“Bab 328 Panik yang Tak Pernah Terlihat di Matanya”
Di sini, jumlah mobil semakin berkurang, orang juga semakin sedikit.
Jalan Moxi ini awalnya adalah kawasan industri, jarak tempuhnya tidak dekat dari perkotaan.
Jalanannya lebar, kendaraan yang berlalu-lalang tidak banyak, hampir tak terlihat orang di jalanan, di kedua sisi hanya ada gerbang pabrik.
Terutama di area utara ini, beberapa pabrik bangkrut yang belum ada yang mengambil alih berada di sini.
Sheng Youran terus menyetir ke depan, di depannya sudah tidak ada mobil lagi.
Baru saja bersiap untuk mengegas, mobil sport itu tiba-tiba mengebut dan menyusul, berbelok langsung menghadang di depan mobilnya.
Sheng Youran buru-buru menginjak rem, hampir saja menabrak.
Dia marah sekali, tidakkah dia lihat aku menyetir secepat ini, langsung menghadang mobilnya agar aku menabrak?
Pengawalnya saja tidak akan menggunakan metode bodoh seperti ini.
Keduanya mengendarai mobil sport convertible, Mu Yibei yang menghadang di depan mungkin khawatir dia akan kabur lagi, tidak turun dari mobil.
Matanya menatapnya, suara beratnya berbicara dengan kalem, "Turun."
Bibirnya dikatupkan rapat, tangannya masih memegang kemudi sambil ragu-ragu, "Minggirlah!"
Tujuan sebenarnya belum tercapai, meski sudah sangat dekat.
Jika dia tahu tujuan dirinya ke sini, pasti tidak akan mengizinkannya menemui Ye Yunting.
"Menurutmu aku akan minggir?" Suara Mu Yibei jelas dan berat, nadanya tidak memaksa malah seperti memberi jalan, "Youran, kau yang minta aku datang, sekarang aku sudah di sini masih saja tidak mau turun?"
Jika dia tidak mendengar rekaman itu, reaksinya pasti tidak akan seperti ini.
Sheng Youran memikirkan hal ini, merasa perbedaan perlakuan ini sungguh besar.
“Patuh, turun.” Titik antara alisnya berkerut halus, bicara dengan lembut, “Kamu ingin jalan-jalan, duduklah di sampingku. Jangan ikut-ikutan balapan kalau tidak bisa, aku yang akan mengemudi, Hm?”
Saat itu juga hatinya campur aduk, jelas marah tapi terpengaruh kata-katanya hingga melepaskan kemudi.
Mu Yibeu juga lega, melihatnya ngebut tadi, napasnya sempat tertahan.
Dia bahkan tidak tahu kapan Sheng Youran mengambil SIM, yang pasti perempuan ini jelas tidak punya uang beli mobil – mana mungkin bisa jago nyetir!
Kalau kecepatan segini di pusat kota, entah sudah nabrak berapa kali.
“Youran, turun dan bicara baik-baik, ya? Aku agak capek ngobrol begini.”
“Capekmu bukan urusanku!”
Dengan geram, dia membuka pintu mobil dan turun.
Mu Yibeu akhirnya tenang, melepas sabuk pengaman sambil mengirim SMS untuk memanggil supir jemputan.
Baru saja turun, teleponnya berdering.
Awalnya ingin diabaikan, tapi melihat nama Han Qi di layar.
Han Qi jarang menelepon pribadinya kecuali keadaan darurat.
“Ya, ada apa? Aku sibuk...”
Ucapannya terpotong suara Han Qi yang pura-pura tenang, “Kakak-kakak Mu, pihak sana tidak bisa menghubungimu. Aku transfer panggilannya sekarang. Sangat darurat.”
Alisnya berkerut, ingin segera menangkap Sheng Youran yang mulai menjauh – sepenting apapun urusan ini, dia tidak bisa membiarkannya kabur.
Namun saat menoleh, partikel cahaya merah berkedip-kedip terlihat di dahinya.
"Hatinya tiba-tiba terasa berat, untuk pertama kalinya otaknya terasa kosong."
Suaranya menjadi sangat lembut, "Youran, jangan bergerak."
Titik merah itu adalah laser dari senapan runduk.
Dia sedang diarahkan senjata.
"Ada apa?" Sheng Youran melihat raut wajahnya berubah, belum pernah melihat kepanikan seperti itu di matanya.
"Mu Yibei." Suara asing terdengar dari telepon.
Ia menoleh sambil memegang telepon dengan raut muram, sudah melihat penembak runduk di atap rumah sederhana depan kanan.
"Siapa kau?" Suaranya membeku, berbicara ke telepon, "Turunkan senjatamu, hadapi aku saja."
Suara di telepon tertawa, "Kau pikir aku tidak menargetmu?"
"Apa maumu."
Tiba-tiba Sheng Youran berteriak, "Mu Yibei, di kepalamu... Ada sesuatu berkedip di kepalamu!"
Penembak runduk tidak sendirian.
Keduanya sedang diincar.
Wajah Sheng Youran langsung pucat.
Titik merah ini pernah ia lihat di TV, meski tidak tahu detailnya, tapi paham artinya sedang diarahkan senjata.
Ditambah ucapan Mu Yibei ke telepon tadi.
Pasti ada titik merah di tubuhnya juga, makanya tadi dia memandangnya seperti itu.
Bagaimana bisa begini!
Seluruh tubuhnya menggigil, Ye Yunting!
Ye Yunting yang menyuruhnya datang!
Ia harus menanyakan kebenaran, apa yang sebenarnya terjadi.
Saat hendak mengambil telepon di mobil, tiba-tiba diteriaki Mu Yibei, "Jangan bergerak!"
Langsung ia membeku tak berani bergerak.
“Dia sekarang sudah tidak bergerak, apa yang harus kau lakukan, katakan!” Mu Yibei memegang ponsel, memandang sekeliling dengan tenang. Entah permintaan apa yang diajukan pihak lawan, dia segera menyetujui, "Bisa. Tapi lepaskan dia pergi."
Sheng Youran menggigil kedinginan, akhirnya menyadari telah melakukan kesalahan besar.
Dia terlalu mempercayai Ye Yunting.
Ye Yunting memang punya hubungan dengan orang-orang itu, saat ini mungkin dia tak bisa lepas dari urusan ini.
Katanya, alasan William belum menyerangnya sampai sekarang karena tak yakin apakah dia begitu penting baginya.
Tapi keraguan semacam ini tak bisa menjadi jimat baginya.
"Youran, ikuti di belakangku. Jangan takut, jalan pelan-pelan." Suara Mu Yibei yang tenang dan fokus, "Jangan terlalu dekat, pelan-pelan saja."
Sheng Youran mengangguk, matanya tertancap pada titik merah di tubuhnya, kakinya gemetar.
Kapan pun pihak lawan mau, dalam hitungan detik dia bisa mati di depan matanya.
Kepalanya berdengung, menyadari dirinya bahkan tak bisa menangis, hanya bisa mengangguk kuat-kuat.
Mu Yibei mengangguk, melanjutkan bicara ke ponsel, "Aku sudah lakukan permintaanmu, urusanku tak ada hubungan dengan dia. Menyentuh satu helai rambutnya, akan kubuat kau menyesal sampai mati."
Suara di telepon berhenti sejenak.
Meski sedang diancam senapan runduk, tapi ucapannya justru terdengar meyakinkan.
Mu Yibei memegang ponsel, bergegas menuju arah yang diminta pihak lawan.
“Dia sekarang sendirian, pihak lain pasti memaksa Sheng Youran ikut, dia sama sekali tidak punya ruang untuk tawar-menawar.”
“Tapi selama dia berjalan lebih lambat, orang-orangnya akan segera datang.”
Saat sampai di depan pintu bangunan pabrik, Sheng Youran melihat jelas orang di depan pintu, tiba-tiba berlari sambil berteriak serak, “Apa yang kau lakukan!!”
Orang-orang di sekitar Ye Yunting melihat perempuan ini tiba-tiba maju, hendak mencegah tapi dihentikan oleh gerakan tangannya.
“Mu Yibei lebih baik kau cepat pergi!!” Nada datar Ye Yunting tanpa emosi, “Menunda-nunda waktu tidak menguntungkan siapa pun.”
“Kau menipuku!!” Sheng Youran menatap tajam Ye Yunting, “Kau sama sekali tidak punya urusan tentang dia untuk dibicarakan, dari awal kau memang ingin memakuku sebagai umpan untuk menariknya kesini ya?!”
Ye Yunting meliriknya, pertama kali melihat sorot mata seperti ini darinya, perasaan yang begitu kuat.
Sayangnya untuk pria lain.
Tapi tidak masalah, dia sudah menunggu begitu lama, tidak bisa menunggu sampai dia melupakannya, terpaksa main fisik sendiri.
“Benar.” Langsung dia mengakui, “Aku memang berniat memakaimu sebagai umpan. Tapi secepat ini, di luar perkiraan.”
“KENAPA!!” Sheng Youran menggigit giginya keras, meski selalu tahu dia mungkin terkait dengan mereka, tetap tidak mau percaya.
Ye Yunting menatapnya sambil mengaitkan bibir, “Kenapa? Perlukah alasan? Awalnya juga tidak ingin begini, tapi sejak kau bicara begitu gamblang, kupikir tak ada alasan untuk membiarkannya.”
Mu Yibei dengan pandangan dingin menatap Ye Yunting, berbisik, “Youran, tak perlu membuang kata-kata dengan dia.”
“Kebetulan aku juga bukan tipe yang suka basa-basi.” Ye Yunting memberikan isyarat mata ke orang di depan pintu, “Ikat tangannya dulu. Jangan khawatir, Tuan Mu tidak akan macam-macam, selama dia belum ingin melihatnya mati.”
“Ye Yunting, kau bilang William sudah tidak mengincar nyawanya lagi, bukan? Untuk apa semua ini sekarang?”
Ye Yunting berkata dingin, “Tapi, aku sangat menginginkan nyawanya. Bawa masuk.”
Mu Yibei mencibir dingin tanpa sedikitpun rasa takut, “Membunuhku tak akan berguna, Ye Yunting, kecuali kau ingin mati bersamaku. Anak buahku tahu lokasi ini dan akan segera datang. Ini Kota Suci, bukan Amerika Utara. Bahkan William pun tak berani. Jika kau ingin jadi pengiring kuburku, aku tak keberatan.”
