Bab 310: Baik-baik tetap di sini
Wen Ruohan sudah kehabisan kata, "Jangan lupa janjimu pada paman, ya?"
"Kait kelingking!"
"Kait kelingking."
"Sanbao." Sheng Youran turun dari sosok pria yang akhirnya membuka mata, mendekat, "Kau janji apa dengannya?"
Wen Ruohan hanya berpamitan, tak peduli apakah Sanbao akan membocorkan rahasia.
Lagipula, sekalipun terbongkar, itu bukan hal yang serius.
"Rahasia." Sanbao memegangi mulutnya sendiri, "Mulutku sangat ketat, aku berjanji pada Paman Wen untuk merahasiakan."
Sheng Youran mengerutkan alisnya. Pria ini terlihat sembrono dan tidak bisa diandalkan, tapi selalu tertarik pada putra-putrinya, bisa membuat kesepakatan dengan siapa saja. Entah ada niat jahat atau tidak.
"Jika benar-benar ada niat jahat, pasti itu ditujukan pada Mu Yibei."
Untungnya Erbao baru saja selesai latihan, mereka tidak berlama-lama di klub, langsung pergi dengan mobil ke restoran yang sudah dipesan Mu Yibei.
Ini pertama kalinya dua anak makan bersama mereka berdua secara resmi, terutama Sanbao yang terlihat sangat gembira.
Mu Yibei meletakkan garpu, melihat Sheng Youran membungkuk dengan senyum lembut di sudut mulutnya, mendengarkan putrinya yang sedang bercerita.
Dia mengangkat cawan anggurnya, menyesap anggur merah perlahan.
Situasi yang begitu dekat di depan mata ini, benar-benar seperti mimpi.
Atau lebih tepatnya, bahkan dalam mimpipun dia tidak berani membayangkan mimpi seperti ini.
Getar telepon mengganggu pikirannya, sorot matanya langsung membeku melihat nomor yang muncul di layar.
Sheng Youran menoleh, memandangnya penasaran.
Sepanjang hari ini dia seperti sedang libur, tidak pergi ke perusahaan, bahkan teleponpun tidak berbunyi, dia mengira hari ini benar-benar tidak ada urusan.
"Aku mau menerima telepon dulu." Suara Mu Yibei tiba-tiba menjadi dingin, berdiri cepat sambil menekan tombol penerimaan panggilan, berjalan menuju balkom.
Peneleponnya bukan orang lain.
Ye Yunting.
Berani juga masih menghubunginya.
"Apakah Direktur Ye menelepon untuk mengundang pemegang saham terbesar kedua ini menghadiri rapat Shengye Group kalian?" Bibir Mu Yibei menyunggingkan senyuman sinis yang menusuk.
Suara Ye Yunting tenang, "Apakah Sheng Youran ada di situ?"
“Berani sekali kau menelepon saya untuk mencarinya.”
“Saya hanya tidak ingin permusuhan keluarga Mu yang kalian picu akhirnya dibebankan padanya.” Suaranya datar dan tenang, “Jika kau merasa bisa melindungi mereka, anggap saja saya tidak berkata apa-apa.”
“Bicaralah.”
“Saya tahu orang yang menyandera waktu itu sudah kau tangani. Sebelum kau bertindak, informasi ini sempat saya intersepsi. Sekarang kau terang-terangan bersamanya, tidak takir membahayakan nyawanya?”
“Kau pikir saya tidak tahu urusanmu di Amerika Utara?”
Sejak mulai menyelidiki Ye Yunting, Ye Mo sudah memulai persiapan.
Ye Yunting hanya menyeringai dingin, “Seseorang menghabiskan 50 juta dolar untuk menyewa pembunuh bayaran demi balas dendam berdarah.”
Ekspresi Mu Yibei berubah kaku, “Atasanmu?”
“Jalani hidupmu sendiri.”
Telepon diputuskan.
Mu Yibei menatap telepon yang terputus, raut wajahnya serius sejenak, lalu segera menelepon Ye Mo.
“Informasimu akurat.” Suaranya menggigilkan seperti hawa dingin, “Tampaknya memang sasaran mereka adalah keluarga Mu.”
“Bagaimana kau tahu?” Ye Mo bertanya datar.
“Telepon dari Ye Yunting.”
Ye Mo tersenyum tipis, “Dia yang sedang menghadapi tekanan besar dari pihak William, masih memberitahumu informasi ini. Haruskah kau berterima kasih, atau menyingkirkan orang yang sampai sekarang masih belum bisa melupakan istrimu ini?”
“Segera selidiki data pembunuh itu sampai tuntas. Dia pasti tidak menyangka saya buta informasi. Telepon ini bisa jadi pemberitahuan resmi, atau umpan informasi palsu yang sengaja dilempar.”
Ye Mo membenarkan, “Kau makan dulu.”
Setelah menutup telepon, ia melemparkan ponselnya ke samping.
“Kenapa tidak memberitahunya, pembunuh senilai 50 juta dolar AS sudah tiba sehari yang lalu?”
Suara yang berbicara adalah seorang perempuan.
Rambut panjang bergelombang warna chestnut, kulit putih, bibir merah yang menggoda,
Di wajah tampan Ye Mo tak ada sedikitpun emosi, dingin seperti air.
Di dalam ruangan, di balik kaca patri setengah dinding, terpampang pemandangan malam Kota Suci yang berkilauan, sekaligus memantulkan profil samping perempuan di sampingnya yang sempurna.
Ye Mo memutar wajah, bertatapan dengan wajah perempuan yang terlalu cantik.
Campuran antara kesucian dan godaan, senyum di kelengkungan bibirnya begitu manis hingga memabukkan.
Namun pandangannya dingin, menatapnya dengan mata tertunduk tanpa kehangatan, melihat mata amber perempuan itu juga tak berisi secuil senyum pun.
"Kakak Mo, kamu sudah menatapku seharian di sini." Perempuan itu meletakkan sampanye di tangannya dengan kemalasan yang kecapekan, "Tapi kamu tidak bisa mengawasiku seumur hidup di sini."
Mata Ye Mo semakin membeku, kelengkungan bibirnya dingin seperti es, "Baru kembali sudah membunuh, itu pun perempuan dan anak-anak. Mo'er, mana prinsipmu?"
"Aku tidak bilang akan membunuh mereka, tapi kamu bersikeras mengira begitu." Ye Mo'er bersandar di sofa, memiringkan kepala menatapnya, "Benarkah kamu tidak menyambutku kembali?"
Ye Mo mengulurkan tangan, menyisir beberapa helai rambutnya yang terurai ke belakang telinga.
Senyum di bibirnya semakin dalam, namun matanya dipenuhi es, "Bersamaku 24 jam, baru akan kupercaya."
“Ye Mo Er berpikir sejenak, suaranya yang dingin seperti angin terdengar sedikit kesal, \"Saat menerima uang, aku benar-benar tidak tahu siapa itu. Kamu tidak suka, mau ku kembalikan uangnya?\"”
“Tangannya dengan lancar menahan pipi kecilnya, wajah sebesar telapak tangan, seolah sedikit tekanan saja bisa mematahkan lehernya, \"Tidak perlu.\"”
“Uang dikembalikan pun, William pasti akan cari orang lain.”
“\"Lalu apa maumu? Tidak boleh kembalikan uang, tidak boleh aku main fisik. Nanti kalau aku masuk daftar hitam, nasibku akan sengsara.\" Dia sama sekali tidak berniat menghentikan gerakannya, \"Kakak Mo, kau hanya tahu perempuan anak buahmu tak boleh disentuh, tapi tak peduli nyawaku?\"”
“\"Diam baik-baik di sini.\" Tekannya di kepala perempuan itu mendekatkannya ke diri sendiri, tangan satunya melingkari pinggangnya.”
“Perempuan itu diam patuh, wajahnya berhadapan dengannya, menutup mata seolah menunggu ciuman.”
“Sekonyong-konyong, Ye Mo mengeluarkan pisau komando Swiss kecil dari pinggang gaun panjangnya.”
“Berdentang, pisau itu dilempar ke meja samping sofa sebelum akhirnya melepas pegangan.”
“Sorot mata dinginnya menatapnya tanpa sepatah kata.”
“Ye Mo Er mengangkat kedua tangan tanda menyerah, bangkit dari sofa dengan wajah mengantuk, \"Kalau begitu aku boleh tidur kan? Ngantuk. Oh ya Kakak Mo, lebih baik kau terus begadang menjagaku. Bisa jadi kalau kau tertidur sebentar saja, aku sudah raib. Ya?\"”
“Ye Mo terdiam, menyaksikannya tertidur lelap di ranjang besar tanpa perlawanan.”
“Tertidur sebentar saja dia sudah raib...”
“Hmph.”
“Di restoran.”
“Kenapa tidak makan lagi?” Sheng Youran memandangnya dengan heran, “Apa kamu ada keadaan darurat? Kalau memang ada urusan mendesak, aku bisa temani mereka makan di sini. Kamu boleh pergi dulu.”
Sanbao adalah anak yang sangat tidak praktis. Sheng Youran juga hampir tidak makan apa-apa tadi, sekarang tiba-tiba minta pergi.
“Lapar nanti makan di rumah.” Ekspresi Mu Yibei datar, “Mobil sudah menunggu di luar.”
Begitu Mu Yibei berkata, dia pun tak mempermasalahkannya.
Yang penting Erbao dan Sanbao makan dengan lahap.
Sejak dari restoran sampai kembali ke Kediaman Mu, dia merasa Mu Yibei seperti sedang memendam sesuatu.
Awalnya ingin bertanya, tapi setelah dipikir-pikir, buat apa mencampuri urusan yang bukan ranahnya.
Setelah berhasil menenangkan mereka hingga tidur, Sheng Youran kembali ke kamar yang sudah kosong.
Tante Zhou mengetuk pintu sambil membawa kudapan, “Kakak-kakak bilang kamu tidak makan banyak, suruh saya siapkan makanan. Oh ya, tadi dia bilang ada urusan darurat dan harus keluar.”
Sheng Youran membuka pintu untuk Tante Zhou, “Terima kasih.”
Apa Mu Yibei memperhatikan bahwa dia belum kenyang tadi?
“Dia... bilang kapan akan kembali?”
Tante Zhou tersenyum, “Tidak, tapi dia berpesan kalau Nona Sheng ada keperluan bisa telepon beliau.”
Sheng Youran hanya bisa mengangguk. Urusan apa lagi yang mengharuskannya menelepon pria itu?
*
Di lantai paling atas hotel bintang tujuh di pusat Kota Suci, pasukan khusus berjaga setiap beberapa langkah di sepanjang koridor.
Mu Yibei keluar dari lift dengan raut dingin penuh niat membunuh.
“Tuan Mu.”
“Dia tahu satu-satunya suite di lantai paling atas,” bibirnya bergerak dengan nada dingin, “Buka pintu.”
“Kakak-kakak Mu, tapi...”
“Tidak ada 'tapi'.”
Orang di depan pintu membuka pintu, berkata ke dalam, “Mr. Ye, Kakak Mu sudah datang.”
Suite itu sangat besar, Ye Mo tidak berada di ruang tamu.
Suaranya terdengar dari kamar dalam, “Suruh dia masuk.”
Mu Yibeu langsung masuk, matanya langsung menyipit melihat sosok yang sedang tidur nyenyak di ranjang.
Ye Mo duduk di sofa mewah sebelahnya, menyilangkan kaki, jemari memegang rokok, sambil menghisap rokok berkata, “Bukannya sudah kusuruh makan yang baik?”
“Sudah kenyang.” Mu Yibeu mengerutkan alis, mengalihkan pandangan dari Ye Mo Er, “Semua orang sudah datang, kenapa tidak memberitahuku?”
Ye Mo mengaitkan bibir dengan senyum dingin, “Memberitahu apa? Mo Er menerima 50 juta dolar AS dari orang untuk kembali membunuh istri dan anakmu?”
“Aku tidak membunuh!” Suara gerutuan datang dari ranjang, kesal karena kurang tidur, membetulkan dengan artikulasi jelas.
Ye Mo Er mengangkat kepala, membalikkan badan di ranjang, lalu duduk, melihat Mu Yibeu, dengan santai mengaitkan bibir, “Yibei, lama tidak berjumpa.”
Mu Yibeu meliriknya, lalu menatap Ye Mo.
Ye Mo hanya terus menatap ke jendela, tak henti merokok.
Ye Mo Er menghela napas pasrah, “50 juta dolar AS untuk membunuh tiga orang, istri dan anakmu tidak semahal itu.”
Baru buka mulut, ekspresi Mu Yibeu langsung bertambah dingin seperti es.
“Apa itu？”
“Yang masih hidup.” Ye Mo Er tampak benar-benar mengantuk, terus-teruapan menguap, “Hidup, utuh, lalu dibawa keluar dari sini tanpa sepengetahuan dewa maupun hantu. Kalau langsung dibunuh, 10 juta pun tidak perlu.”
Mu Yibei menyeringai dingin, “Aku beri 100 juta, mau bantu aku membunuh orang?”
Ye Mo Er mengedipkan mata lelahnya, “Urusan balas membunuh dua kali lipat begini merusak integritas, ini tabu. Kau kan tahu. Lagipula... aku tidak bisa membunuhnya.”
“Hmm?” Mu Yibei menaikkan alis, terkejut.
“Terlalu tampan, melihat saja sudah tidak tega melukainya.”
“……”
“……”
Ye Mo mematikan puntung rokok dengan tekanan jari yang sangat kuat.
“Dan membunuh juga percuma.” Dia mengangkat bahu, “Kau tidak mungkin membunuh semua kan? Kalau berhasil membunuh, yang diuntungkan cuma orang yang mengincar posisinya. Malah memberi alasan ke pihak lain. Jangan lupa, dulu keluargamu tidak membunuh adik kandungnya, mungkin perseteruan tidak akan sebesar ini.”
