Bab 344 Terbiasa Tak Kenal Hukum
“Kalian saling kenal?” Wen Ruohan menatap Sheng Youran, alisnya berkerut ketat.
Bahan seperti apa Wen Xin itu, dia paling paham.
Untuk apa dia mencari Sheng Youran?
“Bukan.” Wen Xin tidak membiarkan Sheng Youran menyelesaikan ucapannya, buru-buru menjelaskan, "Nenek tiri yang menyuruhku mencari Kakak Yibei, tapi saat aku ke perusahaan Kakak Yibei, Kakak sekretaris ini bilang dia sedang rapat. Aku tidak mau mengganggu, tapi agak bosan, akhirnya Kakak ini menawarkan temani aku jalan-jalan."
Ucapannya terdengar memelas, seperti orang yang baru saja di-bully.
“Ini pertama kaliku ke Kota Suci, tidak kenal siapa-siapa, juga tidak tahu harus ke mana... Aku tahu seharusnya tidak datang mengganggumu, maaf Kak, aku pergi dulu.” Wen Xin menoleh ke Sheng Youran, berkata dengan sedih, “Kakak, lain kali bolehkah aku mengunjungimu?”
“Nanti kita bicarakan lagi.” Sheng Youran tersenyum hangat.
Sebenarnya kesan pertamanya terhadap gadis ini tidak terlalu baik, hanya karena statusnya sebagai sepupu Mu Yibei, awalnya tidak ingin bersikap kasar.
Melihat sikapnya yang pura-pura mau pergi sambil menunggu dirinya menahan, terasa agak menggelikan.
Wen Ruohan jelas-jelas tidak menyukainya, buat apa dia harus ikut campur?
Wen Xin mendengar ucapannya, matanya berkedip penuh keheranan.
Dasar, dia benar-benar tidak berkata apa-apa.
Sudah tahu aku ini sepupu Mu Yibei, kenapa tidak mau menjilat?
Bahkan Nenek tiri sudah dijadikan tameng, perempuan ini tetap tidak tergoyah, apa dia terlalu bodoh?
“Wen Ruohan, kenapa kamu tidak mengurus adikmu yang datang ini?” Hua Bao penasaran bertanya, “Dia masih muda, sendirian kan tidak aman?”
"Wen Ruohan yang awalnya tenang, mengubah sedikit nada bicaranya saat menjawab, \"Dia tidak akan kenapa-napa. Wen Xin, kalau mau pergi cepatlah pergi.\""
Wen Xin hampir mati kesal di dalam hati, menyadari benar-benar tidak ada satu pun yang menahannya.
Sampai dia keluar dari kantor itu, kemudian, pintu gerbang kantor langsung ditutup dengan keras.
"Hmph!"
Dia menghentakkan kaki kesal, dengan rasa tidak rela pergi keluar.
Di dalam kantor, Hua Bao memandang Wen Ruohan dengan heran, "Kenapa kau memperlakukan adikmu seperti ini?"
"Dia bukan adikku." Raut wajah Wen Ruohan mendung, "Ini anak perempuan yang dibawa ibu tiriku, tidak ada hubungan denganku."
"Tapi, meskipun adik tiri, dia terlihat baru saja dewasa, tidak baik kan kau membiarkannya sendiri di luar?"
Wen Ruohan memaksakan senyum tipis, "Hua Bao, jangan tertipu penampilannya. Perempuan ini sama sekali bukan seperti yang ditampilkannya. Jangan urusi dia, yuk makan, aku yang traktir gimana?"
Hua Bao ingin berkata sesuatu, dia langsung menambahkan, "Begini, sebenarnya aku ingin mentraktir bibi makan, tapi aku tidak bisa mentraktir bibi sendirian. Kalau Mu Yibei tahu, mungkin aku dan bibi akan kerepotan."
Sheng Youran yang duduk di sofa mewah, tersenyum tipis, "Aku tidak apa-apa."
“Wen Ruohan melirik Sheng Youran yang kurang kooperatif, “Dia tidak akan mengizinkan saya mengajakmu makan sendirian. Jadi, mari kita pergi bersama. Dokter Hua, saya ingat jam ini kamu sudah pulang kerja kan? Saya baru tahu ada restoran masakan Sichuan yang sangat enak dan autentik.”
Mata Hua Bao langsung berbinar, “Oke.”
“Sedangkan untuk Dokter Nie, silahkan lanjutkan pekerjaanmu...”
Nie Jinshen melihat jam tangannya, “Hari ini tidak ada lagi urusan, lebih baik kita makan bersama.”
*
Beberapa orang keluar dari rumah sakit dengan raut wajah Wen Ruohan yang tidak begitu cerah.
Dari kejauhan, Wen Xin yang masih terlihat polos itu menyaksikan mereka pergi bersama, senyum lugunya tiba-tiba diselubungi bayang-bayang dendam.
Dia sedang mempertimbangkan apakah akan menelepon Feng Zhiru untuk menyuruhnya memanfaatkan kesempatan ini mengajak Mu Yibei kencan.
Baru saja mengeluarkan ponsel, seorang perempuan mendekat.
“Kau Wen Xin?” Su An'an meliriknya dengan sorot mata dingin.
Wen Xin yang sedang emosi itu langsung memasang muka masam saat mendengar namanya dipanggil.
Ketika menoleh, wajah itu terasa agak familiar baginya.
Seolah pernah melihatnya di suatu tempat, tapi juga seperti tidak.
Su An'an melepas kacamata hitamnya, memiringkan badan untuk menghindari kerumunan orang.
“Ah... Kamu...” Wen Xin akhirnya mengenalinya, “Kamu Su An'an!”
Wajah Su An'an mungkin tidak dikenal semua kalangan, tapi gadis-gadis muda biasanya pernah menonton film-film lawasnya.
Terutama bagi Wen Xin, sosok ini bukan sekadar artis yang sudah pudar.
Masih mantan istri anak haram keluarga Mu itu.
“Bagaimana kau mengenal saya?”
Su An'an tidak punya banyak kesabaran, teringat data yang diberikan orang itu padanya.
Sorot matanya tak sengaja memancarkan cela, “Bagaimana saya mengenalmu tidak penting, yang penting, di beberapa aspek kita sangat cocok.”
Wen Xin tersenyum ringan, “Bukankah kau masih belum menyerah pada kakak sepupuku? Aku pernah dengar tentangmu.”
Su An'an dengan wajah dingin, “Bukankah kau menyukai kakak tirimu sendiri?”
“Apa yang kau omongkan!” Raut wajahnya langsung berubah, menggigit gigi, “Berani lagi kau bicara sembarangan, percaya tidak saya akan merobek wajahmu? Lagipula kau sudah tidak laku lagi.”
“Kalau begitu, tak ada lagi yang perlu kubicarakan.” Dia menyeringai sinis, “Silakan cari cara sendiri pelan-pelan.”
“Tunggu.” Wen Xin menggigit giginya, “Sebenarnya apa maksudmu?”
“Kau suka kakak tirimu, saya bisa bantu. Syaratnya, beri saya informasi pergerakan Sheng Youran.” Su An'an berbisik, sekaligus memberikan mikrofon mini, “Simpan ini, nanti akan berguna. Dan kita tak akan bertemu lagi.”
Wen Xin ragu sebentar, lalu menerimanya, “Baik.”
Jika informasi pergerakan Sheng Youran memang begitu berharga, tentu dia senang.
“Sebelum itu, lebih baik jangan sampai dia membencimu saat belum terlalu mengenalmu.” Su An'an mengingatkan, “Kalau tidak, kau tak ada gunanya lagi, mengerti?”
“Perlu kau ingatkan?” Wen Xin melototi dia.
Apakah dia sebodoh itu, sampai mau berkonfrontasi dengan Sheng Youran di sini.
“Tapi, bagaimana aku bisa percaya kamu bisa membantuku?” Wen Xin menengadahkan wajah.
“Kalau dia secara tidak sengaja tidur denganmu dan ayahnya tahu, publik juga tahu, dia tidak punya pilihan selain menikahimu.” Su An'an berkata dingin, “Sendirian, kamu tidak akan bisa melakukan ini.”
Hati Wen Xin berdesir, tiba-tiba berkata, “Baik, tapi kalau kamu memang mampu, lebih baik buat Sheng Youran tidur dengan lelaki lain hingga semua orang tahu. Dengan begitu, kakak sepupuku pasti tidak akan rujuk dengannya.”
“Tenang saja.” Su An'an menyeringai dingin sambil mengenakan kacamata hitam, “Tentu.”
*
Mu Yibeu keluar dari ruang rapat, melewati meja kerja Sheng Youran yang kosong.
Alisnya berkerut halus sebelum dia bergegas masuk ke kantor.
Kantornya juga sepi, tidak ada tanda-tanda orang memasuki ruang istirahat di dalam.
Apa mungkin dia datang khusus hanya untuk pergi begitu saja?
Mu Yibeu memanggil Sekretaris Ding, memberi beberapa instruksi sembarangan, lalu dengan santai bertanya, “Sheng Youran mana?”
Sekretaris Ding jantungnya berdebar kencang, gugup menjawab, “Sekretaris Sheng... dia sudah pergi.”
Mu Yibeu mengangkat kepala, “Apa maksudmu dia pergi?”
“Saat Anda rapat, dia minta saya menyampaikan bahwa ada urusan mendadak.” Sekretaris Ding gelisah.
“……”
Melihat wajah Tuan Mu yang tiba-tiba membeku, Sekretaris Ding mulai mengkhawatirkan nasib Sheng Youran.
Mu Yibeu menyuruh Sekretaris Ding keluar, lalu segera menelepon.
Begitu sambungan tersambung, langsung membentak, “Sheng Youran, siapa yang mengizinkanmu pergi!”
“Kapan kamu bilang aku tidak boleh pergi?” Suara Sheng Youran yang tak acuh terdengar dari telepon, “Aku keluar makan dengan teman tidak boleh?”
Ia mengerutkan alis, perempuan ini semakin tidak takut padanya.
Tidak tahu ini hal baik atau buruk.
Setidaknya dulu setiap ia menyuruh, perempuan itu selalu menurut.
“Dengan siapa? Di mana?”
“Mu Yibei kamu sok cerewet! Aku cuma makan kok ditanya-tanya.” Sheng Youran bergumam, “Nggak ngobrol lagi, aku tutup ya.”
Bunyi sibuk langsung terdengar dari telepon.
Wajah Mu Yibei tegang, ponsel di genggamannya sampai berkerut.
Perempuan memang tidak boleh dimanjakan, jadi tak kenal hukum.
Berani-beraninya meninggalkannya untuk makan dengan orang lain, bahkan menutup teleponnya!
Saluran internal tiba-tiba berbunyi. Sekretaris berkata hati-hati melalui telepon, “Tuan Mu, ada anak yang ingin menemui Anda, katanya... putra Anda.”
