Bab 348 Tidak benar-benar mengira itu putriku, kan?
Mu Yibei merasa jengkel, sorot mata dinginnya melirik anak itu sembarang mengeluarkan kotak rokok.
Dia mau lihat sampai kapan perempuan ini mau memberikan perhatian pada anak orang lain.
"Yang penting adalah apakah anak itu lapar atau tidak?"
"Bukankah yang lebih penting adalah, dari mana asal anak ini?"
Terutama bagi Sheng Youran, bukankah hal terpenting adalah apakah anak ini benar-benar miliknya?
Pemantik baru saja dikeluarkan, tatapan dari seberang langsung mengarah padanya.
Sheng Youran mengerutkan alisnya menatapnya, tetap tidak berkata-kata.
Daisy di sampingnya yang melihat makanan dihidangkan, dengan terbiasa mengambil pisau dan garpu mulai makan.
Mu Yibei menyipitkan sorot matanya, tangan yang menjepit rokok diletakkan di atas meja, membalas tatapan ketidaksenangan di wajahnya dengan suara berat berkarakter magnetis, "Ada apa?"
"Menurutmu?"
Suara "Prak" terdengar, dengan santai ia menyalakan pemantik, berkata dalam hati, "Kukira kau masih malas bertanya sampai sekarang. Bukannya tidak mau menghiraukanku?"
Sheng Youran melihatnya masih pura-pura percaya diri, berkata dengan nada gagal, "Aku memang tidak mau menghiraukanmu. Aku menyuruhmu memasukkan kembali rokok itu. Jangan merokok di depan anak-anak."
Gerak tangannya tiba-tiba berhenti.
Masa dia tidak berniat menginterogasinya tentang anak ini?
Mu Yibei mengatupkan bibirnya, menatap rokok di tangannya, akhirnya diam-diam membuangnya ke samping.
Makan malam mewah ini, mungkin hanya Daisy dan Erbao yang punya kecerdikan untuk makan.
Atau lebih tepatnya, hanya Daisy yang makan dengan lahap.
Mu Yibei tidak berselera, Sheng Youran sudah kenyang sejak tadi.
"Daisy, kau makan terlalu banyak. Barusan sudah makan es krim sebanyak itu, sekarang tidak terlalu kekenyangan?" tanya Sheng Youran dengan lembut.
“Aku… aku sudah lama tidak makan yang seenak ini,” kata Daisy dengan wajah memelas. “Aku takut setelah hari ini tidak bisa makan lagi.”
“Jangan khawatir kelaparan. Kalau lapar, ibu-ibu profesional akan membelikanmu makanan lagi, ya?” Sheng Youran membelai kepala gadis kecil itu sambil menghibur. “Makan sebanyak ini sekaligus bisa mudah sakit perut.”
Daisy terpaksa meletakkan pisau dan garpu. “Aku berhenti makan.”
Dia kembali memeluk gelas jus di sampingnya dan mulai meminumnya.
Erbao tercengang melihatnya – belum pernah ia melihat gadis yang bisa makan sebanyak ini.
Bagaimana mungkin dia bisa tumbuh besar seperti ini?
“Ibu-ibu profesional mau pergi?!” Daisy panik menggenggam ujung baju Sheng Youran saat melihatnya berdiri.
“Ibu hanya ke toilet dulu. Jangan takut.”
“Oh… Ibu harus cepat kembali,” bisik Daisy sambil melirik takut ke arah Mu Yibei.
Meski masih kecil, nalurinya tajam menangkap siapa yang lebih didengar oleh paman menyeramkan itu.
Keheningan kembali menyelimuti Daisy setelah kepergian Sheng Youran.
Bahkan gerakan sederhana Mu Yibei yang berdiri tiba-tiba membuatnya terkejut.
“Aku juga ke toilet dulu.”
Erbao berbisik pada Daisy, “Apa kamu sangat takut dengan Ayahku?”
Masih memeluk gelas jus, Daisy mengangguk.
“Karena dia jahat?”
Kali ini anggukan itu lebih mantap.
“Kalau… begitu, kamu masih mau dia jadi Ayahmu?” Erbao menyelidik diam-diam.
Daisy berpikir sejenak, lalu menggelengkan kepala.
*
Sheng Youran berdiri di depan wastafel, membasuh wajahnya dengan air dingin, berusaha menenangkan diri.
“Dia memang agak kasihan pada anak itu, tapi bukan berarti dia tidak keberatan.”
“Ibu seperti apa yang tega membiarkan anak sekecil ini kelaparan perut sampai lari mencari ayahnya?”
Setelah membasuh wajah tiga kali dengan air dingin, dia mengeringkan diri baru keluar.
Di depan pintu toilet, Mu Yibei berdiri menunggu.
Sheng Youran meliriknya, “Ngapain berdiri di sini?”
Dia mendekat beberapa langkah, mengulurkan tangan untuk meraba wajahnya tapi ditepis.
“Kukira kau hanya peduli si anak lapar atau tidak, sama sekali tidak mempedulikan hal lain.” Mu Yibei menghalangi jalannya, “Tidak senang?”
“Dari mata mana kau lihat aku tidak senang?”
Mu Yibei meremas belakang kepalanya, menariknya ke dalam pelukan, “Tidak senang ya tidak senang, malu mengakuin?”
Sheng Youran mengira dia akan menjelaskan sesuatu, siapa sangka malah mengucapkan kata-kata seperti ini sambil memeluknya.
Bibirnya terkatup rapat, tangannya melepas genggaman dan bergegas pergi.
“Lari apaan.” Tangannya menjangkau, mencengkeram pinggangnya dan menekannya ke dinding aula toilet.
Di dalam toilet mewah Jinbi Huihuang, saat ini sepi pengunjung.
“Mu Yibei kau lepas atau tidak?!”
Sebenarnya dia tidak bermaksud macam-macam, toh ini tempat umum.
Tapi melihat raut wajah pedulinya, hatinya merasa lebih lega.
Kepalanya menunduk, mencium bibirnya.
Memaksa merengkuh perempuan yang meronta-rona, baru melepas setelah mencuri ciuman.
“Pergi!!” Dengan geram dia mendorongnya, lalu berjalan cepat pergi.
“Lelaki pantas mati ini masa cuma mikirin hal begini di saat kayak gini, dia beneran pengen mencekiknya sampai mati.”
Mu Yibei tersenyum sinis, melirik dengan pandangan dingin ke arah pejalan kaki yang tadi tak sengaja melihat mereka berciuman saat masuk, baru kemudian pergi dengan santai.
*
Keluar dari restoran, naik ke mobil.
Daisy mulai lagi jurus diamnya, pokoknya nggak mau bicara. Kalau dipaksa, dia langsung pura-pura mau nangis.
“Ibu, kita bawa dia pulang dulu yuk.”
Sheng Youran belum sempat bicara, sudah mendengar suara keras dan dingin Mu Yibei, “Nggak boleh.”
“Kenapa nggak boleh?”
Mu Yibei mengabaikan Erbao, tatapan memaksanya tertuju pada Daisy yang ketakutan, “Udah cukup ributnya? Keluargamu di mana, sekarang masih ada waktu buat ngomong jujur.”
Daisy mulai mewek, air mata sudah berkaca-kaca di matanya.
“Aku... aku nggak nemu Ibu... hu hu hu...”
Sheng Youran mengelus belakang kepalanya dengan santai, “Gapapa, ikut kita pulang dulu.”
“Youran...” Mu Yibei jelas-jelas nggak setuju.
“Mau buang putrimu di pinggir jalan?” godaannya sengaja.
Mu Yibei: “......”
Sheng Youran sekarang juga nggak terlalu yakin apakah sikap keras kepala Mu Yibei yang nggak mau ngaku itu beneran atau nggak, tapi anak ini kehilangan ibu kayaknya emang fakta.
Kalau nggak dibawa pulang, mana mungkin beneran dibuang di jalanan.
Kalau dia nggak mau ngomong, tinggal nunggu tim investigasi yang disiapkan Mu Yibei buat nyelidiki.
Akhirnya, Daisy tetap dibawa pulang.
Langsung dibawa ke Kediaman Mu, diaturin kamarnya Sanbao.
“Sanbao memiliki rasa ingin tahu dan keramahan yang sangat kuat terhadap adik kecil yang tiba-tiba muncul, segera membagikan semua mainannya dengannya.”
“Sheng Youran menempatkan mereka dengan baik baru keluar dari kamar.”
“Begitu kembali ke dalam kamar, lelaki yang sedang merokok di balkon berbalik badan.”
“Dia masih tidak mau mengatakan apa-apa?”
“Sheng Youran malas menghiraukannya, mengambil baju dan bersiap mandi.”
“Belum sempat sampai di depan lemari pakaian, lengan yang menjulur dari pinggang mencekiknya, ciuman hangat segera mendarat di pipinya, 'Kamu tidak benar-benar mengira itu putriku, kan?'”
“Bagaimana aku tahu.” Sheng Youran meronta-rona sebentar, tidak bisa melepaskan diri.
“Tenaga lelaki ini menakutkan, setiap kali jatuh ke tangannya, dia berubah menjadi ikan di atas talenan.”
“Sakit!”
“Bibirnya tiba-tiba sakit, digigitnya dengan keras.”
“Mu Yibei menekannya ke dinding, tatapan matanya yang dalam menyipit memandanginya, suara seraknya berbisik, 'Kamu tidak percaya kata-kataku?'”
“Awalnya ingin membuat ulah lagi pada lelaki yang tak pernah mau menjelaskan ini, hanya berharap dia sendiri yang percaya.”
“Begitu mendengar suaranya yang tegang dan parau, wibawanya langsung melemah setengah, 'Aku tidak, lepaskan aku dulu.'”
“Bab 349: Jika tidak mendapat jawaban yang memuaskan, dia pasti akan menyiksanya”
“Bab 349: Jika tidak mendapat jawaban yang memuaskan, dia pasti akan menyiksanya”
“Suara berat lelaki itu mendengus keras, tangan mencengkeram dagunya, bibirnya menempel rapat, aura yang mengerikan dan penuh bahaya.”
“Benar-benar tidak percaya padaku?”
"Dia nekad tidak menoleh, bagaimana pun tak bisa menghindar dari aura energinya."
"Beberapa langkah kemudian dia ditekan ke dinding."
"Apa maksudnya sebenarnya? Di satu sisi bertanya apakah dia percaya, di sisi lain menyumpal mulutnya agar tidak bisa bicara!"
"Mm, Yibei, lepaskan..."
"Sheng Youran membelalakkan mata, tapi kedua tangannya dengan cepat dipelintir ke belakang."
"Entah dia sedang mencari-cari kesalahan atau memang sangat sensitif dengan masalah ini, sampai-sampai harus menyiksanya jika tidak mendapat jawaban yang memuaskan."
"Satu tangan mengikat lengannya, satu lagi mengangkat seluruh kondisi tubuhnya."
"Jangan..."
"Tidak percaya padaku? Hm?" Matanya menyipit curiga.
"Aku..."
Kata "percaya" belum sempat terucap, bibirnya kembali disumpal.
……
Menjelang tengah malam, ponsel Mu Yibei berkedip.
"Dia melirik layar, menarik selimut untuk perempuan yang sudah tak sadarkan diri di sampingnya, lalu turun dari ranjang. Dengan santai mengambil sehelai baju dan berjalan keluar kamar."
Koridor villa itu remang-remang, sepi tanpa penghuni.
"Dengan gerakan halus menutup pintu, matanya tertuju pada rekaman di ponsel."
"Sistem keamanan villa terhubung ke ponselnya. Di layar terlihat Daisi berlari dari satu ruangan ke ruangan lain di tengah malam yang bahkan para pelayan sudah diistirahatkan."
"Setelah sekilas melihat, langsung menggeser ke rekaman terakhir. Lalu berjalan menuju kamar di ujung koridor."
"Saat keluar, dengan satu tangan mengangkat anak itu keluar."
"Wu wu..." Daisi merintih ketakutan, bahkan tak berani menangis keras.
"Mu Yibei menutup pintu, meletakkannya di koridor, lalu menatapnya dari atas."
Menyadari gerakan Daisy yang hendak kabur, dia berkata dengan tenang, "Kamu coba lihat apakah kaki pendekmu lebih cepat lari, atau aku yang lebih cepat."
Daisy hampir kolaps, matanya yang ketakutan membelalak menatapnya.
Mu Yibeu perlahan-lahan jongkok, memandang ketakutannya dengan sikap tidak sudi, "Saat ini hanya aku di sini, jika kamu berani terus menangis..."
Daisy segera menutup mulutnya rapat-rapat, menggelengkan kepala keras-keras.
Tidak menangis, tidak menangis, dia benar-benar berhenti menangis.
Hiks... sangat menakutkan.
Tapi dengan mulut tertutup tangannya, meski tak bersuara, air mata masih jatuh deras.
Alis Mu Yibeu berkerut sedikit, "Siapa yang menyuruhmu datang?"
Daisy tidak berani bicara, jika dia melepaskan tangan pasti akan menangis histeris.
Seluruh tubuhnya tegang seperti senar, tak berani relaks.
Jangan menangis, jangan bersuara, kalau tidak Paman ini mungkin... akan membunuhnya!
Hiks... dimana Ibu-ibu profesional itu, dimana Kakak dan Kakak itu...
Sambil menahan diri, Daisy melirik ke kanan-kiri.
"Jangan lihat-lihat, jam segini mereka semua sedang tidur." Mu Yibeu menatapnya dengan suara melankolis, "Dengar baik-baik, aku sedang menanyaimu dengan sabar. Kamu kabur sendiri, atau diutus orang?"
Secara akal, dia cenderung berpikir anak ini pasti kabur sendiri.
Kalau tidak, terlalu bajingan bagi seseorang memperlakukan putrinya sendiri seperti ini.
"Hanya saja dia sama sekali tidak menunjukkan temperamennya, dari mana keberanian seorang seperti dia yang langsung menangis ketakutan hanya karena menatapnya, berani kabur sendiri?"
Erbao berani kabur sendiri, setidaknya dia punya nyali yang luar biasa.
Bahkan di tempat yang asing, bisa mempermainkan Joe Shaojing, Ai Ke'er, bahkan Sheng Youran sampai bingung, membuat semua orang tidak tahu siapa dirinya sebenarnya.
Tapi anak ini, apa selama perjalanan hanya mengandalkan tangisan?
Sanbao biasanya baik-baik, tidak pernah berani keluar rumah sendiri, bahkan tidak menangis saat melihatnya.
Jangankan menangis, saat dia duduk di sofa mewah, dia berani menginjak-injak tubuhnya...
"Hiks..."
"Aku peringatkan sekali lagi—jangan menangis!" Alis Mu Yibei berkerut lebih dalam.
Terus-terusan menangis, bisakah kita berbicara baik-baik?
Siapapun dia, dia tidak mungkin berbuat sesuatu pada anak kecil seperti ini.
Tidak ada yang perlu ditakutkan!
"Ayah, ngapain sih gangguin orang tengah malam begini!" Suara Erbao tiba-tiba terdengar.
Daisy melirik Erbao, lalu Mu Yibei, ingin bersembunyi di belakang kakak pengantar tapi takut bergerak.
Mutiara air mata kembali menggenang di orbit matanya, seluruh tubuhnya seperti boneka tangisan yang akan kolaps jika disentuh.
Erbao mengucek-ucek mata, masih terlihat belum cukup tidur, tapi langsung melindungi Daisy, "Jangan ganggu anak kecil."
"Aku tidak mengganggunya, hanya bertanya beberapa hal." Mu Yibei tidak paham mengapa seluruh keluarganya melindungi anak tak jelas asal-usul ini.
Sepertinya tiba-tiba mengerti, bagaimana dia bisa menempuh perjalanan ribuan li ke sini.
"Kenapa kamu bertanya di tempat menakutkan seperti ini pada malam hari?" Erbao dengan ekspresi tidak percaya, "Kamu cuma karena aku dan Ibu tidak ada, apa kamu tidak tahu dia sangat takut padamu?"
Mu Yibei tertawa ringan, "Kenapa pada malam hari? Tanya saja padanya, kenapa dia berlarian sembarangan di rumah kita pada malam hari. Daisy, sedang mencari apa?"
Erbao menoleh, juga memandangnya dengan penuh kebingungan.
Daisy seolah menemukan perlindungan, dengan tegas mengusap air matanya, "Tidak tahu, aku sleepwalking."
"Dengar? Dia sleepwalking!"
Mu Yibei melirik Erbao, "Apa yang dia katakan langsung kamu percaya?"
"Ayah, tanyakan besok saja." Erbao malas menjawab pertanyaannya, "Kalau tidak, aku akan panggil Ibu!"
Dia mendengus dingin, berdiri, dan melirik ke Daisy, "Tidak ada yang kamu cari di sini, jangan buang-buang tenaga. Antar dia tidur, besok beri aku jawaban yang memuaskan."
Melihat Mu Yibei kembali ke kamar, Daisy menarik napas lega.
Dia cepat-cepat mengeringkan air mata di wajah, berbalik ingin pergi.
"Hei, kamu tidak berterima kasih padaku."
Daisy berhenti sebentar, menyembulkan mulut, "Tidak!"
Kekakuan bocah kecil ini bukan pertama kalinya dia alami.
Erbao berpikir sejenak, perlahan berjalan mendekat dengan nada santai, "Baiklah, besok kamu hadapi Ayahku sendiri."
Dia sudah berjalan cukup jauh ketika mendengar suara lembut dari belakang.
“Aku tidak mau.” Suara Daisy terdengar seperti hendak menelan kata-katanya sendiri, “Terima kasih.”
“Aku tidak dengar jelas.” Erbao menyilangkan lengannya dengan angkuh.
“Aku bilang terima kasih, bisa tidak?!”
Erbao berhenti berjalan, berbalik, melihat tubuh mungilnya yang sedang jongkok di lantai.
Kali ini bukan tangisan histeris seperti siang tadi, dia hanya duduk sendiri mengusap air mata.
Air mata perempuan benar-benar tak ada habisnya.
“Sebenarnya kau mencari apa di rumahku?” Erbao mengerutkan alisnya, mendekat, “Jangan-jangan kau pikir aku benar-benar percaya soal tidur berjalan itu? Kalau tidak mau menjawab baik-baik, besok aku juga tidak bisa menolongmu.”
Dia hanya tidak suka melihat orang dewasa menindas anak kecil, tapi juga tidak percaya omong kosong tentang tidur berjalan.
“Aku mencari ibuku.” Daisy duduk di karpet, memeluk lututnya sendiri.
Rambut coklat tua terlihat sangat lembut di bawah sorot lampu dinding yang redup.
“Ibuku diculik, aku tidak bisa menemukannya lagi.”
“Kau datang ke rumahku mencari ibumu?” Erbao heran, “Kau pikir ayahku menyembunyikannya? Tidak mungkin, di rumah kami tidak ada orang yang disembunyikan. Apa kau benar… adikku?”
Mata Daisy memerah, melotot padanya, suara terisaknya berkata, “Tentu saja tidak… hu hu, ayahmu jahat, dia menculik ibuku… aku tidak mau punya ayah jahat seperti itu, tidak mau tidak mau…”
