Bab 296: Apa Seorang Pria Bisa Bertindak Tegas?
Erbao memandangnya tanpa kata-kata, untuk apa harus dirahasiakan?
"Kenapa kamu menyimpan akta nikah di brankas?" tanyanya penasaran, "Bukannya brankas biasanya untuk menyimpan barang-barang penting?"
Mu Yibeu kembali duduk, "Akta nikah tidak penting?"
"Itu kan bukan uang." Dia mengangkat bahu kecilnya.
Mu Yibei mengerutkan alis.
"Ya ampun!" Erbao langsung tahu dari raut wajaknya bahwa pria ini tak pernah hidup kekurangan, "Kamu tidak mengerti, demi menghasilkan uang, Ibu bisa kerja sampai larut. Padahal dia sangat suka tidur malas, kalau uang tidak penting, ngapain segitu?"
Dia diam, melihat bocah ini mulai mengamati sekeliling dengan pandangan penasaran.
Hatinya mulai dihuni keraguan, Ye Yunting membiarkan mereka hidup sengsara begini?
Saat hendak bertanya, tiba-tiba ganti kalimat, "Kamu bilang bonus pertandinganmu dibayar dimuka ke siapa?"
“Aku memberi……” Erbao memutar bola matanya, melihat dengan penuh kewaspadaan, “Ngapa kamu banyak tanya?”
Mu Yibeu berkata dengan santai, “Tidak apa jika kamu tidak mau bicara, dalam satu jam aku akan tahu apa yang kamu lakukan. Ibumu belum tahu kan?”
Erbao menyerah dan mempercayainya.
“Aku minta Paman Qiao merekomendasikan seseorang untuk menyelidiki sesuatu.” Erbao berbicara sambil menyusun rencana di hatinya, “Bagaimana kalau kamu yang bayar? Nanti bonusnya kuserahkan ke Ibuku, pasti dia senang.”
Kalau penyelidikan ini dilakukan olehnya, sang Ibu akan mengira dia peduli pada mereka.
Ibu menyayanginya, dengan begitu Ibu akan bahagia.
Mu Yibeu mengerutkan alisnya, “Mengeluarkan satu juta yuan hanya untuk menyelidiki sesuatu?”
Qiao Shaojing berani menjebak anaknya sendiri?
Padahal anak ini bukan orang tak berperasaan, tapi terus-terusan bilang kekurangan uang, malah menghamburkan satu juta yuan untuk menyelidiki sesuatu.
“Karena Paman itu harganya mahal.” Erbao menjelaskan, “Aku sudah berdiskusi dengannya, menurutku ini sepadan. Kalau tidak sepadan, bisa-bisa orang yang kuselidiki itu menyadari!”
“Kamu menyelidiki siapa?”
Erbao juga tak berniat melanjutkan kebohongan, “Seorang paman bernama Ye Yunting, kurasa dia punya niat jahat.”
Raut wajah Mu Yibeu langsung berubah.
“Kamu juga tahu? Menurutku dia adalah orang yang sering mengancam tetangga kami, meski belum terjadi apa-apa tapi sangat berbahaya. Dia ini... atasan dari atasan dari atasan perusahaan Ibuku... pokoknya atasan yang sangat-sangat penting. Ibu agak polos, mungkin tidak tahu apa-apa. Aku tidak berani memberitahunya, takut membuatnya panik.”
Suaranya menegang beberapa tingkat, “Pernah lihat dia?”
“Pernah! Ingat tidak, di hotel Kangcheng dulu, aku bilang ada kakak cantik yang mabuk dan orang jahat mengetuk pintu, hampir dibawa pergi. Kakak cantik itu adalah Ibuku, orang jahat itu adalah paman yang kubicarakan tadi.”
“Hanya sekali itu?”
Erbao berpikir sejenak, “Tidak juga. Di waktu lain, aku pernah melihatnya tapi mungkin dia tidak mengenaliku. Ketika aku mengunjungi perusahaan Ibu, tidak sengaja bertemu. Aku pernah menyelidiki perusahaan Ibu, melihat semua data dan foto atasan mereka, jadi aku bisa mengenalinya.”
Sorot mata Mu Yibei menjadi gelap, suaranya kembali tegang, “Ibumu... tidak pernah memperkenalkan kalian padanya?”
“Tidak!” Erbao bingung, “Apa Ibu dekat dengannya? Kami jarang bertemu rekan kerja Ibu, apalagi atasannya. Ibu biasanya sangat sibuk bekerja, tidak punya banyak teman, tidak dekat dengan rekan kerja. Kalau ada waktu luang, dia pasti mengerjakan pekerjaan sampingan atau menemani aku dan adik.”
Dia terdiam sejenak, bibir tipisnya terkunci rapat, entah sedang memikirkan apa.
Erbao menatap wajahnya dengan penasaran, "Kamu banyak bertanya, apa kamu mau tanya, apakah Ibu punya pacar?"
Mu Yibeu menyapu pandangan ke arahnya.
"Aku tidak akan memberitahumu!" Erbao mengangkat alis dengan bangga, raut wajahnya seolah berkata, kalau kau tidak memuaskanku, aku tidak akan bicara apapun.
"Tidak perlu kau beri tahu." Mu Yibeu menyeringai dingin tak peduli, "Urusan penyelidikan tidak usah kau urus. Segera hubungi klub yang ingin kau tanda tangani, aku akan atur transfer sekolah kalian ke sini."
Erbao tak terkejut. Duduk di sofa sambil meniru gaya menyilangkan kakinya, berkata bak tuan besar, "Baiklah, kalau sudah ada hasil kabari aku."
Mu Yibeu: "..."
Gaya sok jagoan ini siapa yang ajari anak ini?
"Kamu tanya banyak padaku, sekarang aku tanya satu." Erbao semakin tidak grogi setelah percakapan tadi, "Apa kamu suka Ibuku?"
Mu Yibeu menarik sudut mulutnya, berdiri, "Kita pergi. Siapkan diri, aku akan antarmu ke klub menemui Wen Ruohan."
"Hei, kamu menghindar ya? Suka ya suka, tidak ya tidak. Sebagai pria kok tidak tegas?" Erbao mengangkat dagu dengan penuh provokasi.
Mu Yibeu meliriknya, "Kalau masih tidak tahu cara memanggilku, aku akan segera pulangkanmu. Penjagaan di sekitarmu akan digandakan, tidak ada lagi kesempatan kabur, dan kau tak bisa bertemu ibumu lagi."
"Berani kau!"
Mu Yibeu mengaitkan bibir, "Coba lihat apakah aku berani."
……
Akhirnya, Erbao berlari keluar sambil menggerutu.
“Sheng Youran melihatnya keluar, agak gelisah dan bingung.
Erbao segera berlari memeluknya sambil berkata, "Mami, dia penjahat besar, dia mengancamku!"
“Dia mengancammu apa?” Sheng Youran yang sudah tegang tidak menyangka reaksi Erbao sebesar ini.
Erbao memandang ke arah ruang studi dengan wajah tidak terima, pria itu sudah keluar dari kamar.
“Kalau aku tidak memanggilnya Ayah, dia tidak akan mengizinkanku bertemu kamu!”
Sheng Youran: “……”
Dia menatap pria yang berjalan keluar, ekspresinya masih terlihat tenang.
“Lalu kamu sudah memanggilnya?” Sheng Youran bertanya pelan dengan gugup.
Erbao mencibir sambil memutar mata, “Cuma sekali... Mami, kalau bukan karena kamu, dipukuli sampai mati pun aku tidak mau memanggilnya!”
“Dia memukulmu?” Sheng Youran kaget.
Mu Yibei mengerutkan bibir tipisnya, alisnya berkerut rapat.
Bocah ini...
“Enggak sampai segitu, itu kan terlalu rendah.” Erbao menepuk-nepuk punggung Sheng Youran untuk menghibur, “Sudah Mami, tidak apa-apa, aku mau pergi dulu bersamanya.”
“……” Sheng Youran mulai paham, meskipun Erbao terlihat menggerutu, sebenarnya tidak marah.
Kalau tidak, dia tidak akan mau memanggilnya ayah apalagi pergi bersama.
“Mami, kamu ikut kami tidak?”
“Aku...” Bukan tidak mau, tapi tidak tahu boleh atau tidak.
Penasaran dengan tempat yang disebut Mu Yibei, Erbao malah menyetujui dan sangat bersemangat.
“Gerak cepat.” Mu Yibei menggerakkan bibir tipisnya, mendesak, namun pandangannya melirik ke arah Sheng Youran.
“Bolehkah aku ikut?” Sheng Youran masih ragu.
“Mami, tentu saja boleh!” Erbao berkata dengan yakin.
Mu Yibei melangkah maju, melihat raut wajah pucat Sheng Youran, “Dia tidak ikut.”
Sorot matanya redup, terbukti dia hanya bisa bertemu mereka, tapi tak bisa bersama di acara publik.
“Kenapa?”
“Dia harus tidur.”
Erbao menyembulkan mulut, memandang aneh ke Sheng Youran, “Beneran? Tidur di jam segini, Mami terlalu malas.”
“Iya, aku ingat kemarin kurang tidur.” Ia mengangguk.
Di bawah desakan Mu Yibei, Erbao sudah berlari cepat ke luar pintu.
Pria itu tidak langsung pergi, menatap Sheng Youran, “Masih berdiri? Pergi tidur.”
“……” Beneran tidur?
Mu Yibei melihatnya masih berdiri di situ, memandangnya dengan tatapan semakin aneh.
Alisnya berkerut, tiba-tiba tersenyum, “Takut apa? Takut aku bawa dia pergi dan tidak kembali?”
“Kalau begitu... kapan kalian kembali?” Pertanyaan ini langsung menyentuh titik lemahnya.
“Kau tanya aku, atau tanya dia?” Mu Yibei balik bertanya.
Sheng Youran belum paham, apa bedanya?
Bukankah mereka berdua pergi bersama sekarang?
“Kalian tidak kembali bersama?”
Tiba-tiba sebuah kepala muncul lagi di depan pintu, “Papi kenapa belum keluar? Lift sudah datang. Berapa lama lagi kalian pamitan?”
Mu Yibei melirik sambil memeluk Sheng Youran menuju kamar, "Kamu turun dulu, aku akan mengantarnya masuk untuk tidur."
Tubuh Sheng Youran mengeras, kaku saat diantar masuk olehnya.
Mengapa harus diantar masuk hanya untuk tidur...
"Aku bisa masuk sendiri..." Ucapannya belum selesai, tangan sudah dicengkeramnya dan langsung ditarik masuk ke kamar.
Wajahnya memerah, masuk ke kamar lalu melepaskan tangannya sendiri, "Pergilah, jangan sampai dia menunggu lama."
Mu Yibei melihat kemerahan di wajahnya, "Kenapa wajahmu merah? Aku menyuruhmu masuk untuk tidur, kira-kuramu aku mau apa?"
Ia menggigit celah giginya, menahan dorongan untuk membantah.
Siapa yang sengaja memerah!
"Beberapa hari ini jangan keluar terkena angin. Aku tak ingin orang mengira aku menyiksa pasien." Katanya bertekanan pada kata 'pasien', "Mandi boleh, kepala jangan basah. Jika lukanya memburuk akan kubuang kau ke rumah sakit."
"Aku tahu."
"Mau kubantu ke ranjang?" Mu Yibei mengangkat alis melihatnya masih diam.
Sheng Youran tersipu marah, melotoskannya dengan kesal, "Pergi!!"
……
Mu Yibei menuruni tangga, mengeluarkan mobil dari garasi.
Erbao duduk di kursi penumpang depan, "Kenapa tidak ajak Ibu? Ke klub tidak boleh membawanya? Sudah berapa hari kau mengurung Ibu!"
"Dia sedang sakit, jangan ganggu dia." Tangan Mu Yibei memegang kemudi, bicara datar, "Nanti kuantar kau ke tempat kemarin, dua hari ini kau dan adikmu tetap tinggal di sana."
“Kalau Ibu?”
“Sudah kubilang dia sakit, biarkan dia istirahat beberapa hari. Kalian jangan ribut-ribut.”
Erbao mengerutkan bibir, “Ini penyakit menular, jadi kita tidak boleh menemuinya?”
Mu Yibei: “……”
“Oh, aku paham. Menurutmu kita akan mengganggunya…”
Erbao benar-benar kehabisan akal. Tampaknya citra anak-anak yang ribuk di hati Ayah sulit diubah.
Tapi kalau ingat adik yang suka manja-manja dengan Ibu seharian, memang agak berisik.
Raut wajah Ibu tadi juga kurang baik. Lebih baik kita kunjungi Ibu dua hari lagi.
“Apa Ayah bisa merawatnya?” Erbao mengejar, “Aku lihat tempat tinggal Ibu sekarang tidak ada pelayan sama sekali, padahal di rumah Ayah banyak pelayan. Jangan-jangan Ayah ingin merawatnya sendiri? Bisa masak nggak? Bisa buat sup?”
Mu Yibei menatap kaca depan mobil. Lebih baik dua bocah cerewet ini dijauhkan darinya selama beberapa hari.
*
Sheng Youran tertidur.
Saat berbaring di ranjang dan mulai rileks, barulah ia sadar keputusan tidak keluar rumah adalah pilihan tepat.
Tadinya karena emosi dan jiwanya tegang, jadi mengabaikan ketidaknyamanan fisik.
Saat setengah sadar, ia seolah mendengar suara shower dari kamar mandi.
