"Kalau dilelang di Istana Dewa Perang, pihak luar tidak akan tahu. Semakin banyak dijual, semakin besar keuntungannya bukan?" Yang Hui tertawa.
Luo Feng mengangguk.
"Berapa harga per botol di lelang sebelumnya?" tanya Luo Feng.
"Harga dasar lelang 10 miliar Hua Xia Bi. Harga akhir biasanya sekitar 20 miliar per botol," jawab Yang Hui sambil tersenyum. "Di lelang publik mungkin bisa mencapai 30 miliar. Tapi di sini tidak ada orang bodoh... Kalau lebih mahal tidak akan ada yang mau beli."
Dalam hati Luo Feng girang. Lingkungan sosial yang berbeda memang memberikan akses ke hal berbeda.
Istana Dewa Perang yang menghimpun semua Dewa Perang di dunia memang pasar konsumen sangat besar. Untuk barang seperti Air Kehidupan, pemerintah AS bisa mendapat untung besar asal dijual di sini.
"Kapan lelang bulan ini?" tanya Luo Feng.
"Tinggal beberapa hari lagi, tanggal 15 Agustus," jawab Yang Hui. "Lelang diadakan tiap tanggal 15 setiap bulannya."
Luo Feng mengangguk.
15 Agustus, adiknya akhirnya bisa berdiri. Tinggal menunggu beberapa hari.
……
Di lobi Istana Dewa Perang, sesekali terlihat orang naik melalui tangga.
"Mana si Luo Feng?" Seorang pria berambut putih mendekati sekelompok temannya sambil bertanya pelan, lalu duduk.
“Di sebelah selatan, duduk bersama Yang Hui dan beberapa orang.” Seorang pria botak yang kekar berbisik, “Lihat kan? Para Dewa Perang dari Dojo Batas sedang berbicara dengan Luo Feng itu.” Sejak identitas Luo Feng terungkap sebelumnya, berbagai pihak segera diam-diam memberi tahu anggota mereka sendiri.
“Pemuda itu?”
Pria berambut putih itu mengamati dengan seksama lalu mengangguk, “Karismanya memang tidak biasa, lihat tatapan matanya...” Mata adalah jendela jiwa. Orang biasa dengan 'semangat' baik akan memiliki mata yang berbinar. Sebaliknya jika semangat lesu, pandangan mata akan terlihat keruh. Sebagai Pembaca Pikiran...
Saat menyamar, tatapannya dalam bagai kolam tak tertembus. Ketika murka, sekedar sorot matanya saja mampu mengguncang petarung lemah.
Karena itu Pembaca Pikiran umumnya memiliki aura khusus, akibat kekuatan mental yang luar biasa.
“Cari waktu untuk menjalin kontak baik dengannya.” Pria berambut putih itu berbisik, “Kelak kita bisa minta bantuannya saat kesulitan. Oh ya... tadi saat aku datang, mendengar Dojo Batas meminta bantuan pemerintah untuk melacak kerabat orang tua Luo Feng. Ini kesempatan baik untuk mendekatinya, kita juga harus turut membantu.”
“Hmm.”
Beberapa prajurit lain juga mengangguk.
“Dengan bantuan Luo Feng, banyak urusan Bagian 11 kita akan lebih mudah kedepannya.” Pria berambut putih itu tersenyum tipis.
……
"Luo Feng dinilai oleh dewan pengambil keputusan tertinggi Dojo Batas sebagai 'Dewa Perang Tak Terkalahkan'." Berita ini menyebar dengan sangat cepat, bahkan pasangan Li Yao dan Venna yang berada di Eropa pun langsung mendapat pemberitahuan dari teman mereka.
……
Di lobi sebuah vila yang sunyi, Li Yao dan Venna berdiri diam menunggu.
"Apakah sesepuh itu akan menemui kita?" bisik Venna.
"Pasti." Li Yao memandang dingin, tetap berdiri tegak.
Venna menghela napas dalam hati. Sejak kembali dari Pertempuran Pulau Kabut, Li Yao awalnya mabuk-mabukan dan histeris. Setelah sadar, dia semakin tenggelam dalam kebencian, terus merencanakan balas dendam. Bahkan sorot matanya membuat orang lain takut. Tapi... untuk membunuh Luo Feng, kemampuan mereka tidak cukup!
"Kalian berdua."
Seorang tua berpakaian jas di lantai atas berkata datar, "Tuan sedang menunggu di atas."
Mata Li Yao dan Venna berbinar. Mereka segera menaiki tangga ke lantai dua. Si tua berjas itu berkata dingin, "Ikuti aku." Membawa mereka ke ruang meditasi. Setelah membuka pintu, si tua berjas pergi tanpa kata. Keduanya menarik napas dalam sebelum masuk.
Ruang meditasi itu terasa sangat lapang.
Hanya aroma dupa samar yang menyebar di ruang meditasi. Seorang pria berambut putih sedang duduk bersila dalam posisi meditasi, rambut panjangnya yang terurai sudah mencapai pinggang, seluruh tubuhnya bagai kayu kering tanpa sedikit pun vitalitas.
"Senior." Li Yao membungkuk hormat.
"Anggota Yan." Venna juga membungkuk.
"Duduklah." Suara berat terdengar. Pria berambut putih itu membuka mata memandang Li Yao dan Venna. Sorot matanya keruh seperti orang tua yang hendak meninggal, sama sekali tak memiliki aura petarung tangguh. Namun kedua orang ini tak berani sedikit pun menyepelekan.
Li Yao justru langsung bersujud ke lantai, menundukkan kepala hingga berbunyi keras. Air matanya mengalir deras.
"Rajawali kecil, ada masalah apa? Hal apa bisa membuatmu menangis?" Tanya pria tua itu dengan tenang.
"Senior." Li Yao mengatupkan gigi, berkata dengan suara berat, "Putra satu-satunya saya dibunuh oleh pemuda bernama Luo Feng. Saya ingin membalas dendam untuk anak saya! Tapi malangnya saya Li Yao tak berdaya. Luo Feng ini sudah mencapai level 'Dewa Perang Tak Terkalahkan'. Saya sama sekali bukan lawannya. Tapi... anak saya..."
Kedua kepalan tangan Li Yao menggigil, kuku-kukunya menghujam telapak tangan hingga berdarah. Seluruh tubuhnya bergetar halus.
"Orang tua Li Yao sudah lama meninggal, tak ada sanak keluarga sama sekali."
“Aku tidak akan peduli apapun di dunia ini, kecuali putraku…” Suara Li Yao si Elang Botak gemetar. Dia dikenal kejam hingga mendapat julukan Elang Botak. Itu berawal dari pengalaman traumatis di Era Nirwana saat kecil yang membuatnya menjadi kejam dan egois. Namun di lubuk hati, dia sangat mendambakan ikatan keluarga!
Putra satu-satunya...
Satu-satunya obsesinya! Perasaan yang telah tertanam selama lebih dari 20 tahun itu menyatu dengan jiwanya.
Semakin kejam, egois, dan dingin seseorang, jika mereka memegang suatu ikatan emosional, akan lebih gila daripada orang yang penuh perasaan! Karena ini adalah satu-satunya obsesi mereka!
“Aku mohon… Senior, sudilah membunuh Luo Feng ini. Aku bersedia menjadi budak Senior seumur hidup sebagai balasannya.” Li Yao membungkukkan kepala hingga menyentuh tanah.
Sang tua itu memandang Li Yao dalam diam.
Li Yao tetap membenamkan kepalanya di tanah, menanti jawaban sang tua. Venna di sampingnya juga ikut bersujud.
“Kita punya ikatan pertemanan. Katakanlah… asal usul Luo Feng ini.” gumam sang tua.
Dengan kepala masih menempel di tanah, Li Yao menjawab: “Luo Feng, Pembaca Pikiran puncak Dewa Perang kelas tinggi, 19 tahun, asal Kota Satelit Yangzhou di Kota Basis Jiangnan. Sekarang menjabat sebagai ‘Inspektur’ di cabang Dojo Batas wilayah Jiangnan.”
Alis sang tua berkerut.
“Aku tidak bisa membantumu!” geram sang tua.
Li Yao mengangkat kepala dengan kaget, memandang lelaki tua itu dengan rasa tidak percaya... Di hatinya, ini adalah jerami terakhir. Dia dan manusia super kuat ini pernah melalui 'periode Nirwana' bersama, memiliki ikatan khusus. Li Yao egois, kejam, tapi sangat sombong. Tak pernah sekalipun dia merengek seperti ini pada seniornya.
"Karena Hong?" Li Yao tak kuasa menahan diri.
"Ya." Jawab lelaki tua itu tanpa keraguan.
Meski kekuatannya dahulu cukup untuk bersaing merebut kursi Ketua Dewan, dia gagal.
Tapi——
Di dunia ini tak ada yang bisa menandingi Hong. Hong bagaikan dewa yang berdiri di puncak, memandang rendah semua petarung! Mungkin hanya Dewa Guntur, Ketua Dewan kedua, yang selisihnya tipis dengan Hong. Ketua Dewan ketiga, keempat, kelima? Di hadapan Hong, mereka bahkan tak berani mengangkat tangan.
Apalagi 'Yan Hai' ini. Meski punya hubungan khusus dengan Li Yao, dia tak sampai hati menyinggung Hong.
Dewa Perang tak terkalahkan di usia 19 tahun? Orang bodoh pun tahu betapa Hong menghargainya.
Kepalan Li Yao berderit (Sreett), ruas jari memucat. Darah mengalir dari telapak tangannya. Tatapannya pada lelaki tua itu penuh kepedihan. Melihat ini... lelaki tua itu seakan melihat remaja gila dari era Nirwana dulu. Dadanya berdesah.
"Kau ingin membunuh Luo Feng, bahkan rela mati?" Suara lelaki tua itu berat.
"Ya." Jawab Li Yao dengan tekad baja.
“Kalau begitu, teroboslah level Dewa Perang dan jadilah makhluk yang melampaui Dewa Perang.” Si tua berkata dengan datar, “Dengan begitu, kau akan punya kesempatan membunuhnya. Tentu...kau harus menghadapi amarah ‘Hong’. Mungkin Hong menghargai talenta dan memberimu jalan hidup. Tapi mungkin juga...dia akan membunuhmu dalam kemarahan.”
Pandangan Li Yao teguh: “Mohon bimbingan senior.”
“Ini adalah catatan latihanku yang berisi metode pelatihanku, sekaligus...pengalaman terobosanku.” Si tua mengeluarkan buku tulisan tangan dari dalam jubah, “Semoga membantumu.” Ucapnya sambil melemparkannya.
Li Yao mengulurkan tangan menangkapnya.
“Ingat...”
“Terobos, menjadi makhluk yang melampaui Dewa Perang. Kuncinya adalah ‘spiritual’ dan ‘kemauan’.” Si tua menutup mata, “Pergilah kalian!”
Li Yao dan Venna memberi hormat dengan kowtow penuh rasa syukur, lalu pergi.
