Nuo Lanshan dengan wajah dingin menatap video yang diputar di layar. Terhadap Luo Feng, dia sama sekali tidak punya kesan baik. Terutama setelah dia mengirim email provokatif lewat tangan orang lain, tapi Luo Feng bahkan tidak membalas sedikitpun, tentu membuatnya geram. Melihat Luo Feng unjuk gigi, mana mungkin dia senang?
"Lho?" Semakin lama menonton, Nuo Lanshan menunjukkan ekspresi terkejut, menoleh ke pria berhidung besar di sampingnya, "Inikah jenius yang kamu maksud?"
Dalam video, Luo Feng benar-benar sedang dieksploitasi!
Kalah total!
"Ini video pertarungan terakhir," pria berhidung besar segera menjelaskan, "Pemuda bernama 'Si Gila' ini tidak pernah bertarung lagi setelah kekalahan ini."
"Video pertarungan terakhir?" Nuo Lanshan menyeringai, semakin senang melihat adegan Luo Feng dieksploitasi dalam video.
……
Ruang pertarungan sunyi senyap.
Luo Feng duduk terkulai sendirian di atas arena pertarungan hitam, Dun Tian Suo juga tergeletak di sampingnya.
"Bagaimana bisa begini？"
"Tak berdaya sama sekali？"
"Benar-benar tak berdaya! Dia hanya seorang Petarung, bukan Pembaca Pikiran. Petarung Tingkat Bintang satu dengan evaluasi enam bintang, tapi... Dun Tian Suo ku bahkan tak bisa melawan sama sekali di hadapannya？" Mata Luo Feng dipenuhi kepedihan, kejadian tadi bagaikan mimpi buruk.
822 kemenangan! 1 kekalahan!
822 kemenangan beruntun, betapa gemilangnya, betapa gagahnya? Luo Feng juga mengira dirinya termasuk jenius absolut di Tingkat Bintang satu, hampir tak ada yang bisa mengalahkannya. Tapi baru saja, saat bertemu petarung wanita bersenjata pedang ganda itu, dirinya benar-benar tereksploitasi. Si petarung wanita bahkan memberinya kesempatan berulang kali, setiap kali bisa membunuhnya justru mengampuninya...
Sembilan kali berturut-turut di saat genting dia mengampuniku, terakhir kali pedangnya menyapu alisku.
Tewas!
Dalam satu pertarungan singkat, lawan sengaja mengulur-ulur sembilan kali. Jelas petarung wanita ini sedang 'bermain', kekuatannya jauh melampaui Luo Feng. Bagai orang dewasa menggodai anak kecil, sembilan kali memberi kelonggaran lalu terakhir kali menghabisi Luo Feng.
"Aku... aku ternyata selemah ini？"
"Aku... aku sebodoh ini？" Luo Feng menggigit gigi dengan kesakitan.
“Saat ini ada banyak tantangan yang dikirim ke Luo Feng, tapi dia sama sekali tidak berminat untuk bertarung lagi. Pikirannya masih terpaku pada pertarungan sebelumnya... Meskipun ‘Formasi Ikan Pedang’-nya sangat kuat, pedang tajam sang petarung wanita tetap berhasil menangkis serangannya!
Pedang ganda kiri-kanan, pertahanan sempurna!
"Mengapa kekalahan bisa separah ini? Dia setingkat denganku, dan hanya petarung! Aku ini..." Luo Feng bisa menerima kekalahan, tapi tidak kekalahan telak seperti ini. Kekalahan ini menyadarkannya: di Pulau Gunung Naga Hitam saja, masih banyak petarung setingkat yang lebih kuat darinya!
Jika tidak, mana mungkin petarung setingkat bisa menghancurkanku dengan mudah?
……
Di ruang pertarungan lainnya.
Dewa Guntur sedang bertarung dengan seorang petarung wanita berbaju putih. Rekor pertarungannya sangat mengesankan: 691 menang, 3 kalah, peringkat 'delapan butir bintang'! Meski pernah kalah tiga kali, Dewa Guntur tidak ambil pusing karena dalam pertarungan pasti ada menang-kalah. Kebanyakan petarung datang ke sini untuk mencari terobosan.
Kegagalan justru lebih bermanfaat untuk 'terobosan' daripada kesuksesan!
Dengan kemampuan domain-nya, lawan Dewa Guntur biasanya memiliki peringkat tujuh, delapan, bahkan sembilan bintang. Wajar jika dia pernah kalah tiga kali.
"Hancurkan semuanya!!!!!" Teriak Dewa Guntur yang terlihat liar, seluruh tubuhnya diselimuti domain. Pedang tempur energinya berkilat seperti petir.
Dang! Dang! Dang! Dang! Dang! Dang! Dang! Dang!
Rentetan suara benturan.
Petarung perempuan mengenakan baju perang putih yang terlihat bersih dan segar, dengan ekspresi datar dan mata dingin. Di kedua tangannya menggenggam dua pedang tempur tajam yang dengan lincah menangkis serangan beruntun Dewa Guntur. Dalam pertarungan super cepat ini, salah satu pedangnya tiba-tiba menembus ilusi pedang Dewa Guntur dan menyambar leher lawan.
Kepala terlempar ke udara.
Dewa Guntur, kalah!
……
Hong yang berbaju perang hitam memegang tombak perak, matanya berbinar-binar: "Hah, luar biasa! Sudah 695 pertarungan, tapi dibandingkan denganmu, lawan lain benar-benar tidak layak disebut elit." Ucapan Hong diterjemahkan ke bahasa universal alam semesta oleh asisten virtual.
Di hadapannya berdiri pria kurus berbaju jubah putih memegang pedang: "Aku juga tak menyangka bisa menemukan lawan sepertimu di Ruang Pertarungan Killing Ground!"
"Lagi!" teriak pria itu dengan suara rendah. Hah!
Siuutt!
Tubuhnya melesat seperti kilat mendekati Hong, pedang di tangannya bergerak membentuk garis lengkung misterius yang mengancam berbagai bagian tubuh lawan.
"Hahahaha..." Tertawa keras Hong bergema.
Ujung tombak panjang di tangan tiba-tiba berputar bak menggulung ribuan ombak, langsung menyapu lawan. Pemahaman Konseptual ilmu tombak ini menyatu dengan domain kegelapan, bagai pusaran mengerikan dalam kegelapan yang langsung menelan pendekar pedang muda berjubah putih di depan. Pedang di tangan pemuda berjubah putih itu bergerak presisi bak kilat, menusuk setiap sudut pusaran dengan percikan listrik, sementara domain kilat di sekelilingnya terus mengembang.
"Hong!"
Keduanya terpisah sejenak setelah benturan, lalu bertarung kembali secepat kilat.
Sengit!
Hong sebelumnya telah menang 695 pertarungan secara mudah. Tapi kali ini tiba-tiba menghadapi lawan yang sangat mengerikan! Ribuan jurus telah mereka tukar, domain Hong jelas mengungguli lawan, tapi ilmu pedang lawan yang presisi nan mistis benar-benar dahsyat, membuat pertarungan berimbang.
Begitu lama bertarung, tak satu pun melakukan kesalahan.
Hong!
Keduanya berdiri terpisah di arena pertarungan, saling berhadapan.
"Pembunuh bayaran, kau telah dapatkan rasa hormatku. Mari kita nyatakan pertarungan ini seri." Kata pendekar pedang muda berjubah putih.
"Kau juga telah memenangkan rasa hormatku." Mata Hong seolah memancarkan bintang-bintang, menatap lawannya, "Aku telah berlatih keras di Lapangan Pembantaian selama sebulan, membuat kemajuan dalam Ilmu Tombak domain. Sampai saat ini teknik ini belum pernah kugunakan... Kini, akan kudemonstrasikan teknik ini sebagai bentuk penghormatan padamu." Ucapan Hong diterjemahkan oleh asisten virtual menjadi suara elektronik.
"Apa?" Wajah pendekar pedang berbaju putih berubah pucat.
"Teknik ini kusebut 'Dendam Abadi Tak Berujung'." Setelah mengucapkan itu, tombak di tangan Hong bergetar. Seketika senjata itu melesat bak naga besar, membawa pemahaman konseptual berputar yang menarik energi domain kegelapan di sekitarnya semakin mengental. Terciptalah gelombang kejut mirip tornado yang tak putus-putus, dengan ujung tombak sebagai intinya.
Pendekar pedang berbaju putih menyipitkan matanya, pedangnya menyambar secepat kilat.
Byur! Byur! Byur!
Setiap tusukan pedang meleset tipis di tepi ujung tombak. Ujung tombak itu bergerak licin dan luwes secara tak wajar, seolah seluruh udara tunduk pada pengaruhnya, tak mampu menghalangi.
Sementara itu pendekar berbaju putih yang mencoba kabur telah terjebak dalam domain, kecepatannya tak bisa menyaingi.
Bertahan pun tak mampu.
"Byur!"
Ujung tombak yang mengerikan itu menembus tepat di antara alis pendekar berbaju putih, keluar dari belakang tengkorak.
Pertarungan ini, dimenangkan oleh pembunuh bayaran (Hong)!
……
Lobi Lapangan Pembantaian.
Latarbelakang langit-langit lobi berwarna merah darah, meja hitam, kursi dingin. Luo Feng dan Dewa Guntur duduk di sini dengan perasaan yang sangat buruk.
"Tak kusangka kau juga bertemu dengannya." Luo Feng tersenyum pahit.
"Apa? Kau juga bertemu?" Dewa Guntur terkejut.
"Ya." Luo Feng mengangguk, "Petarung perempuan itu benar-benar... Aku sama sekali bukan lawannya. Dia benar-benar mengolok-olokku, mengeksploitasiku. Kemampuan fisiknya juga hanya Tingkat Bintang satu, setara denganku, tapi jauh lebih kuat. Dun Tian Suo-ku dihadapannya hanya menjadi lelucon!"
"Aku juga. Kurasa dia seharusnya memiliki domain, tapi bahkan tanpa menggunakannya, dia melukaiku sembilan kali berturut-turut, baru membunuhku di akhir. Sangat, sangat..." Dewa Guntur tersenyum getir.
Di dunia.
Mereka berdua, satu adalah jenius luar biasa, satu lagi adalah pendiri Asosiasi Petir yang berdiri di puncak dunia. Siapa sangka suatu hari akan ada orang dengan level dan tingkatan yang sama, namun bisa mengeksploitasi dan mengolok-olok mereka seperti mainan.
"Lao Er, San Di, kenapa kalian panggil aku?" Hong berbaju hitam berjalan mendekat dengan semangat, "Hmm, kenapa kalian terlihat murung?"
"Kalah." Luo Feng menggeleng.
"Kalah telak." Wajah Dewa Guntur juga pucat.
"Kalah itu hal yang baik." Hong duduk di kursi sebelah, "Dengan kalah kita bisa menemukan kelemahan diri, baru bisa berkembang."
"Tapi kekalahan ini terlalu memalukan." Luo Feng melirik Hong, "Kakak, kelihatannya perasaanmu sangat baik ya?"
“Haha, bertemu dengan lawan yang tangguh, sangat kuat.” Hong tersenyum melihat Luo Feng dan Dewa Guntur, “Kalian berdua jika berada di kelas planet level 9, mungkin bukan tandingannya. Sangat hebat! Jika bukan karena bulan ini saya giat berlatih di Ruang Pembantaian dan mengalami terobosan, kali ini saya tidak akan bisa mengalahkannya. Sungguh memuaskan bertemu lawan seperti ini.”
……
Di Tempat Pembantaian, selain lobi dengan biaya relatif murah dan lalu lintas pengunjung padat, ada juga beberapa 'kamar meditasi' dengan privasi tinggi.
Di salah satu kamar meditasi tersebut.
Seorang pria kekar dengan kulit kebiruan-hitam duduk di sofa, menatap layar di depannya. Di layar diputar tiga video sekaligus: pertarungan Luo Feng melawan petarung wanita, Dewa Guntur melawan petarung wanita, dan Hong melawan pemuda berjubah putih. Mata pria kekar itu bersinar dengan intensitas tak biasa.
Ia menatap tajam video ketiga - pertarungan Hong dengan pemuda berjubah putih.
“Bagaimana mungkin... ini domain tiga tingkat?”
“Tusukan terakhir ini, ledakan domain yang dikeluarkannya pasti domain tiga tingkat! Seorang anak kelas planet level 9, sudah mencapai domain tiga tingkat.” Pria kekar itu sangat bergembira.
Tiba-tiba——
“Tok! Tok! Tok!” Suara ketukan pintu terdengar.
“Masuk,” kata pria kekar itu.
Pintu terbuka.
Petarung wanita berjubah putih dengan ekspresi serius dan pendekar kurus berjubah putih masuk, menutup pintu. Petarung wanita itu memberi hormat penuh khidmat: “Tuan, misi telah selesai.”
"Bagus, kalian bisa meninggalkan alam semesta virtual dan kembali. Poin kontribusi sudah saya kirim." Pria kekar itu berkata.
"Baik."
Petarung perempuan berbaju putih dan pemuda berbaju putih menghilang, jelas kesadaran mereka telah keluar dari alam semesta virtual dan kembali ke realitas.
