"Bab 58 Momen Genting"
"'Tidak mungkin!'"
"Di Klinik Hua, Hua Bao mendengar perkataan Sheng Youran, matanya membulat penuh ketidakpercayaan."
"Bagaimana mungkin ada orang yang bisa melihat masalah secepat ini? Dokter yang dia sebut sebelumnya bahkan sudah mengambil darah tapi tidak menemukan apa-apa."
"Hua Bao mulai meragukan diri sendiri, sungguh memalukan."
"'Apa kita ketahuan?' Sheng Youran ikut tegang melihat reaksinya."
"Meski berharap pisah ranjang, tapi saat Yi Bei benar-benar menghilang tanpa kabar, hatinya tiba-tiba merasa hampa."
"Mungkin bukan hanya karena tali pinggang itu."
"Kalau dia tahu kebenaran, apa langsung membawa kontrak perceraian saat kembali?"
"Hua Bao mondar-mandir, "Aku tidak yakin. Secara teori hanya melihat dan bertanya, tidak mungkin bisa memastikan.""
"Tapi melihat wajah Sheng Youran yang bisa pulih secepat ini, jelas obatnya tepat sasaran."
"Benarkah ada orang yang bisa mengetahui semuanya hanya dengan melihat, tanpa menganalisis komposisi obatnya?"
"'Kau yakin obat yang kuberi tidak sampai diambil mereka?' Hua Bao bertanya lagi."
Sheng Youran menggelengkan kepala, "Botol obat sudah kulempar ke bawah ranjang."
Seharusnya tidak mungkin ditemukan, tapi dia juga tidak punya kesempatan untuk memeriksanya.
Hua Bao akhirnya mengangkat bahunnya, "Kalau benar-benar tidak bisa, lebih baik kau terus saja menyangkal."
"Baiklah, aku akan lihat perkembangannya dulu. Terima kasih." Setelah berpikir, Sheng Youran tidak mau mengambil risiko.
Hua Bao masih penasaran, "Youran, kalau kau tahu alasannya nanti, beri tahu aku ya. Aku ingin tahu siapa yang tahu formula buatanku."
Ia mengangguk setuju, setelah berpamitan dengan Hua Bao, berjalan keluar dari gang.
Kawasan ini terasa begitu kuno sampai seperti kembali ke abad lalu, setiap gang sepi, rumah-rumah tua dengan gerbang terkunci rapat.
Tapi menurut Ai Ke'er, di balik gang-gang ini ada deretan salon kelas rendah dengan keamanan buruk.
Sepupunya yang punya ilmu bela diri sekalipun tidak berani berkeliaran di sini malam hari.
Memikirkan ini, Sheng Youran mempercepat langkahnya, ingin cepat keluar dari sini.
"Nona ini lumayan."
"Jauh lebih baik daripada pelacur di jalan itu..."
Suara godaan vulgar yang sengaja tidak disembunyikan membuatnya muak.
Tangannya menggenggam erat tasnya, di siang bolong seperti ini seharusnya mereka tidak berani berbuat nekat.
Godaan verbal seperti ini cukup diabaikan saja.
"Nona, ngapain buru-buru?"
Baru saja hendak melewati dua pria bermuka mesum itu, dia sudah mencium aroma arak yang memuakkan.
Kedua pria itu menghalanginya dari depan dan belakang, terkekeh-kekeh.
Mata mereka berbinar memandanginya, seolah melihat harta karun legendaris.
"Aku punya uang, berapa pun kalian mau." Sheng Youran menggigit bibirnya kuat-kuat, "Tapi untuk hal lain... pikir baik-baik! Melakukan hal ilegal bisa membuat kalian masuk penjara."
Pria di depannya melangkah limbung, matanya menyipit seperti garis, "Mengancam kami? Dang! Kami berdua ini bukan anak kemarin sore!"
Saat dia mundur, pria di belakang mendekat, "Iya! Berani-beraraminya lapor polisi? Habis dipermainin malah berani ngomong sendiri, tidak malu?"
Dua pria mabuk ini sama sekali tidak percaya perempuan ini berani melapor. Lagi pula perempuan cuma bisa nangis, lalu menelan ludah.
"Jangan mendekat!"
"Wahahaha! Kenapa tidak? Takut sama kamu? Dengar, teriak sampai parau pun sia-sia di sini. Tuan sudah lama tidak 'makan daging', dewa datang pun tidak berguna."
Sheng Youran terkepung di jalan buntu, tenaganya jelas tak sebanding.
"Kakak-kakak..." Tiba-tiba ia menangis lemah, "Benar-benar tidak mau melepas aku? Aku sungguh punya uang!"
"Laozi mau uang sekaligus orangnya. Kalau pinter, kooperatiflah." Ancaman itu bergema.
Ia pura-pura tak berdaya, "Kumohon jangan main tangan... Aku, aku nurut..."
Si mabuk semakin senang melihatnya pengecut.
“Tahu patuh itu bagus, ke sini bantu Laozi lepas celana!” ujarnya sambil menunjuk tali celananya dengan cengiran.
Sheng Youran gemetaran mendekat, lalu menyepak selangkangan pria mabuk itu saat lengah sebelum kabur.
Prianya menjerit kesakitan sambil menggigit gigi, berteriak marah dan mengejar bersama temannya, "Dasar kau! Berhenti!!"
Dia berlari sekuat tenaga, hanya satu pikiran di hatinya: sampai di jalan raya sebelum tertangkap.
Jika tertangkap, nasibnya akan lebih buruk.
"Tolong... Tolonglah..." teriaknya sambil berlari, tapi semua pintu rumah tertutup rapat.
Beberapa jendela terbuka terlihat, tapi tak ada yang bermaksud menolong.
“Aduh itU, tunggu Laozi tangkap kamu, pasti akan kubuat sengsara!”
Dia tidak berani menoleh, tapi suara itu jelas sudah sangat dekat.
"Yibei, bukankah itu suara istrimu?" Nie Jinshen menyelipkan tangan ke kantong celana kasualnya, belum selesai bicara sudah melihatnya berlari masuk ke gang.
Ternyata benar itu suara istrinya.
Nie Jinshen menggelengkan kepala pasrah, pantas saja Ye Mo dan yang lain bilang Yibei berubah setelah menikah.
Saat Mu Yibeu menerobos masuk ke gang, sesosok tubuh yang kabur tak karuan menabrak dadanya.
"Tolong, tolong!!"
Dengan cepat dia memeluk perempuan yang gemetar ketakutan itu dalam dekapan.
"Hei, perempuan ini..."
Pria mabuk yang mengejar belum sempat menyelesaikan kalimat, seluruh tubuhnya sudah ditendang hingga terbang.
“Mu Yibeu?” Sheng Youran mengangkat kepala, tangannya tak pernah sedemikian erat memeluknya hingga tak berani melepaskan, “Benar-benar kau?”
Sorot mata Mu Yibeu yang tajam bagai pisau berbalut es, cukup untuk menjatuhkan hukuman lingchi pada dua orang tak tahu maut itu.
“Brengsek, siapa kau?” Pemabuk satunya sudah gemetar sejak melihatnya menendang rekan mereka, keringat dingin bercucuran saat menatap sorot mata kejam pria ini sambil terus mundur, “Aku peringatkan, aku... aku peringatkan... kalau berani buat onar di sini...”
Pria ini terlalu mengerikan. Tanpa melakukan apapun, lidahnya sudah kelu tak bisa bicara.
“Ada apa?” Nie Jinshen tiba-tiba muncul dari ujung gang, matanya menyapu sekilas lalu langsung paham situasi.
Kedua orang ini, sepertinya sisa hidup mereka tak akan tenang lagi.
Mata hitam Mu Yibeu mengunci kedua target, suaranya rendah tapi terukur saat bertanya pada wanita dalam pelukannya, “Apa mereka menyentuhmu?”
Sheng Youran masih syok, menggelengkan kepala dengan bingung setelah berpikir lama.
“Yakin?”
Ia menunduk, mengamati sekujur tubuhnya.
Syukur, bajunya masih rapi.
Hanya kaget saja, kalau tidak, mana mungkin ia memeluknya seperti ini.
“Berarti... mereka baru akan menyentuhmu?” Nada suaranya berubah, setiap kata berdesing dingin.
Sebelum Sheng Youran sadar, punggungnya ditepuk lembut lalu pelukan itu terlepas.
“Mu Yibeu!”
“Pergi ke belakang.” Ia berkata datar, melepaskan pelukan eratnya yang masih memegangi tubuhnya, lalu melangkah mendekati pria mabuk yang terjatuh.
