Bab 333 Membuatnya Tak Bisa Berpaling Setiap Malam
Tuntutan balik ini membuatnya terkejut, tapi keraguan seperti ini memang sudah dia antisipasi.
Air panas terus meningkatkan suhu, kemerahan merayap di wajahnya.
Sheng Youran bersandar di lengannya, termenung lama tak tahu memikirkan apa.
Mu Yibei menunduk, menekan wajahnya mendekati dada sendiri, suaranya parau berkata, "Tidak mau bilang ya sudah."
Membongkar masalah lama hanya akan memperburuk kerenggangan.
Entah dia baru jatuh cinta sekarang atau karena alasan lain... yang penting dia ada di sisinya saat ini.
Tak ingin ada kemungkinan kehilangannya terjadi lagi.
Enam tahun ini, dia memang tak pernah aktif mencari dirinya.
Dialah yang dulu meminta cerai, ingin pergi dari sini, dengan tegas meninggalkannya.
Bahkan rela menggugurkan anak mereka demi putus hubungan total.
Jika dulu dia tak rela melepas, tak mungkin membiarkannya pergi.
Hak memilih tak pernah ada di tangannya, melainkan di genggamannya.
Andai dia tak muncul di hadapannya, mungkin dia benar-benar tak akan mencarinya.
Semakin lama waktu berlalu, semakin hilang keberaniannya.
Tak tahu bagaimana reaksinya jika melihatnya sudah memulai hidup baru dengan pria lain.
Adegan pertemuan seperti itu tak berani dia bayangkan.
Makanya tak ada yang berani menyebut nama Sheng Youran di hadapannya.
Andai bisa, dia bahkan ingin mencabut tiga suku kata itu dari hati, mungkin hidupnya akan lebih tenang.
Bibir tipisnya menempel di rambutnya, lengan mengitarinya erat dari dalam air.
Melihatnya di pemakaman Keluarga Sheng adalah kejutan, bahkan dirinya sendiri tak bisa menjelaskan badai emosi yang bergolak di hati saat itu.
Sayangnya langsung terlihat dia berdiri bersama Ye Yunting...
Saat itu yang ada di pikirannya hanya ingin membunuh Ye Yunting.
Mu Yibei menarik kembali pikirannya dan menyadari pinggangnya tiba-tiba dipeluk olehnya.
"Marah?" Nada bicaranya berubah.
Karena lehernya dibalut perban, ia sulit mengangkat kepala terlalu tinggi, hanya bisa memutar mata ke atas sekuat tenaga.
"Tidak marah." Mu Yibei membungkuk sambil mencium pipinya, "Aku tahu alasannya."
"Kau tahu?"
"Hm." Kekhawatiran terbesarnya tak pernah disembunyikan, "Kau pikir keluarga Mu akan merebut anak-anak, jadi tak berani memberitahuku."
Sheng Youran mengatupkan bibirnya, alisnya berkerut.
"Salah satu alasannya." Suaranya lemah, "Sekarang memang paling takut ini. Karena aku yang salah, tak berani memberi tahumu. Kau pasti akan merebut mereka. Hanya saja aku tak menyangka..."
"Tak menyangka aku akan merebutmu juga."
Sheng Youran merenung, "Kukira kau membenciku, tak ingin melihatku. Meski akhirnya sering bertemu, kau ingin menghina saya karena kebencian itu."
"Aku memang membencimu."
"...Oh." Suaranya semakin kecil, "Sekarang?"
"Untuk sementara cukup manis."
Tangannya meninju tubuhnya, tapi badannya meringkuk di pelukannya, "Kalau kau membenciku, mengapa masih ingin bertemu?"
Mu Yibei mundur sedikit, menjauhkannya sambil mengusap wajahnya, "Mengapa masih ingin bertemu?... Membiarkanmu kabur justru mengampunimu. Setiap malam membuatmu membenci tapi tak bisa meninggalkanku, bukankah lebih baik?"
"Siapa yang tak bisa meninggalkanmu tiap malam..." Giginya mengatup keras.
"……" Suara melengking pria itu tertawa rendah, "Tidak? Maksudmu aku belum memuaskanmu?"
Dalam gemericik air, ciuman yang tak tertembus mengurungnya rapat-rapat.
"……" Dia sudah tahu, bisakah pembicaraan serius terjadi di dalam tong?
Belum beberapa kalimat, dia sudah mulai main mulut atau main fisik.
Ciuman lembut terus berjatuhan. Suara laki-laki yang hampir seperti gumaman melekat di telinganya, "Membencimu, karena tak bisa melupakan tapi tak bisa memiliki."
Sheng Youran menggigil, membuka matanya.
Tak bisa melupakan... tapi tak bisa memiliki?
Dia melihat ekspresi tulus di wajahnya.
Meraih kepala pria itu, dia aktif menciumnya, "Kalau begitu tak perlu kau benci aku lagi, aku memang tak bisa lepas darimu."
Kalimat sederhana, ditambah inisiatif gerakannya.
Membuat reaksi fisiologisnya lebih cepat dari kerja otak.
Suara serak bergumam pelan, "Awalnya ingin membiarkanmu, sekarang aku harus membuktikan kalau ucapan 'tak bisa lepas darimu di malam hari' ini sejati."
Dia terus membetulkan, "Aku tak bilang malam hari, dalam kalimat tadi tak ada kata malam..."
*
Subuh keesokan harinya.
Gangguan semalam membuatnya menyesal bukan main.
Mengapa harus mengucapkan kata-kata itu di tempat seperti tong?
Padahal niat awalnya benar-benar hanya ingin berbicara baik-baik, seharusnya dialog di tong tak dilanjutkan.
Sudah kehabisan tenaga, dia masih harus membuktikan dengan Bukti Nyata dengan Tindakan bahwa ketergantungannya adalah pilihan bijak.
Sekarang dia terbaring di ranjang dengan pinggang hampir patah.
Lengan yang memeluk erat dari belakang bergerak, tampak menyadari dia sudah bangun, berusaha memutar wajahnya.
Tapi begitu tangan menyentuh perban, gerakannya terhenti mendadak.
Tampaknya masih tak puas, akhirnya memutar tubuhnya sepenuhnya baru memuaskan diri menunduk untuk mencium.
"Mu Yibei kau berani lagi sekali, aku benar-benar akan tendang kau turun!" Sheng Youran menutup mulut rapat-rapat sambil menempelkan tangan di bibirnya, "Jangan! Jangan jangan jangan! Aku serius nggak mau, bukan 'jangan berhenti', tapi benar-benar nggak mau!"
Mu Yibei menarik tangan wanita itu, suara mengantuknya masih serak seksi, "Baik-baik, nggak bikin apa-apa, cium sebentar saja?"
"Aku nggak percaya. Jangan ganggu aku yang sedang terluka."
Perban, dan luka di lehernya, mengingatkannya dengan jelas pada kejadian kemarin.
Sorot mata pria itu tiba-tiba membeku.
Alisnya berkerut dalam, kepala ditundukkan.
Bibir tipisnya menyentuh perlahan-lahan permukaan perban.
Sheng Youran tertegun sebentar sebelum kembali menahan wajahnya, "Yang ini juga nggak boleh."
Dulu dia yang melalui berbagai aksi membuatnya paham, pria di pagi hari mudah tersulut.
Tapi yang selalu memulai jelas-jelas dirinya.
Suara tawa rendahnya menggema, mencium pipi wanita itu, "Kalau yang ini?"
Suara manisnya tertahan di tenggorokan, terdengar sayup, "Semuanya nggak boleh."
Mu Yibei memaksa tangan wanita itu turun, "Patuh. Kalau mulut ini nggak boleh dicium..."
"Jangan ancam-ancam aku!" Sheng Youran menjerit merah padam.
“Baik, tidak mengancam.” Entah dari mana obsesinya datang, “Aku tidak bergerak. Kalau kamu menciumku, aku langsung turun ranjang.”
“Sinting, tidak bisakah kamu langsung turun ranjang?”
“Tidak.” Suaranya rendah, sorot matanya tak lepas mengamati wajahnya, “Aku ingin memastikan ini bukan mimpi.”
Sheng Youran mempertahankan wajah tegas, menatapnya lama.
“Kalau kali ini menipu, aku tidak akan percaya perkataanmu lagi.” Setelah berkata demikian, dia langsung memeluk lehernya dan mencium...
Tidak mengerti kenapa pria terkadang bisa menjadi sangat mengganggu.
Begitu menyadari sudah kelewat batas, dia segera melepaskan, “Sudah, turunlah dari ranjang.”
Nada bicaranya tidak memberi ruang kompromi, terdengar suara gerutu pria itu, tapi gerakannya cepat turun ranjang.
Langsung berbalik masuk ke kamar mandi.
Tak lama kemudian suara shower terdengar.
Sheng Youran memutar mata, ini bukan salahnya.
Dengan susah payah dia turun ranjang dan mengganti pakaian.
Pria itu keluar sambil mengenakan jubah mandi.
“Kamu mandi cepat sekali?” Dia menoleh, sorot mata hitam legamnya penuh kepolosan.
Mu Yibeu meliriknya, rambut masih basah, mengikat tali pinggang jubah, “Cuma mandi cepat.”
