Bab 315 Nona Feng, Tolong Anda Keluar
Hanya saja ketidaksenangan ini tidak berani langsung ditunjukkannya.
Pekerjaan adalah prioritas utama dalam hidup Mu Yibei. Jika dia terlihat cemburu pada sekretarisnya, pasti akan meninggalkan kesan buruk.
Meski hati Feng Zhiru dipenuhi kekecewaan, wajahnya tetap menyungging senyum tipis dengan suara yang lembut.
“Minta kopi?” Suara berat Mu Yibei terdengar perlahan, nada bicaranya penuh sindiran, “Apa tidak ada yang memberitahumu bahwa aku tidak minum kopi di jam segini?”
“Sudahlah, Kakak Mu, suruh saja dia pergi.” Feng Zhiru tersenyum tipis, “Mungkin dia hanya salah paham.”
Sheng Youran mengatupkan bibir, menatap cangkir kopi, “Selain mengantar kopi, aku juga ingin mengajukan cuti.”
Alis Mu Yibei berkedut.
Memasukkan perempuan lain ke sini, lalu berharap dia bisa pergi?
Apa yang ada di otak perempuan ini!
Ia menyeringai sinis, “Baru hari pertama kerja langsung minta cuti.”
“Aku perlu pulang sebelum jam lima, ada urusan keluarga.”
Jam lima adalah waktu pulang sekolah Erbao dan Sanbao. Sengaja ia menekankan kata 'urusan keluarga' sebagai pengingat untuknya.
Saat berbicara, raut wajahnya tampak muram.
Sejak Feng Zhiru menyebut kata 'anak haram' tadi, rasa tidak suka yang biasa ia rasakan kini berubah menjadi jijik.
Jika ini calon istri Mu Yibei, ia tak tahu bagaimana perlakuan 'anak haram' nantinya.
Mu Yibei memandang jam dengan raut wajah muram.
“Masih ada permintaan lain?” Setelah memastikan masih ada waktu, ia menaikkan alis, tatapan dinginnya menembus wajah tanpa ekspresi itu.
Feng Zhiru yang berdiri di samping mendengar kalimat Mu Yibei penuh sarkasme.
Sekretaris ini benar-benar keterlaluan, bertindak semaunya sendiri, bahkan seenaknya mengajukan cuti.
“Dengar nada bicara ini, Mu Yibei tidak bisa tidak mengizinkannya cuti.”
“Tapi dia bilang ini hari pertama kerjanya...”
Feng Zhiru belum paham sepenuhnya situasinya, tiba-tiba mendengar suara Sheng Youran yang datar, "Masih ada satu syarat lagi. Sudah selesai? Kalau sudah, suruh dia keluar dulu."
Mu Yibei terdiam sejenak, ekspresinya penuh arti.
Terutama saat melihat Sheng Youran tetap tak mau menghindar, malah... tidak semenjengkelkan tadi.
“Apa katamu?” Feng Zhiru menatapnya tak percaya, senyum manisnya mengeras, “Suruh aku keluar?”
Sheng Youran tetap tenang, “Kalau belum selesai, bisa kuberi waktu lagi.”
Temperamen terlatih Feng Zhiru mulai goyah.
Apapun alasannya, mana mungkin sekretaris baru berani menyuruhnya pergi.
Gigolo pun takkan segarang ini memperlakukan dirinya terang-terangan.
Feng Zhiru memandangnya, langsung menganggap perempuan ini sebagai kekasih yang sedang pamer kekuatan.
Ditambah kejadian sebelumnya, kemunculannya di apartemen Mu Yibei pasti bukan kebetulan.
Laporan verifikasi DNA itu ditemukan dari tangan perempuan ini...
Jangan-jangan dia ibu si anak haram?
“Nona Sekretaris, aku dan Tuan Mu sedang ada urusan penting. Silakan keluar.” Harga diri Feng Zhiru membuatnya tak mau mengalah, nadanya khidmat.
“Siapa dia sebenarnya, sampai bisa membuat peran kecil begitu mudah menekannya?”
“Meski punya anak, itu pasti anak haram. Katanya Mu Yibei selama ini tak pernah ada perempuan di sisinya.”
Sheng Youran berhenti sejenak, "Baik, aku akan keluar dulu."
“Tunggu.” Bibir tipis Mu Yibei bergerak.
Sheng Youran berhenti.
“Nona Feng.” Suaranya datar, “Aku sudah dengar yang kau katakan. Aku akan jelaskan pada orang tua, tidak perlu repot-repot.”
Wajah Feng Zhiru langsung memucat.
“Kakak Mu, tapi...”
“Sekarang silakan keluar.” Suara maskulin Mu Yibei terdengar datar, dingin bagai es, “Masih ada urusan lain.”
Dia mengatupkan bibir erat, sorot matanya penuh ketidakpercayaan, “Siapa dia?”
Sheng Youran diam, reaksi Mu Yibei justru membuatnya terkejut.
Mu Yibei terkecik, “Apa hubunganmu dengannya? Atau Nona Feng merasa sudah berhak ikut campur urusan pribadiku?”
Wajah pucat Feng Zhiru semakin suram.
Karena dia menyebut: urusan pribadi.
Ini sama saja dengan pengakuan tidak langsung tentang hubungan ambigu dengan perempuan ini.
“Nenek Mu...”
“Nona Feng!” Suara Mu Yibei tiba-tiba mengeras bagai hawa dingin yang menusuk, sorot matanya tak lagi menyisakan kesopanan semu.
Feng Zhiru mundur beberapa langkah, melirik tajam ke Sheng Youran sebelum bergegas keluar dari kantor.
Dia harus menyelidiki siapa sebenarnya perempuan ini!
Tidak perlu berpikir panjang, pasti dia menggunakan taktik anak-anak.
Keluarga Mu tidak akan menerima sembarangan anak orang!
Pintu kantor tertutup kembali, Sheng Youran menarik pandangannya, "Siapa dia?"
Mu Yibei menyeringai dingin, duduk di atas jaket kulit hitam dengan tangan bersilang, "Bukankah dia pacarku?"
Sheng Youran: "......"
Dia mengatupkan bibir, "Sebelumnya, ada kesalahpahaman."
"Sekarang 'pacar'ku sudah pergi, ada yang ingin kau katakan secara rahasia?"
"Tidak ada."
Awalnya hanya penasaran dengan identitas perempuan itu.
Jika perempuan ini berpotensi menjadi ibu tiri Erbao dan Sanbao, dia pasti tidak akan menyetujui.
Toh ternyata bukan...
Maka tidak ada lagi yang perlu dibahas.
"Apa maksudmu?" Mu Yibei menyipitkan pupil matanya.
"Maksudku, karena dia bukan pacarmu dan tidak ada hubungan denganmu, tidak ada lagi yang perlu kubicarakan." Sheng Youran merasa tidak nyaman dengan tatapannya, berbalik badan, "Aku akan kembali bekerja."
"Berhenti!!" Dua kata penuh amarah itu disusul tarikan kasar di pergelangan tangannya.
Tubuhnya yang mendekat dengan cepat mengurungnya, mendorongnya ke meja kerja.
Dari posisi lebih tinggi, Mu Yibei seolah menyentuh hidungnya, nada bicaranya melengking parau, "Kau hanya ingin mengusirnya?"
“Bukan.” Sheng Youran berpikir sejenak, menjelaskan, “Aku mengira……”
Sebelum kalimatnya selesai, bibir pria itu telah menyelimuti miliknya.
Bibirnya disumpal, sisa kata-kata tenggelam dalam cuman ini.
……
Tak tahu berapa lama, baru ia merasakan tekanan pada bibirnya mengendur.
Kondisi tubuhnya lemas, namun pinggangnya masih terkunci erat olehnya.
Kehangatan dari bibir tipis itu membuatnya gemetar tak henti.
“Tuan Mu, aku hanya tukang bersih-bersih.” Ia menggigit celah giginya, kepala bersandar di dada pria itu, merasa mulutnya sudah kesemutan.
Daun telinganya memanas, suara seraknya parau, “Lalu kenapa?”
Lalu kenapa……
Nada bicaranya benar-benar.
“Lepaskan tanganmu… lepaskan gigitanmu!”
Ia tertawa ringan dengan seenaknya, membuka mulut untuk menggigit bibir bengkaknya dengan lembut, “Kau sudah selesai, tapi… aku belum!”
